Tujuh

#JusticeforVioletta

Berpacaran diam-diam, apa yang pertama kali terlintas di benak kalian? Apa kah kalian juga pernah merasakannya, bagaimana rasanya?

Mungkin sebagian orang mengira itu hal yang tidak perlu dipermasalahkan, ada beberapa alasan yang menyebabkan sepasang kekasih memutuskan untuk menyembunyikan hubungan dengan pasangannya. Salah satu contoh yaitu mereka berdua.

Violetta dan Eldric.

Masih ada waktu tiga hari Violetta berada di sekolah, bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Namun nyatanya, ia tidak pandai bersandiwara. Vransiska secara terang-terangan bertanya, "Kau kenapa?"

Nyaris terhenti di tengah jalan sandwich yang dimakannya, Violetta cepat-cepat menelan susah payah. Ia menggeleng sebagai jawaban seraya tersenyum tipis. Lalu, melanjutkan lagi sesi makannya.

Vransiska memutar bola mata, mendengus sebentar. Sebelum mengangkat suaranya lagi, gadis itu mencekal pergelangan tangan Violetta yang memegang sebuah sandwich untuk dimasukkan ke mulut.

Tatapan Violetta pun dikunci oleh Vransiska. Sama-sama serius, bahkan sejak bel istirahat berbunyi pun belum ada percakapan seperti biasanya. Vransiska merasa Violetta ini menyembunyikan sesuatu di belakangnya.

"Cerita saja, tidak ada yang perlu ditutup-tutupi." Vransiska mencairkan suasana dengan terkekeh di akhir kalimatnya, membuat Violetta merasa sedikit lega.

"Nanti saja, bagaimana?" tanya Violetta, menurutnya sekarang belum pas. Ditambah, kurangnya pihak lain yang bersangkutan. Ia tidak mau jika dimarahi habis-habisan sendirian oleh Vransiska, paling tidak ada juga yang harus bertanggungjawab dalam kasus ini.

Kemuadian, Vransiska mengangguk paham. Kondisi berubah menjadi biasanya, tidak ada lagi percakapan yang dilakukan oleh keduanya. Sama-sama menikmati makan siang, mengumpulkan cadangan makanannya dalam lemak untuk berlangsungnya proses belajar yang baik nanti.

Setelah selesai, baik Violetta maupun Vransiska bangkit. Saling tatap beberapa saat, seperti memikirkan sesuatu.

"Ah! Apa kau lupa janjiku?" tanya Vransiska.

Violetta mengerutkan kening, benar-benar tidak ingat. Sementara itu, terdengar decakan di sebrang sana.

"Kita akan berbicara pada kepala sekolah dan memintanya menjabut surat pengeluaran siswa itu." Setelah selesai menjelaskan, Vransiska segera menarik lengan Violetta.

Waktu istirahat sebentar lagi akan berakhir, itu yang mrmbuatnya buru-buru ke ruang kepala sekolah. Sejenak, mereka berdua terdiam di ambang pintu. Dengan ragu, Violetta mengetuk pintu tersebut sebanyak tiga kali.

Tidak ada sahutan yang mengizinkan masuk dari dalam sana, malah terdengar keributan yang samar-samar. Vransiska menempelkan telinganya ke pintu, sedangkan Violetta mencari celah agar pemglihatannya bisa masuk yaitu melalui engsel pintu.

".... Fuck you, boy!"

"I'm sorry, but ... it."

"Get out!"

Dengan sigap Vransiska menarik tubuh Violetta untuk pergi. Mereka bersembunyi di balik meja besar yang sengaja ditaruh sembarangan di sana. Tak lama pintu terbuka, seseorang keluar sambil memegangi sudut bibirnya.

"El--" Mulut Violetta langsung dibekap telapak tangan oleh Vransiska yang berada di sebelahnya.

"Jangan mengurusinya lagi, selesaikan masalahmu lebih dulu." Vransiskan keluar dari tempat persembunyian, diikuti gerakan yang sama oleh Violetta.

Mereka menatap punggung Eldric yang semakin lama semakin mengecil karena terkikis oleh jarak. Lalu, menghilang di belokan koridor menuju tangga.

Tanpa ketukan pintu dan salam, Vransiska melangkahkan kaki untuk memasuki ruangan kepala sekolah. Seperti anak sultan, seenak yang dia mau. Dihantui rasa takut, Violetta masuk sambil menunduk.

Kalau tidak punya salah, buat apa takut?

Mata Mrs. Elizabeth mengikuti gerakan tubuh yang Violetta lakukan. Dari mulai berjalan lambat sampai menjatuhkan bokong di sebelah Vransiska. Semua diawasi oleh wanita tersebut. Entah apa yang membuatnya seperti itu, pada intinya Violetta hanya perlu keadilan.

#JusticeforVioletta

Keadaan mendadak mencekam, tidak ada yang memulai pembiacaraan. Violetta mencekram ujung rok sahabatnya itu, meminta kepahaman. Alhasil, Vransiska mengutarakan pendapatnya.

"Teruntuk Mrs. Elizabeth yang terhormat, bisa kah menjelaskan alasan Violetta dikeluarkan?"

"Hmm ... secara rinci."

Mrs. Elizabeth menatap Vransiska, lebih tepatnya mendelik pada gadis itu. Namun, Vransiska sendiri tidak begitu menyadari dan lebih memilih tidak peduli sepertinya.

"Kedua orangtuanya adalah psikopat yang keji, tidak ada satu pun sekolah yang mau menampung anak keturuan seperti mereka. Itu hanya mencoreng nama baik sekolah di kota ini, jelas?"

"Jika sudah jelas, silakan keluar!"

Violetta menggebarak meja di hadapannya, siap mengeluarkan semua unek-unek selama ini. Dibanjiri air mata, ia berucap sendu, "Kau pikir semua terjadi karena kesalahanku? Itu pemikiran orang bodoh yang sama sekali tidak pantas menjadi kepala sekolah!"

Vransiska menimpali, ikut merasakan apa yang Violetta rasakan. "Sebelum bertindak, pikirkan baik-baik!" ucap gadis itu lantang.

Mrs. Elizabeth bangkit dan menyeret dua anak yang berani berkata tidak sopan di hadapannya dan sekaligus bertempat di singgasannya. Mendorong mereka keluar lalu membanting pintu dengan kencang.

"Sekolah ini tak lama akan hancur, kuyakin," lirih wanita paruh baya tersebut, tampak letih menghadapi murid-muridnya yang temperemental semua.

Harus menenangkan diri, dia pun menekan bel pulang padahal belum waktunya.

Kringgg ... kringgg ... kringgg....

Para murid berhamburan tidak tertib, bersorak gembira atas kepulangan mereka yang dipercepat. Di tengah perjalanan menuju kelasnya, Violetta mematung sejenak. Menyaksikan pemandangan yang membuatnya penasaran bukan main.

Terlihat dua anak laki-laki tengah berbisik, lalu satu di antara mereka memberi sebuah plastik hitam.

Ia pun mengkuti si pemberi berjalan, matanya tidak salah lagi. Itu memang Eldric, lalu apa yang Eldruc beri pada anak itu? Plastik berisi apa?

Memberanikan diri untuk menghampiri penuh ketakutan, ia bertanya dengan gemetar, "A-apa yang kau be-berikan padanya, Eldric?"

Sontak saja, leher Eldric menegang. Lelaki itu tetap menoleh dan menjawab singkat, "Bukan urusanmu." Lalu, melenggang begitu saja meninggalkan kekasihnya yang mematung di tempat.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top