Chapter 11.6 - Wren, Wyvern?

Excelsis tengah menunggu sopir di depan gerbang sekolah sewaktu sebuah mobil sedan terbuka berhenti di depannya. Si pengendara mengenakan kaca mata hitam.

"Cepat naik," ajaknya.

Excelsis tidak merasa diajak bicara oleh sosok yang tidak dikenal, tapi entah mengapa mata lelaki itu hanya tertuju padanya. Sebagai jalan tengah, ia menoleh ke belakang dan menemukan Zev yang entah sejak kapan berada di sana.

Zeve melambai ke arah lelaki berkaca mata hitam dan lengannya merangkul bahu Excelsis.

"Lepas!" bentak Excelsis sambil menepuk keras punggung tangan Zev yang tergantung. Ia sudah berencana untuk membanting Zev bila ia tidak mengindahkan peringatannya, mereka sudah berada beberapa langkah di luar gerbang sekolah. Jadi, aturan sekolah sudah tidak berlaku lagi.

"Ups. Maaf—salah orang," elak Zev, "selamat tinggal, Tuan Putri." Ujung jemari Excelsis berada dalam genggaman Zev yang bermaksud menciumnya.

Suara klakson menghalangi niat Zev.

"Sabarlah sebentar, Wren—aku sibuk!" teriak Zev pada penjemputnya.

"Hentikan. Atau kupotong tanganmu!"

Excelsis langsung menoleh. Ia mengenali suara Wyfrien. Begitu identitasnya terbongkar, Wyfrien langsung membuka kaca mata dan menatap ganas pada Zev yang belum melepas genggamannya.

"Oh!" Zev melepas kontak dengan jemari Excelsis dan mengangkat kedua tangan seperti seorang pesakitan yang menyerah setelah polisi mengacungkan pistol ke arahnya. "Galak sekali."

"Cepatlah!"

"Iya, iya ...."

***

"Ada apa ini, Wren? Tadi siapa yang memintaku cepat-cepat, dan sekarang kau memerangkapku di sini." Kesabaran Zev habis saat Wyfrien malah memarkir mobil mereka tak jauh dari sekolah, tapi tersembunyi dari penglihatan Excelsis.

"Diamlah atau turun dan naik angkutan umum, sana," balas Wyfrien datar,. Matanya masih melekat pada Excelsis yang belum dijemput.

"Inikah bentuk terima kasihmu padaku setelah membantu menemukan dia, hah?" Zev menggeleng-gelengkan kepala, tanda protes pada kakak angkatnya itu.

"Aku tidak pernah minta kau mencarinya."

"Shhh, tetap saja aku yang menemukannya!"

"Lalu?"

Wyfrien mendengar desisan tertahan dari Zev yang menyerah dan menyibukkan diri dengan ponselnya. Ia kembali mengawasi Excelsis yang menerima telepon dari seseorang, dagunya sempat mengencang sewaktu menajamkan telinga dan mendengar lawan bicara Excelsis adalah seorang pria.

"Jangan bilang kau cemburu pada sopirnya," ejek Zev, "oh iya, jangankan sopir ... adiknya sendiri saja ingin dipotong tangannya karena menyentuh 'Tuan Putri'-nya."

"Katakan saja bila kau sudah tidak sayang dengan lidahmu."

Meski nadanya tetap datar, Zev tahu saat yang tepat untuk mengurung lidah tersayang. Ancaman Wyfrien tidak bisa dipandang sebelah mata, karena jangankan isi kepala, menebak isi hatinya saja suatu kemustahilan.

Zev menoleh dan melihat Wyfrien tengah menyentuh dahinya dengan dengan dua jari teracung sambil memejamkan mata. Ia hanya bisa memutar bola mata, tahu persis dengan bahasa tubuh Wyfrien yang ingin memanipulasi pikiran seseorang.

Benar saja, tak lama Excelsis melangkah gontai menuju terminal bus terdekat. Wyfrien langsung menyalakan mesin mobil dan meluncur ke arah Excelsis. Beberapa langkah sampai di terminal, Wyfrien mengklakson hingga Excelsis tersentak kaget dan menoleh padanya.

"Kaget? Maaf. Tidak ada yang menjemputmu hari ini?"

Zev komat-kamit meniru sambil mencebik melihat modus operandi Wyfrien yang sangat mulus hingga korban tidak sadar tengah masuk dalam jerat buatannya.

"Ya. Tiba-tiba saja sopirku bilang tidak bisa menjemputku." Excelsis mendudukkan diri di bangku besi terminal sambil menyipitkan mata akibat sinar terik siang ini.

"Culasnya ...." seloroh Zev sebelum mengatupkan mulutn rapat-rapat saat Wyfrien menoleh padanya.

Awalnya Excelsis ragu-ragu, tapi akhirnya memberanikan diri bertanya pada Wyfrien, "Bila boleh tahu apakah kau akan melewati perpustakaan kota?"

"Ya. Bukankah rumahmu juga ke arah sana?" Wyfrien mengangkat alis.

"Iya, tapi aku harus ke sebuah kafe dekat sana. Aku ada janji dengan sahabatku."

"Naiklah. Aku akan mengantarmu."

"Benarkah? Terima kasih banyak." Excelsis segera bangkit dan akan membuka pintu belakang mobil, tapi Zev langsung keluar  dan menyuruhnya duduk di samping Wyfrien.

Setelah memastikan semuanya sudah mengenakan sabuk pengaman, Wyfrien langsung menginjak gas, membawa mereka ke tempat di mana Lysandra sudah menunggu Excelsis. Pertanyaan Excelsis terjawab bila nama keluarga keduanya yang sama bukanlah kebetulan.

"Hei, Vladi. Sejak kapan kau kenal Wren?"

"Wren? Ada apa dengan burung Wren?" Excelsis memutar kepala ke arah Zev yang duduk bagaikan pangeran muda di bangku belakang.

"Aku tidak membahas burung, Vladi. Tapi Wren di sebelahmu." Zev menunjuk Wyfrien dengan dagunya.

"Oh, kemarin."

"Pantas."

"Apa?"

"Dia tahu di mana rumahmu." Zev menatap pantulan wajah Wyfrien di kaca depan sambil mengangkat satu alisnya dan menyeringai, sebuah 'kode laki-laki' untuk mengatakan 'hebat, benar-benar gerak cepat!'

Wyfrien melirik sengit di kaca yang juga memantulkan wajah Zev, memberi isyarat supaya si adik angkat mengerem mulutnya.

Praktis, tidak ada sepatah kata pun yang terucap hingga mereka sampai di tempat tujuan. Mobil berbelok masuk dan mengantri untuk mengambil tiket parkir.

Excelsis menoleh pada Wyfrien. "Eh? Kalian juga ada urusan di sini?"

"Hanya dia. Aku tidak tahu apa-apa," timpal Zev.

***

"Lysa. Lama menunggu?" sapa Excelsis sambil mendekati meja Lysandra.

Lysandra dan Gale mendongak bersamaan.

Langkah Excelsis terhenti, kaget dengan kehadiran guru sejarah mereka. "Oh, maaf. Kau sedang ... bimbingan dengan Nona Gale?"

"Ayo bergabung sini, Excelsis!" Gale melambai pelan. "Cukup panggil Gale. kita di luar sekolah, ok?"

Excelsis melirik Lysandra yang hanya mengendik pelan dan memainkan alis, meminta sahabatnya untuk menuruti permintaan guru mereka. "I, iya Nona—Gale."

"Ya, begitu." Gale mengacungkan jempolnya, puas dengan anak didik yang bisa mengikuti instruksinya dengan baik.

Excelsis masih tidak habis pikir dengan penampilan guru sejarah mereka hari ini, kesannya terlalu berbeda dengan yang biasa ditunjukkan di sekolah. Nona Gale terlihat jauh lebih muda dan segar. Bila saja mereka tidak saling kenal, akan dengan mudah ia menebak Gale sebagai wartawati muda di pertengahan usia dua puluhan tahun yang tengah mewawancarai Lysandra.

Gale menyeringai senang sewaktu membentur sosok Wyfrien yang menjulang di belakang Excelsis. "Wah, kau datang juga. Kukira kau akan membuang kertasku."

"Kenapa kau mengundangku ke sini?"

"Oh! Ada Zev juga. Halo, Zev." Gale melambai pada Zeva yang berdiri di samping Wyfrien. "Wua~h, ternyata gen kalian menarik ya! Kalian memang tidak mirip, tapi gantengnya mirip!"

Lysandra harus mengacungkan jempol atas ketajaman mata Gale, tapi ia tidak mau berurusan dengan Wyfrien, seganteng apa pun dia.

Excelsis menggeser bangku kosong di samping Lysandra dan duduk dengan kikuk. Lysandra tidak bisa mengalihkan pandangan dari Zev—lelaki penyaing kegantengan Schifar— yang baru kali ini dilihatnya.

Lysandra Ia mencengkeram lengan Excelsis dan menariknya mendekat. "Hei, siapa dia?" bisiknya.

"Wyfrien dan—"

"Yang satunya! Aku tidak peduli dengan Wyvern itu!" Lysandra nyaris menjerit, kesal mendengar nama Wyfrien disebut.

"Zev, adiknya Wy—"

"Oh. Hai, Zev ... kau murid baru?" Perhatian Lysandra sudah beralih pada Zev, tidak peduli lagi dengan apa yang hendak dikatakan Excelsis.

"Aku?" Zev menebar pesona karena melihat Lysandra sangat bersemangat, tipikal para betina di sekolah mereka yang tidak bisa melihat pejantan menawan. "Sayangnya, tahun ini aku lulus, Manis."

"Ya~h, sayang sekali."

***

Perkenalan singkat mereka berlanjut menjadi konferensi meja segi empat setelah semuanya duduk dan memesan pengganjal perut. Excelsis, Lysandra dan Gale sepakat memesan sepiring besar sphagetti bolognese, Wyfrien hanya memesan secangkir double espresso dan seporsi lady finger. Terakhir, Zev memesan semangkok kripik kentang dengan siraman saus keju dan espresso macchiato dari daftar menu.

Dalam kepala Lysandra langsung tertanam bahwa kopi adalah minuman favorit para pemuda karena para pejantan menawan yang diketahuinya menyukai kopi, kecuali papa Excelsis yang memilih minuman jus berwarna merah. Satu lagi yang sangat kentara, melihat selera makan para perempuan yang seperti babi kelaparan, para lelaki malah terlihat seperti deretan pejantan yang tengah berdiet.

Lysandra menutup mulut sembari tertawa kecil hingga Excelsis harus berbisik padanya, "Ada yang lucu?"

"Iya, EG. Dunia terbalik, dulu para betina yang berdiet, sekarang malah para pejantannya!"

"Hah?"

"Hei, kau pernah lihat Schifar makan banyak? Semua pesanannya lebih banyak dihabiskan oleh kita. Terus, coba kau lihat pesanan dua pejantan ini, mana kenyang coba?"

"Iya, juga."

***

Ini kayaknya chapter terfavorit karena nulisnya ble~s aja gitu tanpa hambatan. Mana interaksi 'sadis' Wyfrien sama Zev tuh menurutku lucu aja. Ah ... mungkin hanya perasaanku aja.

Glosarium:

Wren: Sejenis burung pipit.

Wyvern: Makhluk mitologis bersayap dengan kepala naga, tubuh reptil, sepasang kaki dan ekor yang panjang. Saudara jauh naga.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top