Empat

Bersenang lah, bocah laki-laki

Eldric tampak memasang wajah tidak suka begitu kekasihnya mengiring Violetta untuk ikut berbicara di sebuah cafe. Tempat di mall besar, tidak pantas untuk Violetta menginjakkan kaki di sana.

"Kau mengajak dia?" tanya Eldric seraya menarik kursi untuk Vransiska duduk.

Merasa dipermalukan, Violetta bergeges menuju toilet. Ia berlari sekuat tenaga, beruntung tidak manabrak apa-apa. Jujur, Violetta masih menaruh rasa pada Eldric. Namun, kondisi sangat tidak memungkinkan cintanya terbalaskan.

Sementara itu di dalam toilet, Violetta menahan tangis. Ia tidak mau terlihat cengeng di depan para pengunjung toilet yang ada, mereka bahkan kebingungan saat ia datang tergopoh-gopoh.

"Apa kau tidak mampu menahannya?" Seorang ibu bertanya, mendekat ke arah Violetta berdiri. Memang, tidak ada satupun pintu yang terbuka, semua terisi penuh. Mungkin si ibu berbaik hati mengizinkan Violetta mengambil lahan.

Violetta tersenyum tipis dan menggeleng. Tak lama salah satu pintu terbuka, si ibu itu pun segera masuk. Ia harus sabar menunggu giliran, meski pun paling akhir. Daripada menyaksikan drama romantis antara lelaki yang dicintainya berdua dengan sahabatnya sendiri.

"Kau memakai lipstick terlalu mencolok, teman." Suara anak perempuan di depan westafel, sedang berbicara pada temannya yang tengah mengulum bibir dan mengaca pada cermin.

Violetta pura-pura ingin mencuci tangan, padahal berniat mendengar percakapan dua anak perempuan itu. Ia seolah tertarik dengan sesuatu yang membuat seseorang menjadi lebih cantik, orang bilang peralatan make-up.

Jika saja dari dulu ia memiliki alat-alat itu, mungkin di sekolah tidak akan di-bully karena jelek. Itu hanya satu dari sekian banyak alasan dirinya dinistakan oleh teman-temannya.

"Menurutku tidak," ucap Violetta tiba-tiba. Suasana pun berbuah jadi canggung, dua anak perempuan itu saling tatap satu sama lain. Violetta merasa salah sudah mengambil keputusan untuk berpendapat, ia menunduk malu.

Anak yang memakai lipstick tersebut justru mengukir senyuman, manis. "Terima kasih," ucapnya ramah. Lalu, satunya lagi merogoh tas selempang yang ditaruh di samping westafel. Mengambil sesuatu dalam sana, ternyata sebuah lipstick berwanra lebih muda dari yang temannya pakai.

"Kalau ini, bagaimana? Lebih cocok untuk remaja 'kan?" Diberikan pertanyaan seperti itu, Violetta hanya menjawab dengan satu anggukkan. Jujur dirinya tidak paham. Jangankan memakai lipstick, membelinya saja belum pernah.

Anak perempuan itu pun memakainya, memang tampak cocok untuk seumuran remaja. Warna merah muda, terlihat natural. "Kau mau?" tawarnya sambil menyodorkan ke arah Violetta.

Sesuai tujuan awal, ia pun segera mengikuti cara singkat anak tadi. Masih pemula, sedikit keluar garis. Namun, terlihat seperti Violetta yang baru. Lebih manis dan segar. Bibir agak hitam dan pecah-pecah tersamarkan dalam sekejap.

"Terima kasih."

"Sama-sama, sampai jumpa lagi, kawan."

Violetta menatap mereka yang melenggang pergi, andai semua orang seperti mereka. Merasa punya teman, direspon kalau berbicara maupun bertindak. Ah, berandai-andai hanya buang-buang waktu.

Salah satu toilet kembali terbuka, kali ini ia cepat-cepat masuk. Menurut penilitian, mendengar air yang mengalir membuat ingin membuang air kecil. Memang benar, buktinya Violetta jadi pengin seperti itu.

Setelah selesai, ia bingung apa yang harus dilakukan. Balik lagi ke sana? Ooh ayo lah, beri jeda hati untuk berhenti menangis. Akan tetapi, harus pergi ke mana? Ia bingung, berjalan tanpa arah keluar toilet.

Dari jauh, ia melihat Vransiska masih duduk bersebelahan dengan Eldric. Biarpun membelakanginya, pemandangan tersebut seungguh menerihkan mata. Ditepisnya kasar air mata yang siap meluncur, tekadnya cukup bulat untuk menghampiri dan langsung izin pulang.

"Permisi," ucap Violetta begitu sampai.

Vransiska segera bangkit dan menarik lengan Violetta, "Ayo pulang!"

Diganggam sedemikian kencangnya, sontak Violetta tidak bisa menghentikan langkah Vransiska. Ia hanya ingin bertanya, mau di bawa ke mana. Pasalnya, arah pulang bukan ke kiri. Harusnya ke kanan.

"Aku muak mendengar kejamnya Eldric padamu, kau harus membalasnya." Violetta mencerna ucapan Vransiska, yang menjawab pikirannya.

Entah niat baik atau buruk yang Vransiska lakukan, intinya Violetta merasa senang saat menginjakkan kaki ke sebuah salon. Mewah dan megah, sampai-sampai terpukau beberapa detik.

"Kau harus berubah agar dia menyesal." Vransiska menyerahkan Violetta ke salah satu pegawai, menyebutkan seluk-beluk kecantikan perempuan dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Sementara itu, Violetta sedikit cemas. Siapa yang akan membayar semua ini? Ia bahkan tidak membawa uang barang sepeserpun, kantong celananya saja sudah bolong. Ingin bertanya, tapi lagi dan lagi Vransiska seakan mampu membaca pikirannya.

"Jangan khawatir, aku yang akan membayarnya," ucapnya tulus seraya merangkul Violetta dari samping.

Lalu, mengajak gadis itu tersenyum ke arah cermin. Menunjukkan bahwa hidup juga membawa kebahagiaan. Tidak harus melulu tentang kekasih, sahabat pun bisa membuat bahagia.

Beberapa jam kemudian, Violetta dirombak sedemikian rupa. Menjadi Violetta yang baru, lebih dari kata cantik. "Itu kau?" Vransiska menaruh majalah fashion yang tengah dibacanya ke tempat semula. Menggeleng tidak percaya.

Rambut yang tadinya kusut tidak beraturan, kini tampak halus dan rapi. Diberi sedikit percikan warna merah tua di ujung bawahnya yang bergelombang.

Wajah yang kumal disulap menjadi mulus, segala noda tersamarkan oleh bedak yang dipakai. Segala macam dipakai, apapun itu yang menyangkut make-up.

Pakaian, sesederhana kemeja putih yang dimasukkan ke celana bahan. Terkesan luar biasa di tubuh Violetta. Begitupun dengan alas kaki, sendal jepit diganti menjadi pantofel.

"Biar kufoto dan ku-upload ke media sosial." Vransiska mengeluarkan ponselnya, Violetta menuruti begitu saja.

"Hmm, sepertinya dipotong saja gambarnya. Bertahap agar mereka penasaran." Vransiska memotong sebagian wajah Violetta, lalu memberitahu hasil jepretannya itu.


Dalam hati, Violetta hanya bisa bergumam, bersedih lah bocah laki-laki. Terutama untuk Eldric, pasti amat menyesal.








Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top