VILLAIN 7
Keriuhan di tengah terik matahari siang yang menggigit memang benar-benar menguras keringat. Tambah lagi dengan ramainya orang-orang yang berlalu-lalang, beragam jenis aroma tak sedap yang berdesakkan menyesakkan hidung, dan obrolan tak jelas dari banyaknya manusia yang beraktivitas benar-benar membuat kepala hampir pecah.
"Berhenti di sana, Jalang!"
Teriakan pria gembrot itu melengking di antara keramaian.
Dia dan ketiga temannya terus berlari, menerobos kerumunan, bahkan sampai mendorong mereka yang menghalangi jalan.
"Minggir sana, sialan!" maki rekannya yang bertubuh paling tinggi besar.
"Pakai matamu kalau jalan!" Rekannya yang bertubuh paling kurus juga mengamuk usai mendorong seorang anak kecil sampai menangis.
Ibunya marah-marah, memaki, tetapi dia mana peduli.
Target mereka adalah wanita di depan sana. Wanita yang terus berlari, berbelok dengan lincah melewati setiap rintangan.
"Mereka seperti tak ada tanda-tanda akan menyerah," gerutunya dengan napas memburu.
Wajahnya yang cantik dengan dua goresan luka sayat di dekat bibir, tampak dipenuhi keringat yang bercucuran.
Kedua kakinya yang dibalut sepatu bot, menginjak aspal mengelupas jalanan rusak Kota Kamagasaki dengan terburu-buru. Tahun 2005 begini, masih sedikit kendaraan yang beroperasi. Meski demikian, aksi korupsi tetap merajalela di mana-mana.
Nevilla Kazumi melompati sebuah mobil butut hitam yang berjalan pelan ke arahnya. Hampir saja dia jadi korban tabrak lari—atau tidak, karena malah dia yang menantang bahaya.
Wanita berjaket kulit hitam yang sudah agak lusuh itu kembali berlari. Dia melompati tumpukan kotak sayuran dengan mudah, tanpa ragu, seolah-olah tubuhnya sudah diatur setara dengan superhero.
"Si Maple itu beneran membuatku repot! Sial, riasanku sampai luntur. Padahal hari ini harusnya aku mendapat tangkapan besar." Dia masih sempat menggerutu meski keempat pria berjas yang terus mengejar itu sudah di belakangnya.
"Berhenti, Jalang!"
Satu tembakan meletus.
Kazumi merunduk sedikit, berhasil menghindari peluru sebelum bersarang tepat ke tengkuknya.
"Apa kau tak ada dialog lain, hah? Hah, kalian kan manusia-manusia bodoh!" ejek Kazumi sambil memeletkan lidah.
"Bedebah sialan!" Si gembrot murka.
Dia melepaskan dua tembakan yang sama sekali tak mengenai sasaran. Pelurunya malah menyasar ke dada seorang pria tua yang langsung meregang nyawa dengan darah segar membasahi baju lusuhnya.
Kamagasaki di masa depan sepertinya akan menjadi kota yang menghilang dari peta, karena tahun 2005 saja sudah amat terbelakang. Kota kecil di bagian Osaka Selatan, Jepang ini malah sekarang sudah dilabeli sebagai kota terkumuh. SDM rendah, kota tak terawat, kejahatan seolah-olah menjadi hal biasa.
Karena itu pula Nevilla Kazumi berada di sini, untuk melakukan bisnis. Sayangnya, dia malah melakukan sedikit kesalahan yang membuatnya sekarang harus dikejar-kejar keempat anjing si Maple.
Maple, bukan nama tumbuhan. Pemilik nama itu malah lebih menyeramkan dari hantu yang sudah hidup ribuan tahun—walau tidak juga.
Nama aslinya adalah Jim Pin, seorang bandar narkoba yang besar dengan nama Maple.
Maple dikenal sebagai bandar yang menjual narkoba jenis polymorphin. Selain kemampuan berdagangnya yang mampu membuat banyak perusahaan gulung tikar, sifatnya yang licik dan jenis barang yang didagangkan juga membuat nama Maple makin melegenda.
Polymorphin yang dijualnya dikatakan dapat memberikan efek spesial pada si pemakai. Si pemakai akan memiliki kekuatan super sementara selama 12 jam. Kemampuan super tersebut juga beragam, dari yang dapat membantu sampai berpotensi membunuh. Ibarat kata, kau mujur, maka kau beruntung.
"Mereka tak lelah sama sekali. Memang sial aku hari ini." Kazumi mengomel jengkel.
Empat suruhan Maple itu masih mengejarnya meski dia telah berlari sampai ke sudut kota.
***
"One, two, three, action!"
Instruksi itu mengawali kesibukan seisi ruangan yang sudah terlibat pekerjaan menjenuhkan selama berjam-jam.
Namun, berselang beberapa menit kemudian, sang sutradara kembali meneriakkan instruksi.
"Cut!"
Seorang wanita bertubuh tinggi semampai yang memakai busana minim, tampak berjalan berlenggak-lenggok membelah kerumunan kru film.
Banyak senyum dia dapatkan, tatapan kekaguman—atau nafsu, dan decakan atau bisikan tak senonoh.
Namun, dia cuek saja. Tujuannya hanya satu: ruang ganti.
Di sana sudah menunggu asistennya yang langsung menyambut sambil memeberikan banyak pujian atas aktingnya.
"Anda benar-benar aktris yang hebat! Akting Anda benar-benar natural dan menguras emosi."
"Berhentilah memuji. Aku ingin minum."
Asistennya bergegas mengambilkan minuman segar rasa stroberi kesukaannya.
***
Kazumi terdesak. Sebelah kakinya sudah kena tembakan dua kali, membuat langkahnya makin sulit.
Sekarang dia terjebak di dalam gang buntu, sementara empat pria itu sudah mendekat. Mereka memasang tampang puas dan senyum seringai kemenangan.
"Kau tak bisa lari lagi, kucing kecil," kata si pria paling tinggi kekar.
"Aku akan menembak kalian!" ancam Kazumi yang menodongkan pistol kosong.
Sayangnya, itu pistol mainan. Ya, keapesan kembali menyusahkannya. Dia berhasil mencuri pistol, tetapi pistol mainan.
Keempat pria itu tertawa terbahak-bahak.
"Cobalah!"
"Kalau memang itu pistol sungguhan, bukannya sejak tadi seharusnya kita sudah terlibat baku tembak, hm?"
Kazumi berdecih. Memang pria-pria sialan.
"Menyerahlah!"
Menyerah? Mending Kazumi melawan sampai mati.
Namun sialnya, dia tak didesain sebagai petarung. Hanya dalam beberapa pukulan, dia berhasil dirubuhkan.
Kedua tangannya ditekuk dan diikat di belakang tubuh. Dia dibuat bertekuk lutut di hadapan seorang pria yang merupakan pemimpin kelompok itu.
"Kau kalah," katanya, mengejek.
Kazumi meludahkan air liur bercampur darah ke arah orang itu—walau hanya sampai ke sepatunya.
"Akh!"
Nevilla Kazumi mendapatkan satu tendangan di pipi yang menyakitkan sampai tubuhnya terbanting keras ke kiri.
Tubuhnya dibuat telentang. Lantas, si pemimpin komplotan menelepon sang atasan.
"Halo, Bos! Target sudah kami dapatkan."
"Bagus," suara lawan bicara terdengar samar, "bunuh dia dan bawa mayatnya padaku! Aku tak sabar ingin menikmati setiap inci tubuhnya."
"Baik, Bos!"
"Ah ya, tunjukan kekejaman kalian! Buat wanita jalang itu menyesal karena telah berani berurusan denganku," pungkas Maple sebelum telepon diakhiri.
Alasan kenapa Nevilla Kazumi sampai repot dikejar-kejar empat pria berjas seragam di siang hari yang terik ini adalah karena ulahnya sendiri.
Padahal Kazumi hanya berurusan dengan salah satu anak buah Maple, itu pun karena dia terlilit utang dengan pria itu. Karena kesal terus diancam lantaran belum berhasil membayar, Kazumi nekat membawa kabur beberapa gram polymorphin. Dia memakainya justru untuk membunuh si penagih utang.
Aksi gegabahnya itu tercium Maple, dan terjadilah kenahasannya hari ini.
"Kau akan langsung kami bunuh?" Si pria berkacamata hitam itu tersenyum misterius. "Tidak. Meski kau jalang, tubuhmu cukup memuaskan untuk kami."
"Bedebah sialan!" Kazumi hanya bisa berteriak-teriak dengan segudang makiannya saat satu per satu pakaian di tubuhnya disobek secara paksa, sampai dia benar-benar tak memakai busana.
Lantas, keempat biadab itu memulai aksi bejat mereka. Kazumi tak berdaya, selain berusaha berontak. Namun, keempat pria itu secara bergiliran dan bekerja sama untuk menikmatinya.
Kedua tangan Kazumi dilepaskan, tetapi langsung dipegangi, pun dengan kedua kakinya.
Dia menahan napas saat tubuh pria itu menindihnya dan bergerak brutal.
Dia hampir mati.
Tubuhnya banjir keringat dan darah, tetapi itu tak membuat mereka berhenti.
Sampai tiba-tiba, Kazumi mendadak mengejang. Kedua matanya memutih, mulutnya berbusa. Tubuhnya menegang dan mengejang.
Keempat pria itu seketika berhenti dan melepaskan Kazumi yang makin liar mengejang. Wanita itu dibiarkan bermandikan debu tanah dan darah.
Mulutnya mengeluarkan suara tercekik yang menyakitkan. Kepanikan dalam sekejap melingkupi.
Tanpa disadari semua orang, seekor laba-laba dengan tubuh tidak normal, merangkak menjauhi tubuh Kazumi usai meninggalkan satu bekas luka di tangan wanita itu.
"Sial!"
Keempat pria itu tampak buru-buru mengenakan dan merapikan pakaian mereka usai menyadari ada beberapa orang berpakaian lusuh yang mengamati secara takut-takut.
Para pemulung itu ikut campur!
Keempatnya berlari meninggalkan lokasi, meninggalkan Kazumi yang masih mengejang.
"Tunggu!" Si pemimpin berbalik dan mengeluarkan pistolnya.
Tanpa ragu, dia melepaskan tiga tembakan ke arah Kazumi. Tiga peluru bersarang dengan tepat di tubuh wanita itu.
Kazumi seketika berhenti mengejang, bahkan dia tak bergerak sama sekali, dalam keadaan yang menyedihkan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top