Dua

Ibu Akan Pergi

Sudah sekitar dua jam Violetta menunggu ibunya datang. Televisi yang menyala tak membuat rasa bosannya berkurang, malah terkesan seperti televisi yang menonton gadis itu. Seperkian detik kemudian, saat hendak beranjak dari tempat duduknya, terdengar suatu barang yang jatuh dari arah dapur.

"Kkami...." Ia duduk kembali, layaknya ditarik oleh magnet dari sofa berwarna emas tersebut. Sebelumnya, Kkami adalah anjing kecilnya. Sudah tidak asing lagi jika binatang tersebut membuat kacau dapur kos-an.

Tiba-tiba saja menyembul kepala Kkami, anjing itu berlari kecil ke arah pemiliknya. Sungguh menggemaskan, Violetta menyambut dengan hangat. "Kau makan apa, sayang?" tanyanya sambil mengelap bercak makanan di area mulut anjing tersebut.

Violetta bergidik jijik, bodohnya dia mengelap tanpa bantuan apapun. Padahal tissue bisa dijangkaunya dengan mudah. Kkami menghindar, Violetta gemas dan mengeratkan pelukannya pada binatang perliharaanya itu.

"Ibu mana ya?" tanya Violetta, tentu saja tidak akan bisa dijawab oleh Kkami. Embusan angin malam menggoyangkan hordeng putih di samping gadis itu terduduk, Violetta segera melepaskan Kkami dan menutup jendelanya.

Sejenak ia termenung, mengedar ke sekitar lingkungan rumahnya. Amat sepi, seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Lampu jalan tampak redup, kepala desa memang terkesan tidak merawat fasilitas yang ada. Violetta mendengus kesal, benci pada pria paruh baya yang selalu memakan uang itu.

Jika saja pada saat pemilihan ketua desa Violetta diperbolehkan menyoblos, tak segan-segan gadis itu memilih si lawan. Meskipun lawan dari ketua desanya sekarang adalah mantan pengedar narkoba, menurutnya lebih baik daripada si koruptor.

Srkkk ... srkkk....

Terdengar suara plastik yang diganggu ketenangannya, ia pun menoleh mendapati Kkami tengah mendegus-dengus plastik hitam di atas meja belajar. "Kkami, turun sayang!" seru Violetta lembut, ia yakin Kkami akan paham.

Namun, untuk saat ini nyatanya keyakinan Violetta runtuh dalam sekejap. Kkami tampak tak acuh, sambil terus berusaha membuka plastik yang menarik perhatiannya sebagai seekor anjing.

"Kkami!" Ia marah dan mengevakuasi barangnya terlebih dulu ke dalam laci. Kemudian, menangkap Kkami dan menggendongnya.

Hanya hal itu yang berhasil membuat Violetta membentak Kkami. Bagi Violetta, barangsiapa yang berani menyentuh plastik hitam miliknya yang ia temukan tempo lalu, tak segan-segan akan ia marahi. Sekalipun binatang kesayangannya sendiri, Kkami.

"Itu berharga, lebih dari apapun." Sambil terus berjalan menuju balkon, Violetta bergumam sedemikan. Tak masalah tak ada yang mendengar, ia sebatas menunjukkan betapa berharganya kantung plastik tersebut.

Kkami tampak meronta, seperti ingin lepas dari pangkuan Violetta. Lantas, ia pun membebaskan Kkami. Ternyata Kkami berlari masuk ke kamar, mungkin ingin makan ke dapur lagi.

Jangan heran jika dapur berada di lantai dua, Violetta mengekos. Dapur pun bareng-bareng bersama yang lain, tak jarang dari mereka menegurnya saat Kkami mulai mengacak-acak isi dapur. Namun, biar lah asal Kkami bahagia.

Malam semakin larut, tak ada tanda-tanda kepulangan ibunya. Violetta mulai mengantuk, tapi sebisa mungkin ditahan oleh gadis itu. Jika ia memutuskan untuk tidur, tidunya akan tidak tenang.

Sorotan lampu di ujung jalan, berhasil membuat mata Violetta berbinar. Tidak salah lagi, pasti kedatangan ibunya. Namun, beberapa detik kemudian kebahagian itu sirna. Bukan, kendaraan roda empat tersebut milik negara.

Mobil polisi. Entah mengapa jika melihatnya saja membuat Violetta cemas, teringat kejadian yang menimpa ayahnya beberapa tahun lalu.

Saat itu, semua bersorak gembira karena detik-detik pergantian tahun. Namun, tidak dengan gadis kecil dan seorang ibu yang menuntunnya. Mereka berdua tampak sedih begitu ada yang mengabari berita buruk.

Kepala rumah tangga mereka dikepung beberapa polisi di sebuah jalanan sepi, polisi-polisi gagah yang bersenjata. Membuat nyali pria berpakaian serba hitam tersebut ciut untuk kabur.

Si gadis kecil mulai menangis sesegukan sambil menggoyang-goyangkan lengan ibunya untuk mengajaknya ke sana. Sementara itu, si ibu menangis dalam diam. Di tengah kesunyian malam dan ketegangan yang tercipta, pria tersebut tersenyum singkat.

Lebih tepatnya menyeringai, seringaian seorang psikopat yang baru saja membunuh mangsa baru beberapa menit yang lalu.

Violetta mengerjap kaget, begitu lengan berbulu Kkami hinggap di tungkai atasnya. Kkami berhasil menggagalkan niat Violetta yang ingin menangis, syukur binatang itu cepat datang. Air mata seorang Violetta tidak jatuh sia-sia, si psikopat tengah malam dalam lamunannya memang tak pantas untuk ditangisi.

"Apa mataku tak salah lihat?" Violetta menyipitkan mata, tapi memang benar. Bukan pandangannya yang salah. Ia pun buru-buru melenggang, ingin tahu apa penghuni kos-kos di sekitarnya juga terkejut atau tidak.

Saat membuka pintu, anak pemilik kos yang kebetulan tinggal di sebrang kamarnya keluar. Bocah laki-laki itu menangis kencang, beberapa orang mulai muncul.

"Apa benar itu ibumu?" tanya seorang wanita, mewakili para hadirin yang ada.

"Iya itu ibuuuuu...." Mendengarnya melirih pilu, membuat Violetta ingin memeluk untuk menenangkan. Memberitahu bahwa nasibnya dan bocah lelaki itu sama. Bersatu dalam sebuah pelukan, penuh kehangatan.

Tiba-tiba saja dari arah tangga terdengar derap langkah bersamaan. Violetta menoleh, betapa terkejutnya dia begitu melihat ibunya ada juga di tengah-tengah para polisi.

"Ibu," ucap Violetta pelan. Sedangkan bocah laki-laki yang ada dalam pelukannya, mulai berhambur haluan untuk memeluk salah satu wanita yang dikepung.

Kaki Violetta melemas, sudah tidak kuat menopang tubuhnya sendiri. Berada dalam ambang batas kesadaran yang dimiliki, Violetta masih bisa melihat ibunya yang tersenyum. Senyuman yang amat mirip seperti ayah, apa ibu juga psikopat?

Lalu, semuanya gelap.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top