4. Di Balik Nama
Victim
By: zhaErza
Naruto © Masashi Kishimoto
Happy reading. ;)
.
.
.
Chapter4
Di Balik Nama
.
.
.
Hembusan angin dingin yang menandakan lembapnya udara karena hujan, tak menyurutkan Sasuke untuk tetap bertahan di wilayah berjualannya. Lukisan-lukisan itu ia simpan di dalam tas besarnya dan diletakkan di salah satu teras toko pernak-pernik, di sanalah ia berteduh dengan sebagian tubuh yang kuyub. Suasana kian menyepi karena derasnya tangisan langit yang mengguyur di jalan Clover, hingga barang dagangannya tak satu pun terjual, meski begitu Sasuke sama sekali tidak menyalahkan alam atau apa pun.
Bukan hanya hujan, semenjak surat pemberian Sakura yang tak pernah ada jawaban, gadis ceria yang biasanya datang kini tak terdengar suaranya. Sudah seminggu dan Sasuke memaklumi hal itu, tidak seperti dirinya, sang bunga pastilah seorang yang sibuk dengan pekerjaannya atau mungkin teman wanitanya itu tengah marah karena kekeras-kepalaannya.
Udara hangat dari kedua belah bibirnya keluar, decakan berbunyi karena merutuki kebodohannya. Bukan karena tidak ingin menjawab, tapi dialah yang tidak bisa menjawabnya. Tulisan di dalam surat pemberian Sakura saja tak dimengertinya, dan lagi Sasuke juga telah kehilangan benda itu hampir seminggu yang lalu. Menanyakan isi tulisan dalam selembar kertas berhias bunga sakura kepada orang yang tidak tepat, membuatnya dipermalukan di gedung kosnya dengan amplop yang dirobek habis di depan wajahnya. Walau ia mengutip sisa-sisa sobekan kecil itu, tapi Sasuke benar-benar tidak yakin kalau ada yang mau membacakan isi dari potongan yang dianggap sampah bagi orang banyak. Akhirnya, Sasuke hanya menyimpan kertas yang sudah tak berbentuk di dalam kotak, dan ia taruh ke dalam laci lemari.
Ia, benar-benar merutuki diri.
Mata berbeda warna itu berkedip, bertanda kalau Sasuke terbangun dari lamunannya. Dari suara rinai butiran air yang begitu jelas ketika menghantam atap, ia mengerti bahwa hujan semakin deras saja. Beberapa orang yang berbondong-bondong keluar dari toko dan bunyi pintu toko yang ditutup membuat Sasuke sadar bahwa hari sudah semakin gelap, ketika mengoyangkan kakinya, kesemutan pun langsung menerjang.
Menunggu berhentinya hujan adalah hal yang dilakukan pria yang kini berjongkok di teras, sementara dinginnya malam semakin mengingit. Jika pulang, meski ia melapisi tas lukisannya dengan plastik yang ia buat mirip pelindung air, tapi dengan hujan sederas ini, maka itu akan percuma. Tetesan air itu pasti akan membasahi dan merusak lukisannya, dan ia akan rugi jika hal itu terjadi.
Dengan memakai jas hujan, Sasuke mengambil tongkatnya dan mencoba mencari seseorang yang ada di sekitar sini, ia ingin memintai tolong orang itu untuk memanggilkannya taksi.
Sasuke berdiri di terotoar jalan, namun tak mendengar suara orang lain dan yang ada hanya bunyi hujan yang semakin menderas, juga suara laju kendaraan yang tidak ia lihat bentuknya apa.
"Taksi! Taksi!" teriakan Sasuke tak menghentikan laju kendaraan yang berlomba-lomba ingin sampai ke berbagai tujuan. Sementara itu, wajah Sasuke telah basah karena air dan angin yang berembus cukup kuat.
Beberapa kali ia meneriaki lagi, tapi pendengarannya tak menangkap adanya kendaraan yang berhenti. Tidak ada satupun, ia lalu kembali dan mengambil jam tangan yang ada di saku. Benda itu menunjukkan pukul delapan lewat, dan di tengah keterpaksaan ia pun akhirnya berjalan dengan iringan hujan yang terus menumbukki bumi tampa henti. Sasuke bahkan mengikat jas hujannya di area gantungan tas yang tak terlalu tertutup plastik penghambat air hujan buatannya itu. Biarlah ia yang kuyub, asal jangan lukisannya ini yang tertetesi air dan rusak.
Tidak bisa berjalan cepat, Sasuke mungkin dianggap gila bagi sebagian orang yang melihat, dan tidak ada yang mau menolong orang sepertinya, apalagi harus berbasah-basahan di malam yang dingin seperti ini.
Sampainya di kamar kos, tanpa ba bi bu, Sasuke langsung meletakkan tas gendong lukisannya di sandaran dinding, ia lalu menarik lengan bajunya dengan gigi sampai ke atas siku, kemudian membukan jas hujan yang diikatnya di celah tali tas yang tak tersentuh plastik. Dengan cepat pula tangannya membuka plastik yang membungkus tas cokelat gelap itu. Decakan bibirnya terdengar ketika telapak tangannya yang pucat dan dingin karena hujan, pun menyentuh bagian atas yang basah, dibukalah tas itu dan Sasuke lantas mengeluarkan lukisan satu perasatu, lalu merabanya.
Lukisan terakhir yang ia buka juga sama dengan yang sebelumnya, basah.
"Ini tak akan bisa diperbaiki." Hela napasnya menandakan dirinya yang telah putus asa, ia rugi banyak dan bukan sesuatu yang murah untuk membeli kebutuhan hidup ataupun peralatan melukis.
Tanpa mengganti apapun dari tubuhnya yang kuyub, Sasuke menjatuhkan dirinya di kasur dan menutup matanya. Ia tidak ingin peduli apa pun untuk saat ini.
.
.
.
Walau kesal, akhirnya ia menurunkan egonya karena merasa tak enak hati kepada Sasuke. Satu minggu lebih tiga hari ia sama sekali tidak mengunjungi penjual lukisan itu dan kini dengan berat hati, akhirnya Sakura memutuskan sepulang dari rumah sakit ia akan melihat apakah sang lelaki penjual benda berseni itu mau meluluhkan hatinya atau tidak.
Dari beberapa meter sebelum sampai di tempat biasa Sasuke berjualan, Sakura tengah keheranan karena melihat area itu kosong tanpa lukisan yang biasa terpajang dan penjualnya yang biasa duduk di kursi kecil. Celangak-celinguk, mata emerald-nya pun menatap toko yang berada di depan tempat itu, lalu ia menjumpai pelayannya yang berada di luar toko.
"Hai, Tayuya."
"Ah, Sakura. Hai, lama tidak melihatmu."
Sakura tertawa kecil, ia dan beberapa pelayan dan penjual berbagai pernak-pernik di area ini memang sudah saling kenal. Tentu saja karena sifatnya yang ramah.
"Ya, aku sedang banyak urusan, sepertinya Sasuke tidak berjaualan, hmm?"
"Begitulah, sudah tiga hari. Aku juga bingung, kemungkinan ia sakit atau ada urusan? Aku juga baru masuk kemarin, temanku yang berkata." Tayuya membelai-belai dagunya, kelihatan berpikir.
"Emm ... anu, apa kautahu alamat rumahnya? Aku ingin melihat kondisi Sasuke."
Gelengan kepala menandakan Tayuya yang tak menahu tentang hal itu, tapi kemudian gadis berambut merah gelap itu menyarankan agar Sakura menanyakan hal ini kepada bosnya, karena bosnya dan Sasuke cukup akrab sepengetahuannya.
Gadis gulali itu lantas melakukan apa yang disarankan Tayuya kepadanya, dan syukurlah Kakashi meberikan alamat rumah Sasuke yang berada di jalan Hanabi. Dengan mobil, Sakura pun mencari alamat tempat tinggal lelaki yang sedang berada di dalam pikirannya. Ketika sampai, ia ditunjukkan kepada seorang anak remaja mengenai tempat Sasuke tinggal yang adalah sebuah gedung kos-kos-an.
Masuk ke gedung bertingkat empat dan cukup luas itu, Sakura langsung bertanya kepada penjaganya dan tentu saja nomor kamar Sasuke ia dapatkan.
"23C, ah yang ini."
Bunyi ketukan pintu terdengar, walau begitu Sasuke sama sekali tak bergerak dari ranjangnya. Kepalanya pusing dan berat dan dengan usaha yang cukup gigih, akhirnya lelaki berhelai raven itu bisa duduk di kasurnya.
"Sebentar," suara serak Sasuke sayup-sayup terdengar oleh Sakura dari luar ruangan.
Terseok-seok berjalan, dan terkadang berhenti karena rasa berdenyut di kepalanya, membuat Sakura semakin khawatir di luar sana karena cukup lama menunggu. Bunyi pintu pun akhrinya membuat permata emerald itu bisa menatap Sasuke yang sekarang berdiri sambil terdiam karena mendengar suara Sakura. Ia terkejut.
"Sasuke-kun, kau tak apa?" langsung kekhawatiran melandanya, melihat wajah lelaki lesu dan pucat dengan bibirnya yang kering juga berdarah sedikit, membuat Sakura semakin prihatin atas kondisi temannya.
"Apa yang-"
"Sebaiknya kita masuk dan kau kuperiksa, Sasuke-kun." Sakura tergesa dan menarik tangan Sasuke yang panas karena demamnya.
Sesaat, Sakura terhenyak karena melihat kondisi kamar kos Sasuke yang tak beraturan. Lukisan berserakan dan bersandar di dinding kamar, bekas makan yang masih berada di meja dan sudah mengeluarkan bau menusuk, lantai yang tersisa sesuatu seperti darah yang mengering dan bekas pecahan gelas, juga ranjang Sasuke yang berantakan.
Lelaki itu tak acuh dan langsung mendudukkan dirinya di ranjang, karena rasa pusing kembali menyerangnya, ia pun menidurkan dirinya di sana dan menutup mata untuk beberapa saat. Sementara itu, pandangan mata Sakura menangkap peralatan melukis yang ada beberapa meter dari mereka di pinggir kanan kamar, walau ia penasaran tetapi tujuannya saat ini adalah kondisi Sasuke.
Sakura meletakkan tangannya di dahi pria itu, suhu tubuhnya cukup tinggi, mungkin sekitar 35 derajat atau lebih. Ia juga memeriksa detak nadi Sasuke di pergelangan tangan Sasuke.
"Aku tak apa, Sakura. Kemarin malam aku sudah enakan, tapi entah kenapa dari pagi tadi suhu tubuhku seperti panas lagi. Tapi, aku sudah tidak apa."
"Tapi sekarang kau masih demam, Sasuke-kun. Omong-omong, sudah berapa lama? Apa kau meminum obat atau semacamnya?"
"Dua hari yang lalu, dan aku tak tahu apakah obat itu masih bisa dipakai atau sudah lewat batasnya."
Uap panas keluar dari mulut Sakura, gadis itu memakluminya, dan bergerak setelah menyuruh Sasuke untuk istirahat saja. Tidak memedulikan pertanyaan lelaki berambut gelap itu, ia langsung saja mengangkat mangkuk kotor yang sudah mengeluarkan bau ke tempat pencuci piring. Dirinya ingin memasakkan sesuatu, dan menyiapkan kompres untuk Sasuke setelah mengetahui lelaki itu tak menyimpan plaster penurun panas.
Suara langkah kaki membuat Sasuke sadar bahwa kini Sakura telah mendekatinya, gadis itu lalu menaruh sebuah sapu tangan yang bahannya seperti handuk di dahinya, setelah menyibakkan poni rambutnya dengan tangan lembut milik sang Bunga.
Bibir Sasuke yang kering dan sedikit ada bekas darah pun merasakan sesuatu, manis itu adalah madu. Sakura mengolesinya dengan jari gadis itu, lalu menyendokkan sesuap untuknya. Kakinya yang terluka pun, yang ia balut seadanya, perlahan-lahan dibuka Sakura dan diobati kembali, kemudian gadis gulali itu juga memerban dengan lebih baik pastinya.
"Sebentar, aku masakkan sesuatu."
Hanya gumaman saja yang ia berikan atas pernyataan Sakura, saat ini entah kenapa hatinya sedang menghangat. Sasuke tidak mengingat kapan terakhir kali ia mendapatkan perhatian sedemikian rupa dari seseorang. Sekarang, terlihatlah bengkokan kecil yang menghiasi bibirnya yang ada bekas darah.
"Terimakasih." Bisiknya tak terdengar Sakura.
Sesampainya di dapur, sang gadis merah muda cukup kebingungan dengan bahan makanan yang ada di sana. Hanya ada lobak setengah dan bayam yang sudah mulai layu. Setelah terdiam cukup lama, kembali ia memeriksa dapur dan segala yang ada di ruangan itu, ia menemukan beras dan hanya tinggal satu mug saja.
Mengehela napas, ia lalu memutar otak. Memasak bubur nasi untuk Sasuke, lalu menyuruh sopirnya untuk membelikan beberapa bahan makanan. Ia ingin membuatkan sup udang untuk lelaki yang masih terbaring di ranjangnya. Ternyata, tak sampai dua puluh menit, sang sopir mengetuk pintu dan datang dengan membawa pesanannya. Keberuntungan masih memihaknya karena tadi ia tak menyuruh sang sopir untuk pulang saja.
Ya, Sakura pun beraksi. Setelah beberapa saat, ia pun berjalan ke arah ranjang Sasuke dengan membawa napan yang harum masakannya mengungah selera orang yang sedang sakit.
Menaruh napan di meja nakas, Sakura pun membangungkan Sasuke dan mendudukkan lelaki itu di sandaran ranjang dengan bantal di punggungnya.
Lengan lembut Sakura memeriksa sebentar suhu Sasuke, panasnya masih berasa dan ia pun bersegera untuk menyuapi bubur dengan sup udang sebagai lauknya. Meski lidah Sasuke tidak bisa merasakan lezatnya, namun wangi masakan Sakura saja sudah cukup untuk dapat membangkitkan nafsu makannya, ditambah lagi perhatian gadis itu yang tiada habisnya sedari tadi, membuat ia menjadi bersemangat.
Sasuke memakan hidangan istimewanya dengan lahap karena ia memang kelaparan, dari pagi sampai siang tak ada satu makanan atau minuman pun yang masuk ke dalam mulut dan melewati kerongkongannya. Setelah hidangan istimewa itu habis, Sakura memberikan obat yang ada di rumah Sasuke dan menyuruh lelaki itu untuk meminumnya.
Bibir Sasuke dan Sakura sama-sama tersenyum, setelahnya ia melihat deru napas lelaki itu yang teratur, maka ia pun melihat kamar yang berantakan ini dan membersihkannya secara bergantian dari kamar, dapur, hingga kamar mandi.
"Beres." Sakura merenggangkan tubuhnya yang lelah, satu jam lebih ia membersihkan kamar Sasuke.
Pandangannya pun menangkap lukisan yang tadi telah ia susun di bagian sudut ruangan, tatapan matanya intens mengamati benda persegi itu, di sana Sakura mendapati lukisan-lukisan yang catnya terlah rusak seperti terkena siraman air. Lalu, ia menatap kepada lukisan dan peralatan melukis yang berada di sebelah sudut lainnya, di sana Sakura melihat kanvas yang isinya masih belum terselesaikan dengan sempurna. Kanvas yang tadi sempat membuatnya terhenyak karena tidak menyangka, dan sekarang Sakura menyentuh lukisan yang belum sempurna itu dan meraba bentuk yang tergambar di dalam sana.
Wajahnya, Sakura dapat melihat wajahnya yang terlukis di sana, wajah yang terdiam dan terlihat anggun. Ia tersenyum dan bertanya-tanya, apakah yang melukis hal ini adalah lelaki yang masih membuana itu? Jadi, apakah di balik nama Mr. Suu itu adalah nama Sasuke?
Sakura terdiam, ia berpikir bahwa tidak mungkin Sasuke yang tunanetra tapi bisa melukis, ini mustahil.
Sulit untuk memercayai hal ini, tapi hati kecil Sakura juga merasakan kalau Mr. Suu itu adalah Sasuke. Tidak mungkin jika Mr. Suu datang ke sini hanya untuk melukis atau apa Sasuke tinggal bersama lelaki yang namanya selalu tertulis di ujung lukisan? Itu lebih tidak mungkin.
Untuk lebih menyakinkan lagi, Sakura mencoba mencari tahu apa benar Sasuke tinggal sendiri atau berdua. Kalau dilihat dari keberantakan ruangan saat ia masuk, seharusnya sudah jelas kalau lelaki raven ini tinggal sendiri. Tetapi, untuk lebih jelasnya, ia bisa menanyakan hal ini kepada Sasuke saat lelaki itu sudah lebih baik.
Teringat sesuatu di kamar mandi, Sakura pun memeriksanya. Kalau tidak salah, ia tadi melihat jemuran pakaian yang seperti dibuat Sasuke seadanya untuk menjemur cucian bajunya, tadi ia lupa kalau menaruh pakaian Sasuke di ember.
Gadis itu lalu membawa seember pakaian kering Sasuke untuk dilipatnya. Sekitar lima belas menit melipat pakaian dan sekarang hanya tinggal sebuah celana lee saja. Dengan agak kesusuahan, Sakura membalikkan celana dan mendapati sakunya berisikan sesuatu, ketika dikeluarkan ternyata itu adalah uang.
Kerutan di alisnya pun tercetak, dan Sakura kebingungan ingin menaruh uang itu di mana. Karena sekalian ingin meletakkan pakaian di dalam lemari, maka Sakura berinisiatif untuk menaruh uang Sasuke di laci yang ada di dalam lemari pakaian lelaki itu. Begitu dibukanya, Sakura menemukan sebuah kotak sepanjang satu jengkal yang kemungkinan si ravengunakan untuk menyimpan uang. Begitu penutup kotak cokelat itu ia lepaskan, isinya ternyata hanya sobekan kertas tak jelas yang entah kenapa disimpan Sasuke. Sakura penasaran dan bertanya-tanya dalam hati.
Gadis berambut merah muda itu mengambil kotak itu dan menaruh uang Sasuke di dalam laci, setelahnya ia duduk dan meletakkan benda kecokelatan itu di meja rendah yang ada di kamar.
"Hmm, kenapa ini disimpan?"
Jari Sakura mengambil sobekan kecil seukuran kuku ibu jarinya, dan ia masih tak mengerti. Kemudian, diletakkannya lagi sepotong kertas itu di dalam kotak. Masih dengan penasaran, Sakura pun mengambil sobekan yang lebih besar dan mendapati adanya tulisan yang membuatnya terperangah.
"Mr. Suu. I-ini?"
Ia lalu menaburkan sekotak robekan kertas itu di meja dan menyusunnya seperti teka-teki, baru tersusuh seperempatnya saja, Sakura sudah menyadari sesuatu. Ini memanglah surat darinya. Lalu, kenapa suratnya berbentuk seperti ini dan disimpan Sasuke?
Setelah berpikir dan bergelut dengan asumsi-asumsinya, Sakura menarik beberapa kesimpulan.
"Jadi, Sasuke memang Mr. Suu."
Ia berpikir lagi, sampai mengerutkan alisanya.
"Terus, yang menyobek kertas ini adalah Sasuke-kun karena ia yang tak bisa melihat, lalu kesal dan merobek kertas, kemudian merasa bersalah dan akhrinya menyimpannya? Begitukah?"
"Kau salah, Sakura."
Wajah Sakura langsung menatap Sasuke yang sudah terduduk di ranjang dengan arah menghadap dirinya.
"Asumsi yang kedua, kau salah."
Sakura semakin terpaku.
Sasuke benar-benar Mr. Suu. Ucapnya dalam hati.
.
.
.
.
.
Chapter 4
End
Curcol Ganteng:
Hai hai. Jumpa lagi dengan saya zhaErza.
Terimakasih banyak untuk kalian yang udah setia membaca dan menunggu kelangsungan dari fiksi ini dan juga untuk para reviewers juga SR.
Salam sayang,
zhaErza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top