Chapter 11.0 - Invitation Letter
"Selamat pagi, Sayang. " Myristica sudah duduk di tepi ranjang.
Lysandra tidak akan bicara sepatah kata pun sebelum menggosok gigi. Sebagai gantinya, ia menyunggingkan senyum termanis sambil melemparkan tatapan bertanya.
"Bangunlah. Ada yang menunggumu di luar."
Alis Lysandra terangkat dan matanya membesar.
Myristica paham dengan bahasa tubuh putrinya. "Dia hanya mengatakan ingin mengembalikan tasmu."
Merasa tugasnya sudah selesai, Myristica berdiri dan keluar karena masih harus menyiapkan sarapan. Ia gagal menangkap pancaran kekesalan di mata Lysandra yang langsung turun dari ranjang dan ingin meninju seseorang yang tengah bertamu di ruang depan. Tidak ada lagi sosok yang merasuk dalam kepalanya selain wajah Alfred.
***
Di dapur, Myristica keheranan karena hanya mendengar percikan air tanpa nyanyian pengiring yang memekakkan telinga dari bilik berkeramik putih di seberang ruangan.
"Ada apa?" tanya Quentine yang baru masuk.
"Pagi, Quentine. Kau tidak merasa ada yang lain hari ini?" Myristica berteka-teki.
Quentine menggeleng dan hendak bersuara lagi. Namun, Myristica langsung menyandarkan telunjuk di bibirnya dan menjeling keluar ruangan. Kesunyian kembali mengisi seantero dapur.
"Ada apa dengan anak itu?" Quentine keheranan denngan suasana pagi di rumah mereka yang lebih sunyi dari biasanya.
Myristica mengendikkan bahu. "Entah."
"Setidaknya tidak ada polusi di pagi hari." Quentine mendapatkan lemparan senyum dari wanita yang menurutnya memiliki senyum terindah di dunia.
***
Lysandra keluar dari kamar. Ia memadukan kaos hijau zambrud tebal setinggi leher dan jaket wol putih sebatas lutut hasil rajutan Myristica. Celana panjang ketat berwarna coklat pucat melengkapi penampilannya.
Di ruang depan, Lysandra disambut sosok jangkung yang berdiri membelakanginya. "Kau!" Seketika jantung Lysandra berdebar kencang akibat adrenalin yang meledak-ledak.
Sosok yang berpakaian serba hitam berbalik, "Selamat pagi Nona Hazel. Maaf sudah mengganggu sepagi ini—"
Tubuh Lysandra menegang sewaktu kilasan peristiwa kemarin terbersit dalam ingatan. "Ada apa Tuan kemari?"
Alfred menggeleng. "Ah—Jangan panggil saya dengan sebutan 'tuan', Nona."
"Jadi, aku harus memanggilmu apa? Penjahat?" cecar Lysandra sembari meningkatkan kewaspadaannya.
"Bukankah itu terdengar tidak sopan bagi seorang pelajar terdidik seperti Anda?"
"Bisa kita ke intinya sekarang?" Lysandra juga merasa perkataannya kelewatan, tapi dirinya tidak bisa menampik kekesalan yang perlu dilampiaskan.
Pandangan Lysandra bergeser ke tas punggung yang dijinjing Alfred. "Anda melanggar privasi saya!"
Alfred paham betul dengan maksud Lysandra. "Maaf atas kelancangan saya, Nona. Dugaan Anda benar, tapi apakah ada pilihan lain?" Alasannya memang masuk akal.
Alfred menyodorkan tas punggung Lysandra. "Saya hanya mencari kartu identitas saja."
"Ya, ya. Maaf atas kecerobohan saya sehingga menyusahkan. Dalam kesempatan ini juga saya berterima kasih atas kebaikan Anda." Lysandra mengambil tasnya.
"Saya cukup lega karena Nona kelihatannya baik-baik saja." Alfred tersenyum ramah.
"Ya. Seperti yang Anda lihat."
Saat ini Lysandra ingin sekali meminta Quentine memanggil Svelatrix untuk mengubah sosok di depannya menjadi abu. Dingin logam yang menempel di lehernya kemarin sungguh sulit dilupakan.
"Bila sudah tidak ada yang ingin disampaikan lagi, Anda sudah tahu pintu keluarnya, bukan?" Netra Lysandra berpindah ke arah pintu di belakang Alfred.
"Tentu saja ada. Justru ini yang mengganggu pikiran saya, Nona." Alfred merogoh sagu dan tidak melepaskan matanya dari Lysandra.
"Pikiran Anda yang terganggu, bukan? Jadi itu bukan urusan saya." Lysandra mempertegas kata 'bukan' sambil menyunggingkan senyum sinis.
"Sudah pasti ada hubungannya. Sebelum berperang saya harus mengenal musuh dengan baik, Anda setuju dengan pernyataan itu?"
"Hei, Tuan Alfred yang mulia! Berhentilah mencari masalah atau papaku akan bertindak. Sekarang pergilah sebelum Anda menyesal!" Emosi Lysandra terpancing dengan intimidasi Alfred.
Lagipula dirinya mulai muak menggunakan sebutan formal seperti 'saya' dan 'Anda' seperti Alfred.
"Ow, Vampire kecil—kau memiliki pelayan yang kau panggil 'Papa'? Menyentuh sekali ...."
Lysandra termakan provokasi Alfred. "Pergi dari rumahku, iblis!" teriaknya jengkel.
"Hazel? Ada apa, kenapa teriak-teriak?" Quentine muncul dari koridor yang menghubungkan ruang dapur dan ruang depan.
"Aa~h, Anda pasti 'Papa' Nona Hazel. Senang berkenalan dengan Anda, Tuan." Alfred membungkukkan badan untuk memberi hormat.
"Ya. Apa yang kau lakukan pada putriku?" Quentine beradu pandang dengan Alfred. Dalam sekejap keduanya saling menabuh gendang perang.
"Seperti yang Anda lihat, saya tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya. Mungkin putri Anda yang terlalu ... paranoid?" Alfred melempar senyum yang lebih pantas disebut sebuah seringai.
"Paranoid katamu? Aku hampir mati di ujung pisau Anda, Tuan!" protes keras Lysandra, tidak terima dengan perkataan Alfred.
"Bagus Hazel, bagus. Sekian lama kita berbincang dan kau sama sekali tidak membahas ini?" Pertanyaan Quentine diliputi kekesalan dan frustasi. Ia memang sempat mengintip memori Lysandra, tapi tidak menemukan kilasan peristiwa yang dimaksud Lysandra.
"Bu—bukan begitu, Pops ...." Lysandra tergagap, tidak menduga papanya malah balik memarahinya.
"Frenum."
Seketika suhu ruangan di sekeliling Lysandra turun drastis. Dirinya Alfred mematung—dalam arti harafiah—seperti boneka pajangan etalase toko pakaian.
"Myristica?" Quentine menatap istrinya yang sudah berdiri di sampingnya. Sekujur tubuhnya dilingkupi aura biru yang menguar-nguar.
Myristica berdiri di antara Lysandra dan Alfred dan menyentuh dahi keduanya dengan ujung jari telunjuk. Saat melakukan penelusuran isi pikiran, mata Myristica menjadi serupa dengan milik Cervius.
Selesai melihat kilasan peristiwa di kepala Lysandra dan Alfred, cahaya di mata Myristica perlahan meredup bersamaan dengan aura biru yang kembali merasuk dalam tubuhnya.
Myristica berpaling pada Quentine. "Sebelum kau memarahi putrimu, sebaiknya pelajari dulu apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak ingin mendebatmu di depan putri kita—bijaksanalah." nasihatnya seraya menepuk bahu Quentine sebelum kembali ke dapur.
Semua kembali seperti semula, seolah tidak pernah terjadi sesuatu. Hal yang dilakukan oleh Myristica adalah kemampuan untuk menghentikan waktu dan melihat memori seseorang. Kemampuan ini bisa dipelajari oleh semua golongan Pixie, tapi Quentine tidak pernah bisa menguasai kemampuan membekukan waktu dengan baik.
Quentine mendesah singkat, tahu sang istri memintanya untuk melepas mantra pembebas. "Frenara."
Seketika kondisi Alfred dan Lysandra kembali seperti semula. Quentine menatap Alfred. "Pergilah, sebelum aku berubah pikiran. Ada yang ingin kubicarakan dengan putriku."
"Tugas saya benar-benar selesai setelah menyerahkan amplop ini." Alfred menyodorkan selembar amplop bersegel lilin pada Lysandra.
"Apa itu?" Lysandra menimbang-nimbang antara menerima atau menolak sodoran amplop tersebut.
"Undangan untuk pameran hari Minggu, berlaku untuk dua orang." Alfred kembali mengayun pelan, isyarat supaya Lysandra mengambil amplop di tangannya.
"Bukankah pameran itu berlaku untuk umum, kenapa perlu undangan segala?" Lysandra buru-buru mengambil amplop sebelum berpindah ke tangan Quentine.
"Nona. Kau bisa mengetahui mengenai pameran tersebut bukanlah sebuah kebetulan. Kau tidak tahu? Hanya mereka yang terpanggil yang merespon." Alfred berteka-teki dan memasang senyum misterius.
Lysandra meninggikan tembok pertahanan. "Apa maksudnya?"
Bukannya merespon pertanyaan Lysandra, Alfred malah mengeluarkan jam sakunya. "Baiklah. Terima kasih atas waktu berharga yang terbuang karena kehadiran saya di sini. Saya mohon diri," tutup Alfred sambil membungkuk hormat, merasa sudah menunaikan tugasnya.
Lysandra tetap berdiri di tempatnya, membiarkan Quentine membukakan pintu untuk Alfred. Tak lama terdengar suara deru mobil dinyalakan dan mulai bergerak menjauh lalu hilang sama sekali.
Selepas kepergian biang keributan di pagi hari, mata Lysandra beradu dengan Quentine, rahangnya mengencang. "Hazel, siap menjelaskan?"
"Dia pelayan dari tempat aku meninggalkan tas ini." Lysandra menggoyang tas punggung yang masih dipeluknya.
"Lalu?"
"Quentine, Hazel ...! Sarapan sudah siap!" panggil Myristica dari dapur.
"Sebaiknya kita sarapan dulu, Pops. Atau Perang Dunia Ketiga akan pecah." Lysandra meletakkan tas punggungnya di sofa sembari melewati bahu Quentine menuju dapur.
***
Sarapan pagi ini adalah pancakes yang diolesi madu. Mata Lysandra langsung berbinar-binar bahagia melihat empat tumpuk pancakes bulat berwarna coklat keemasan di piring. Lelehan madu mengaliri tepian makanan manis itu.
"Mari maka~n!" Lysandra langsung mengambil satu piring kecil lainnya dan mulai menyantap potongan pancakes teratas. Dalam hitungan satu menit, tiga pancakes sudah masuk dalam perutnya.
"Pelan-pelan, Lisy." Myristica masih membuat beberapa pancakes lagi sebelum adonannya benar-benar habis.
"Iak ia. Pan'ek ii wawu eak," balas Lysandra di sela-sela menguyah pancakes yang mengisi seluruh rongga mulutnya.
Dirinya baru saja menguasai bahasa alien yang bila diterjemahkan menjadi 'tidak bisa. Pancakes ini terlalu enak'.
***
Glosarium
Frenum: Mantra dasar yang bisa dipelajari bangsa lain yang memiliki bakat dalam sihir. Mantra ini bukanlah penghenti waktu, tapi lebih ke 'ilusi' berdasarkan suara. Mereka yang tersugesti akan tampak mematung dan tidak sadar mereka telah jatuh dalam mantra ini. Selain itu, mantra hanya akan berfungsi bila dilemparkan ke target yang dipilih oleh pelempar mantra. (Di atas Myristica hanya memilih Lysandra dan Alfred sebagai target mantranya).
Frenasa: Mantra pembalik dari Frenum.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top