7. Isyarat Hati: Sampaikan Perasaanmu!

Victim

By: zhaErza

Naruto © Masashi Kishimoto

Happy reading. ;)

.

.

.

Chapter 7

Isyarat Hati: Sampaikan Perasaanmu!

.

.

.

Seorang gadis berjas putih tengah memasuki sebuah koridor, dengan riasan yang natural dan wajahnya yang ramah, tentunya membuat siapa saja akan ikut tersenyum ketika menatapnya. Sepatu dengan tumit yang cukup tinggi membuat suara langkahnya terdengar dengan lumayan jelas, walau masih pagi dan sudah ramai juga dipenuhi kesibukan, tapi kelihatannya gadis itu tetap semangat sampai-sampai kebahagian yang ada pada dirinya begitu terpancar di wajah sang merah muda. Bengkokan di bibir yang tidak pernah lepas, memperjelas susasana hati sang gadis. Sesekali ia menyapa dan saling berbasa-basi dengan logatnya yang ceria.

Alunan nyanyian bernada rendah pun keluar begitu saja dari pita suaranya. Membuka pintu ruangan, gadis yang berusia dua puluh empat tahun itu langsung duduk dan memutarkan kursi dengan tubuhnya sembari menjerit tertahan.

"Aaaa! Ada apa ini, kenapa aku seperti menggila?"

Emarald itu lalu menatap jendela yang tirainya sudah terbuka lebar, ia kemudian berdiri dan berjalan mendekati kaca jendela yang masih terkunci rapat. Pendingin ruangan yang ada ia matikan, digantikan dengan jendela yang sekarang telah dibukanya, angin pun langsung memenuhi ruangan itu dan membelai rambut-rambutnya yang tak terkuncir dan poni sampingnya bergoyang-gayang, suasana memang sedang mendung dan berangin dingin, tapi Sakura merasa bahwa hari ini sangat menakjubkan.

Kilat sesekali menyambar, tapi Sakura tak peduli. Ia terus berdiri di depan jendela dengan perasaannya yang sedang dalam situasi bahagia, sehingga mendung di luar sana sama sekali tak ada artinya bagi gadis beriris zamruditu.

Beberapa saat kemudian, ia kembali menutup jendela dan menyalakan pendingin ruangan. Berjalan ke arah meja kerjanya, Sakura langsung duduk dan memeriksa beberapa map pasien yang ada di atas meja. Tak sampai lima menit, masuklah seorang perawat yang usianya kelihatan lebih muda dari gadis berjas putih itu, mereka berbincang dan sang perawat menjelaskan kalau ia akan memeriksa pasien rawat inap lima belas menit lagi.

Berbeda dengan hari Sakura yang cerah padahal sedang mendung, Sasuke yang sedang mengemasi lukisannya merasakan hal berkebalikan. Lelaki itu sama sekali tidak menyukai cuaca yang mendung seperti ini, karena jika hujan turun, maka habislah seluruh dagangannya. Lelaki itu dengan susah payah membereskan segala lukisan yang ada di wilayah berjualannya, ia lalu mengangkat tas yang sudah berisi beberapa lukisan itu dan membawanya ke teras toko yang biasa ia tumpangi jika cuaca sedang memburuk.

Alisnya berkedut, ia cemas. Seorang gadis berambut kecokelatan yang keluar dan menghampirinya langsung menyerahkan sesuatu untuknya. Matsuri memberikan sebuah kotak bekal padanya dan itu adalah pemberian Sakura untuk makan siangnya. Ternyata, pagi-pagi sekali temannya yang memiliki rambut unik itu datang ke jalan Clover yang merupakan wilayah penjualan berbagai macam oleh-oleh khas Konoha, mungkin gadis itu mengira kalau dirinya sudah ada di sini, tapi karena Sakura tak menemukan Sasuke di tempatnya berjualan, maka gadis itu memberikan bekalnya kepada pelayan toko dan meminta tolong kepada Matsuri agar kotak makanan itu diberikan untuk Sasuke.

"Aa, terimakasih."

"Ok, sama-sama. Aku kembali bekerja, ya."

Anggukan kepala menjadi jawaban dari pernyataan Matsuri. Sementara itu, dirinya langsung menaruh kotak yang berisi makan siangnya nanti di atas paha, telapak tangannya senantiasa berada di atas benda berbungkus kain bercorak sakura mekar itu. Ia beberapa kali membelainya dan tanpa sadar bibirnya sudah membentuk kedutan karena perasaan bahagia yang menghampirinya. Hanya karena Sakura memberikan bekal untuk santap siang saja, Sasuke merasakan yang namanya berbunga-bunga.

Yang diperkirakan terjadi, rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi, angin yang dingin dan kilat yang menyambar sekarang sudah tak diresahkan oleh Sasuke, lelaki itu kini hanya merasakan perasaan hangat yang sedang menghinggapi hatinya. Menutup kedua kelopak matanya, Sasuke lalu menengadahkan wajah, ia hirup dalam-dalam udara lembap itu, lalu embusan napasnya ia keluarkan dengan pelan. kini, bengkokan kecil itu kembali menghiasi dirinya, ia merasakan isyarat hati yang mengarah pada perasaan yang sebenarnya ditakutinya. Kelopak itu kontan terbuka, ketika ia sadar bahwa perasaan ini harus ia hapuskan, walau Sasuke sudah merasakan isyarat-isyarat dari cinta, tapi ia merasa sakit saat kenyataan pahit karena adanya sebuah kendala yang akan menghalanginya untuk mengembangkan perasaan itu. Kendala itu bernama kenyataan hidup, status mereka yang terlalu berbeda.

Sasuke mengerutkan alisnya, mengetahui kalau temannya yang menjadi penyemangat hidupnya itu berasal dari keluarga terpandang, tentu saja membuatnya merasa yang namanya rendah diri. Ia memiliki fisik tak sempurna dan berasal dari panti asuhan tanpa status yang jelas, marganya bahkan hanya pemberian dari salah satu kakak angkatnya yang sangat menyayanginya dulu.

"Aku seperti kalah sebelum berperang, memuakkan."

Kelopak mata berbeda iris itu kembali menutup, ia sekarang sedang mendengarkan suara hujan dan guntur yang menyambar-nyambar.

.

.

.

Bunyi langkah kaki terdengar nyaring, di tengah lorong rumah sakit yang sekarang agak menyepi karena sedang jam rehat siang, Sakura dan Karin berjalan berdampingan. Mereka sedang dalam perjalanan menuju kantin dengan masih berbincang dan sesekali tertawa bersama. Alis gadis berambut merah itu sesekali mengerut karena melihat sahabatnya yang sekarang agak berbeda, sedari tadi ia memerhatikan gerik Sakura yang selalu ceria dan energik melebihi kenormalan gadis itu, ditambah lagi pipi merona dan terkadang tersipu malu ketika ia menanyakan apa yang dipikirkan sahabatnya itu sampai terbengong beberapa kali di dekatnya.

Mereka tiba di kantin, walau cukup banyak orang di sana, tapi untungnya ruangan itu masih punya cukup banyak meja yang kosong. Mereka pun segera memesan makanan dan memilik meja yang ingin di tempati.

Acara makan sesekali diisi dengan canda dan tawa, apalagi Karin sekarang malah menggoda Sakura yang kelihatan dekat dengan Dokter spesialis anak bernama Kabuto.

"Yang benar saja! Dokter Kabuto sudah punya pacar kalau tidak salah, Bodoh."

"Haa ... kau tak tahu informasi terbarunya? Mereka sudah putuh seminggu yang lalu. Ternyata si perawat genit itu telah memiliki tunangan, kasihan Dokter Kabuto yang dipermainkan."

"Astaga, jahat sekali gadis itu. Syukurlah kedoknya telah terbongkar."

Karin lalu menyeringai dan membuat Sakura mengerutkan alisnya karena merasa curiga, sate ayam dalam genggaman gadis merah muda itu tak kunjung masuk karena melihat ekspresi Karin yang janggal.

"Rumor bahwa kalian memiliki hubungan khusus sudah menyebar."

"Apa-apaan itu? Kami tak memiliki hubungan apapun." Ada geraman dalam nada dari ucapan Sakura, tentu saja ia tidak menyangka kalau kedekatannya dengan Dokter Kabuto akan berimbas seperti ini, padahal ia menjadi akrab dengan salah satu dokter populer itu karena mereka sempat menangani pasien yang sama, dan lagi Kabuto memang seseorang yang baik dan ramah, sehingga siapa saja bisa menjadi temannya. Tapi, Sakura sama sekali tidak percaya kalau hubungan pertemanannya dengan Kabuto menjadi gosip terpanas bulan ini.

"Hei, kalau kalian jadian juga tidak masalahkan? Dokter Kabuto itu tampan dan mapan, sudah cocok untuk mencari calon istri."

"Tidak, aku tidak memiliki perasaan apa pun dengannya."

"Jangan bilang ... kau sudah memiliki orang yang kausuka, Sakura?" Karin memicingkan matanya menatap Sakura dengan curiga,crimson itu sedikit terbelalak ketika menyadari wajah sahabatnya kini kembali memerah, dan apa-apaan tatapan terkejut yang dilayangkan Sakura kepadanya. Jadi, benar kalau si rambut gulali ini menyukai seseorang, tapi siapa? Kenapa ia tak tahu?

"Sial, kau benar-benar sedang menyukai seseorang. Oh, jadi kau main rahasian denganku? Ayo, katakan siapa orang yang kausuka, Pinky!" Kedua tangan Karin kini tengah bersidekap, sebelah tangannya tak tinggal diam, ia sesekali menaikkan posisi kacamatanya dan membuat wajah mengintimidasi, sehingga menjadikan Sakura yang sudah tertanggap basah berkeringat dan gugup.

"Apa sih, a-aku tak menyukai siapa pun, kok." Bibir cherry-nya mengerucut dan Sakura menggembungkan pipinya.

Senyuman licik terlihat di bibir Karin, gadis dengan mata rubi itu lalu mendelik tajam. Intonasi suaranya diatur sedemikian rupa, dan ia kemudian berbicara kepada gadis malang di depannya.

"Siapa Sakura, kau sedang dekat dengan siapa? Aku sudah curiga kalau kau sedang jatuh cinta sejak beberapa hari yang lalu, katakan!"

Mata dengan iris emerald itu terbelalak, dan apa-apaan yang dikatakan sahabatnya itu? Cinta? Sakura merasakan kalau dirinya hanya kagum kepada lelaki idolanya, namun kenapa Karin menyebut dirinya seperti orang yang sedang jatuh cinta, apa karena ia terlalu berlebihan merasa kagum terhadap pelukis luar biasa itu?

"Aku hanya kagum kepadanya, Karin. Kami hanya berteman dan belum lama, baru empat bulan lebih."

Hela napas lalu keluar dari bibir gadis berambut merah menyala itu, ia tidak mungkin salah mengenali, ia dapat membaca perasaan orang melalui mimik wajah dengan sangat mudah, itu adalah kelebihan yang ia miliki. Dan sekarang, ia melihat kalau sahabatnya ini bukan sekedar sedang kagum dengan seseorang, tapi ia melihat kalau Sakura memiliki perasaan yang lebih dalam kepada orang yang dikaguminya itu. Walau mereka baru empat bulan lebih berteman, tapi cinta itu adalah sesuatu yang rumit, hati akan langsung mengeluarkan isyaratnya dan akan terlukiskan dengan jelas melalui ekspresi atau pun tingkah laku dari seseorang yang sedang mengalami yang namanya jatuh cinta. Cinta juga memiliki berbagai fariasi, mulai dari cinta pada pandangan pertama, cinta dari mata dan turun ke hati, bahkan ada pula sebaliknya, mereka tak pernah bertemu dan hanya berkomunikasi lewat media sosial awalnya dan mereka sudah bisa merasakan cinta sampai akhirnya dipertemukan dan mengikat status.

Setelah menghabiskan santap siangnya, mereka yang masih memiliki cukup waktu rehat untuk berbincang kembali, pun mulai bejalan ke arah ruangan Sakura. Gadis berambut merah itu sesekali mengocehi dan mencekoki Sakura, kalau gadis itu telah salah tafsir dengan perasaannya.

"Karin, aku mengidolakannya. Ini hanya rasa kagum."

"Sakura, lelaki yang sedang kita bahas ini bukan selebriti yang tak pernah kita jumpai. Lelaki ini berteman denganmu dan kau merasakan perasaan yang benar-benar selalu membuatmu berbunga-bunga, begitukan?" Sakura mengenggukkan kepalanya dengan ragu, tapi Karin menangkap kenyakinan di dalam mata gadis itu, "Kau bahkan merasakan cuaca yang buruk dan kehujanan di tengah jalan adalah sesuatu yang luar biasa, apa kau tak ingat kemarin kau mengajakku menerobos hujan dan kau malah kegirangan. Ayolah, kau adalah Haruno Sakura yang sangat tidak akan nyaman jika merasa kotor. Tapi, kau menari di genangan lumpur? Untunglah kemarin itu sedang sepi. Gila."

Omelan terus saja Karin keluarkan, ia benar-benar kesal kepada sahabatnya karena gadis itu yang telalu bodoh untuk membedakan perasaannya sendiri, Sakura yang jarang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, menjadikan ia yang tak terlalu peka dengan perasaannya sendiri.

"Sadarlah kalau kau ini sedang jatuh cinta."

"Ta-tapi, Karin. Walau dia sangat baik, aku tidak yakin dia memiliki perasaan yang sama denganku. Bagaimana kalau dia menganggapku hanya teman saja?" Sakura sudah mulai mengakui kalau yang dirasakannya ini adalah cinta.

"Itu tidak perlu kaupikirkan, yang jelas sekarang kau sudah menyadari kalau kau itu sedang jatuh cinta. Detak jantungmu meningkat dan wajahmu memerah. Sampaikan perasaanmu padanya, apa pun yang akan terjadi, cinta itu bukan hanya memiliki tapi juga melepaskan. Biarkan ia tahu, karena itu adalah haknya, kau mencintainya dan ia harus mengetahuinya, kuyakin kau akan lebih tenang setelahnya, Sakura."

Sakura masih termenung setelah mendengarkan ucapan dan nasihat panjang dari sahabat yang bisa diandalkannya itu, ia sebernarnya merasakan banyak emosi sekarang, mulai dari malu, takut dan terkejut.

"Kalau kau tidak siap, setidaknya yakinkan dirimu sendiri dulu kalau kau mencintainya. Pikirkan saja, tapi, aku yakin kau tidak akan tahan dengan perasaanmu itu, Sakura. Kau pasti akan menyatakan perasaanmu."

.

.

.

Akibat permbicaraannya dengan Karin, Sakura selalu memikirkan perasaannya. Ia menggerakkan tangan kanannya dan menyentuh dada kirinya, jantungnya ia rasakan detaknya. Ketika detak itu terdengar, Sakura mulai merasakan degub normal jika ia tak memikirkan Sasuke, kemudian ia pun memikirkan lelaki itu, dimulai dari wajah rupawannya, mata indanya, suaranya yang khas dan tawa kecilnya. Sakura merasakan wajahnya memanas, jantungnya pun berdetak tidak normal, seperti orang yang habis berlari jauh, degub jantunya begitu kencang. Ditambah lagi, kini ada senyum malu-malu yang berada di bibirnya, kalau kakaknya sampai melihat hal ini, lelaki itu pasti akan bisa menebak bahwa ia tengah jatuh cinta.

Ternyata benar apa yang dikatakan Karin. Cinta, ia sekarang merasakan hal itu, segala yang terlihat biasa berubah menjadi istimewa, saat bertemu Sasuke wajahnya akan langsung memerah dan ia seperti salah tingkah. Waktunya menemani lelaki itu pun menjadi amat berharga, berjalan lambat dan mendebarkan. Setiap kali tidak berjumpa dengan lelaki pelukis itu, ia merasakan kerinduan yang membuncah, menanyai dalam pikirannya apa yang tengah dilakukan lelaki itu? Apakah lelaki itu merindukan dirinya? Apakah lelaki itu istirahat dengan baik? Sakura bahkan mendadak cemas setengah mati karena tidak mengetahui kabar tentang lelaki yang ia cintai.

Berada di kamarnya, Sakura sekarang menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang setelah melihat rembulan, ini adalah kebiasaan barunya setelah ia mengenal yang namanya cinta. Ia menjadi heran sendiri, padahal dirinya pernah berpacaran, tapi kenapa ia tidak pernah merasakan perasaan yang seperti sekarang ini? Uring-uringan tidak jelas hanya karena tidak melihat wajah Sasuke dan tidak mengetahui kabar dari lelaki itu. Sepertinya, Sakura harus membelikan Sasuke ponsel agar ia bisa menghubungi sang raven dan menanyakan kabarnya jika mereka tidak berjumpa, setidaknya dengan mendengar suaranya saja, kerinduan itu pasti terobati bukan?

Di tempat lainnya, di sebuah kamar yang sekarang memiliki bolham yang dapat menerangi ruangan yang ditinggali seorang lelaki pelukis, Sasuke duduk dengan dagu terjatuh di atas meja. Helaan napas beberapa kali terdengar, ia seperti seseorang yang tengah merasakan kegalauan yang amat sangat, hanya karena sudah beberapa hari tidak berjumpa dengan gadis yang kini menjadi penyemangat hidupnya.

"Aku akan mengatakannya kepada Sakura, akan kusampaikan perasaanku padamu." Lelaki itu kini bertekat, keyakinan itu telah tertanam di dalam dirinya, tidak peduli kalau status mereka sangat berbeda, tidak peduli apa yang akan terjadi setelahnya, ia akan tetap mengatakannya. Setidaknya, ia sudah berusaha dan ia tidak ingin jadi pecundang yang malang karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk perasaannya.

.

.

.

.

.

Chapter 7

End.

A/N:

Hai hai. Terimakasih kepada kalian semua yang sudah mengikuti fiksi ini dan memberikan berbagai komentar hehe. Ahhhh. Minim percakapan ya, apalagi di sini SasuSaku-nya beda tempat, memang sengaja ya hoho, biar mereka membaca perasaan masing-masing dan saling merindukan uhuiii. Untuk chapter ini gak terlalu nyesek kan ya, hehe. Jadi, setelah beberapa chapter membahas perasaan yang mereka rasakan, chapter depan bakalan mulai masuk konflik ya.

Salam sayang dari istinya Itachikoi,

zhaErza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top