#7 : Bukti

Hari menunjukkan pukul setengah enam pagi saat Rara membuka matanya. Dia melihat Dyan sudah tidak ada di tempat tidurnya. Rara menjadi cemas. Dia membuang selimutnya dan keluar dari kamar. Dengan langkah cepat dan terburu-buru, Rara menuruni satu per satu anak tangga.

"Dyan...! Dyan...!" panggil Rara.

Saat tiba di ujung anak tangga, Rara hampir saja menabrak Tante Afhita yang sedang membawa segelas susu.

"Rara... Hati-hati. Kamu hampir saja menumpahkan susu ini!" omel Tante Afhita.

"Tante! Di mana Dyan?" tanya Rara.

"Aku di sini, Ra." jawab Dyan yang muncul dari arah dapur.

Mendengar suara Dyan, Rara pun langsung menghampirinya.

"Kamu dari mana saja?"

"Aku baru akan sarapan. Tadinya aku mau membangunkanmu, tapi kulihat kamu terlihat sangat lelah. Jadi kuurungkan niatku." jelas Dyan. "Lalu, Mama berinisiatif membawakan segelas susu untukmu."

Tante Afhita mendekati mereka berdua. "Ya sudah. Karena kamu sudah bangun, kita sarapan bersama."

Rara mengangguk lalu berjalan menuju dapur bersama Dyan. Sudah ada Om Yusman yang sedang sarapan di kursinya.

Dyan menarik kursi di depan Om Yusman, Rara menyusulnya dengan menarik kursi di samping Dyan. Tante Afhita membantu mengoleskan selai kacang ke roti milik Dyan dan selai cokelat ke roti milik Rara.

***

Pukul 06.30

Rara dan Dyan sudah siap berangkat sekolah. Meski tadi Tante Afhita menyuruh Rara untuk istirahat dulu, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Rara. Tante Afhita pun memanggil supirnya.

"Pak Zainal, tolong antarkan anak-anak saya, ya."

"Baik, Bu."

*Ternyata namanya Pak Zainal*. Batin Rara.

Rara dan Dyan masuk ke jok belakang mobil, disusul Pak Zainal yang langsung menyalakan mobilnya.

"Dyan, terima kasih, ya, atas seragamnya." ucap Rara.

"Iya, Ra. Seragammu kan sedang di laundri oleh mama. Jadi untuk sementara, kamu pakai seragam ini saja."

Rara tersenyum. Tak beberapa lama kemudian, mobil yang dikendarai Pak Zainal meluncur dari halaman rumah Dyan.

***

Sekolah sudah mulai ramai saat mobil Dyan berhenti di depan gerbang sekolah. Rara dan Dyan keluar dari mobil. Kali ini, Rara tidak mengucapkan terima kasih kepada Pak Zainal.

"Ra, Yan!" panggil seseorang yang tak lain adalah Zaid.

"Hai, Id." sapa Dyan.

"Ra, aku turut berduka cita, ya." ucap Zaid.

"Terima kasih, Id."

Mereka berbincang-bincang sebentar lalu memutuskan untuk masuk ke kelas sebelum bel masuk berbunyi.

"Neng Rara!"

Rara menoleh. Mencari tahu siapa yang memanggilnya. Ternyata yang memanggilnya adalah Pak Anwar.

"Ada apa, Pak?" tanya Rara.

"Saya turut berduka cita, Neng. Saya sebenarnya sudah mempunyai firasat buruk tentang hal ini. Seharusnya, Neng Rara percaya sama saya. Pasti ini ulah Mar..."

"Saya rasa bukan, Pak." potong Dyan. "Tidak ada hantu yang bisa membunuh. Saya yakin. Pelakunya itu hanya lah manusia biasa."

"Dyan benar, Pak. Apalagi ada bukti kuat yang saya temukan di dekat jasad kedua orang tua saya." ucap Rara.

"Eh? Bukti? Bukti apa?" tanya Pak Anwar.

"Sobekkan kain, yang saya yakin itu milik si pelaku." jawab Dyan.

"Kain apa?"

"Kain fleece, warna abu-abu. Kemungkinan pelaku saat itu menggunakan jaket, lalu kainnya tersangkut dan sobek." ucap Dyan lagi.

Pak Anwar diam. Tampak berfikir. "Mungkin saja yang dikatakan Nak Dyan ini benar. Tapi ada baiknya, kalian tidak mencari tahu soal ini. Bahaya."

"Terima kasih atas himbauannya, Pak. Tapi kami tidak bisa diam saja." kali ini Rara yang menyahut. "Kami masuk dulu, Pak. Bel masuk sudah mau berbunyi."

Pak Anwar mengangguk dan membiarkan mereka pergi.

***

Dari pertama masuk ke kelas, banyak sekali teman-teman Rara yang mengucapkan bela sungkawa atas kematian kedua orang tuanya, termasuk Rangga dan Fera.

Bahkan sampai istirahat pun, masih ramai yang mengucapkan bela sungkawa. Seperti saat ini.

"Yang kuat, ya, Ra." ucap Keiza, murid kelas 8-9.

"Terima kasih, Kei."

"Sabar, ya, Ra." timpal Lulu, temannya Keiza.

Rara hanya mengangguk saja, sampai mereka berdua pergi.

Dyan mengajak Rara untuk pergi ke kantin.

Sampai di sana, terlihat Rangga dan Fera yang sedang duduk. Rara lebih dulu menghampiri mereka. Sedangkan Dyan ingin membeli roti dulu.

"Thalia kemana? Dari pagi tidak terlihat." tanya Rara.

"Dia terlambat masuk. Tadi aku sudah ke kelasnya. Dia bilang akan ke sini, tapi dia ingin ke kamar mandi dulu." jawab Fera.

"Oh,"

"Nih," Dyan menyodorkan roti cokelat ke Rara. Rara menerimanya dengan senang hati.

Dyan menyobek plastik pembungkus roti itu dan berniat membuangnya di tempat sampah. Saat membuka tutup tempat sampah, Dyan langsung membuang bungkus roti itu. Baru saja ingin menutup lagi, tiba-tiba Dyan menghentikan pergerakannya.

Diantara tumpukan sampah-sampah itu, ada sebuah benda yang menarik perhatian Dyan. Sebuah kain. Dyan menarik kain itu, dan ternyata itu adalah sebuah jaket. Dyan mengerutkan keningnya.

Dikeluarkannya jaket itu dari dalam tempat sampah. Jaket itu tidak terlalu tebal. Tapi... Deg! berwarna abu-abu, berbahan fleece dan... Ada sobekan dibagian bawahnya.

A... Apa ini milik... Pelaku itu? Apa pembunuh itu... Ada di... Sekolah kami?!

"Woy, woy, ada apa, tuh?" tiba-tiba saja di sekitar Dyan, orang-orang berlarian menuju laboratorium komputer.

"Dyan!" panggil Rara.

"Ada apa?" tanya Dyan.

"Entahlah. Ayo kita lihat," ajak Fera.

Mereka mengangguk dan ikut berlari menuju laboratorium komputer.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top