3. Surat Hampa

Victim

By: zhaErza

Naruto © Masashi Kishimoto

Happy reading. ;)

.

.

.

Chapter3

Surat Hampa

.

.

.

"Tidak ada? Menyebalkan sekali."

Sungut-sungut Sakura pun semakin menjadi saja, gadis merah muda itu tiduran di kasurnya sambil ditemani sebuah laptop yang sekarang bekerja mencari suatu hal. Sudah hampir dua jam ia berkutik dengan benda itu, tapi sang merah muda sama sekali tidak mendapatkan apa yang ingin diketahuinya.

Karbon dioksida meluncur indah dari bibirnya, embusan napas lelah itu menandakan kalau si empunya tubuh akan mencukupi aktivitasnya. Setelah mematikan benda elektronik itu, ia pun menutup dan membalikkan posisi badannya menjadi menghadap langit-langit kamar.Emerald-nya menatap lamat 'entah apa' yang ada di atas sana, dan ia pun memejamkan kelopak matanya untuk beristirahat.

"Kenapa sulit sekali mencari informasi tentang Mr. Suu?" setelah mengatakan hal itu, Sakura memutuskan untuk menjelajah ke negeri jauh.

Lima hari ia berada di Fuuma. Di sana, selain pulang ke rumah orang tuanya dan menghadiri acara tahunan, Sakura juga menyempatkan diri ke pantai yang terkenal di kota itu bersama Gaara. Berlibur selama dua hari di pantai dan menghilangkan kepenatan yang melanda mereka.

Sore tadi ia tiba di rumahnya yang berada di Konoha, dan sekarang setelah beberapa jam menyibukkan diri dengan menyelidiki informasi mengenai Mr. Suu, Sakura pun akhirnya bisa tertidur meski belum menemukan apapun. Esoknya, sore hari setelah pulang bekerja dari rumah sakit, ia pun menyempatkan diri untuk ke lokasi sang penjual lukisan.

Sudah pukul tiga, dan ketika ia berjarak seratus meter dari tempat berjualan Sasuke, gadis musim semi itu entah kenapa melambatkan jalannnya. Ia sedikit menyembunyikan suara langkahnya karena ingin mengejutkan pemudaraven yang masih berdiri menghadap lukisan.

Sakura terkikik kecil dan lantas ketika tinggal selangkah lagi, dengan kedua tangan yang bersiap untuk mengagetkan Sasuke, ia tiba-tiba saja merasa mati kutu.

"Siapa? Apa yang kaulakukan di belakangku?"

Pendengarannya membuat ia membatu karena mengangkap nada tajam di dalam suara Sasuke. Walau ketahuan sebelum sempat menjahili lelaki yang sudah berbalik ini, nyatanya Sakura masih berusaha untuk mempertahan keisengannya. Ia lalu menutup mulut dengan tangannya dan membuat suara berat untuk menyamarkan identitasnya, guna menjahili teman barunya ini.

"Hei rambut ayam, kau harus membayar sewa." Suaranya ia buat seperti nada berat lelaki pada umumnya.

Alis mata Sasuke terangkat sebelah karena ia mendengar suara aneh yang terlalu ketara, dan sedang dipaksakan menjadi berat. Ia berpikir sejenak, 'mana mungkin ada yang menagih sewa di tempat ini?' sesaat ia terdiam, kemudian lebih berkosnentrasi untuk mendengarkan ucapan dari orang asing di depannya.

"Kenapa kau malah diam?"

Sasuke menyeringai.

"Apa yang kaulakukan, Sakura?"

Tercekat, ia benar-benar terperangah saat ini. Sakura sampai terkejut karena ternyata sangraven mengetahui kalau yang berdiri di depan lelaki itu sekarang adalah dirinya. Kekehan terpakasa pun terdengar oleh lelaki berambut agak mencuat itu, Sasuke hanya menggelengkan kepala karena tingkah konyol si merah muda.

"Maaf, ya. Hehe."

"Duduklah!"

Mereka melakukan apa yang diserukan oleh Sasuke, dan Sakura masih menatap sang penjual yang hanya diam saja, alisnya mengerut dan rasa bersalah itu kemudian kembali bergelora di dadanya.

"Hey, maaf. Aku hanya bercanda, Sasuke~" Sakura mencubit-cubit kecil lengan kiri lelaki yang dipanggil dengan nada manja olehnya.

Teringat dengan sesuatu, ia pun langsung mengeluarkan sebuah kotak yang berisikan manisan khas kota Fuuma dan sengaja ia bawakan untuk lelaki penjual lukisan ini. Jari-jarinya menarik tali yang mengikat kotak itu dan membuka penutupnya.

"Ah, aku membawakan oleh-oleh untukmu, ini manisan khas kota Fuuma. Beberapa hari yang lalu aku baru saja dari sana," kotak itu sekarang berpindah ke pangkuan Sasuke, "makanlah!" ucapnya riang.

"Jadi, kau sedang menyuapku, hn?" Sasuke tersenyum jahil dan membuat mata Sakura kembali terbelalak.

Bibirnya mengerucut, lalu tiba-tiba saja ia mendapatkan ide cemerlang.

"Oh, jadi kauingin kusuapi, ya? Ayo buka mulutmu, aaa!" Keisengan Sakura kembali bangkit, seruan dengan paksa adalah hal yang gadis berambut merah muda itu lakukan. Lengannya kemudian mengambil manisan pala yang ada di dalam kotak dan menyodorkannya ke arah bibir Sasuke.

Merasakan ada wangi yang manis dan sesuatu yang bergesekan dengan bibirnya, membuat Sasuke terpaku, ia bingung apakah harus membuka mulutnya atau menolak suapan manisan gadis ini.

"Sakura, a-" belum sempat perkataan Sasuke selesai, potongan manisan pala itu langsung saja Sakura masukkan ke dalam mulutnya setengah, lelaki yang masih kebingungan ini pun terpaksa menggigit manisannya dan mengunyahnya sambil mengeluh.

Tawa lepas Sakura terdengar olehnya, Sasuke yang awalnya masih bersungut pun tersenyum kecil karena dapat mendengar tawa riang gadis di depannya ini. Suasana kebersamaan mereka semakin terlihat menyenangkan saja, tak jarang Sakura mengalami berbagai emosi yang dapat berubah-ubah secara gamblang. Dari tertawa menjadi bersungut, senyum menjadi marah, atau terkadang ia merasa malu karena pujian Sasuke.

Hari-hari berikutnya pun mereka jalani dengan suasana yang sama, di mana kedua orang itu selalu berbagi banyak cerita, tak jarang Sakura yang terkadang melayani para pembeli dan berlagak bagai penjual yang ahli memainkan harga. Walau begitu, ia sama sekali tidak melupakan tujuan utamanya dari kunjungannya ini, selain ingin membeli lukisan dan mengobrol dengan sang penjual, tentu saja keinginan terpendam Sakura adalah mengorek informasi dari Sasuke mengenai Mr. Suu. Tetapi, sayangnya sampai tiga minggu berteman dengan si rambut raven, ia sama sekali belum bisa mengetahui apa pun.

Di suatu hari, bahkan Sakura pernah menarik kedua pipi Sasuke karena gemas melihat kekukuhan lelaki itu yang tak mau berbagi sedikit pun hal mengenai Mr. Suu. Seperti hari ini di minggu ke empat, si gadis musim semi masih terus menanyakan hal yang sama.

"Ayolah, Sasuke-kun. Sedikit saja berikan secercah ciri-ciri dari Mr. Suu."

"Ya, dia adalah laki-laki pastinya."

"Jangan main-main, kau tak perlu kuberitahu 'kan kenapa aku memanggilnya Mr. Suu? Dari namanya saja sudah jelas itu adalah lelaki, Sas-uke."

Rasanya Sakura sangat ingin mengingit bahu lelaki penjual lukisan ini, karena jika ia memukul lengan atau perut Sasuke, maka dipastikan kepalan tangannyalah yang akan memerah dan dirinya pula yang malah merasakan sakit. Untuk hal memukul tubuh lelaki berparas tampan ini, Sakura sudah bertobat. Otot lelaki memang lebih keras daripada wanita, ia pun sadar dengan hal itu. Apalagi jika diperhatikan tubuh Sasuke memang memiliki postur yang tegap.

Helaan napas adalah tanda dari keputus-asaan Sakura, ia tidak tahu harus melakukan apa lagi agar Sasuke mau mempertemukannya dengan Mr. Suu.

"Baiklah, kalau begitu aku ingin kau menyampaikan ini untuknya."

Sakura mengambil sebuah amplop merah muda yang bagian depannya adalah gambar rimbunan bunga sakura yang sedang mekar dan beterbangan ditiup angin.

"Berikan surat ini kepada Mr. Suu, dan katakan padanya kalau aku adalah penggemarnya yang selalu ingin berjumpa dan membicarakan banyak hal tentang dia."

"Eh?"

"Kenapa, Sasuke-kun?"

Sekarang ia malah bingung karena melihat Sasuke yang terdiam dan seperti terkejut sebab mendengar ucapannya.

Lelaki itu hanya terhenyak sambil memikirkan sesuatu, sampai setelah terjebak bersama otaknya cukup lama, Sasuke terkejut karena merasakan sentuhan pada lengannya yang utuh. Ia hanya menghela napas, masih bingung ingin memberikan alasan apa untuk menolak surat pemberian gadis ini.

Bibir yang awalnya ingin mengucapkan sesuatu pun sekarang terkatup rapat, ada banyak persepsi yang muncul di kepalanya, jika ia menolak amplop pemberian Sakura.

"Aa," hanya itu kata ambigu yang tergumam dari bibirnya, lengan kananya lalu terulur untuk menerima sebuah surat dari gadis yang merupakan penggemar Mr. Suu ini. Ia tersenyum kecil karena mendengar suara Sakura yang bersemangat.

"Aku akan menunggu jawabannya. Sampaikan salamku ya, Sasuke-kun." Kembali kedutan kecil yang diberikan Sasuke sebagai jawaban atas ucapan si permata emerald itu.

Hari yang semakin sore akhrinya menjadi penyebab untuk perpisahan mereka, Sakura pulang terlebih dahulu dan tinggallah Sasuke seorang diri di area berjualannya. Lelaki itu hanya menutup mata sambil meresapi suara langkah sang gadis ceria yang terdengar semakin menjauh. Setelah suara itu menghilang dari pendengarannya, lelaki yang selalu dianggap menyusahkan bagi banyak orang itu membuka matanya, onyx dan violet itu terlihat, walau begitu sang empu sama sekali tidak dapat menerima cahaya mentari dan hanya dapat menyaksikan kegelapan.

Lengan kanannya masih memengan surat yang terbungkus apik, ada desiran aneh di dadanya saat ia meletakkan amplop itu dipangkuannya dan menggunakan tangan kanannya untuk meraba selembar pembungkus surat itu. Senyuman kecil tanpa sadar merekah. Sama sekali tidak menyangka kalau gadis yang baru dikenalnya itu sangat mengagumi lukisan karya Mr. Suu.

Jam tangan yang berada di sakunya ia ambil dan dibukanya penutup kaca bening benda tersebut, sehingga bagian jarinya bisa merasakan angka-angka dari jarum panjang, pendek dan jarum detik di sana. Pukul lima lewat, ia pun bergegas merapikan lukisan-lukisan dan menaruhnya di sebuah tas yang terbuat dari kain tebal yang merupakan buatannya sendiri.

Tujuh buah lukisan telah berada di dalam tas dan ia gantungkan di bahu kirinya, lalu ia pun menyatukan dua buah kursi plastik dan mengikat seutas tali di lubang kursi, setelahnya Sasuke mengantungkannya di leher dan ia sibakkan ke belakang punggunya. Kursi itu memang berukuran kecil, tingginya hanya sepuluh senti dengan tempat duduk yang pas untuk satu orang.

Tongkatnya ia gerakkan dan Sasuke melangkah menelusuri jalan Clover, ia sudah sangat hafal dengan jalan ini karena setiap hari selalu melewatinya. Meter demi meter, tak terasa kaki dengan langkahnya yang lebar, tetapi tetap pelan dan berhati-hati kini membawanya kepada sebuah tempat kos berharga murah yang ia sewa. Lelaki itu menaiki tangga dengan perlahan dan ketika telah sampai di depan pintu kamar kos yang letaknya di paling ujung lantai dua, Sasuke lalu mengambil sebuah benda metal yang ada di saku celananya, kunci kamar kos yang memiliki bandul tomat hadiah dari Sakura.

Pintu terbuka dan menampilkan sebuah ruangan yang cukup luas, jika untuk satu orang penghuni. Setelah pintu akan langsung di hadapkan dengan sebuah ruang kamar dan bagian belakang merupakan dapur yang dilengkapi dengan kamar mandi. Sasuke pun melepaskan tas yang mengangkut tujuh buah lukisan itu dan menaruhnya di sandaran dinding sudut kamar, peralatan lainnya juga ia lepas. Tubuhnya yang lelah langsung ia jatuhkan ke atas ranjang berukuran pas jika ditempati oleh dua orang, napasnya masih ia atur karena rasa penat yang melandanya.

Ruangan itu gelap gulita, terlihat adanya bolham yang beberapa bagian sudah menghitam karena rusak, dan ia tidak pernah berniat untuk memperbaikinya. Kini, hanya ada cahaya rembulan yang menyinari kamar tidurnya melalui celah-calah jendela yang sedikit terbuka.

.

Tak terdengar bunyi gemericik air dari kamar mandi, menandakan Sasuke telah selesai. Kemudian, gesekan pintu yang terbuka pun terdengar dan meramaikan ruangan kamar yang senyap itu. Ketika rambutnya sudah tak menetesi air lagi, ia lantas memakai pakaiannya dan berjalan santai ke arah dapur. Tentu saja, sebagai pemilik kamar kos ini, Sasuke sudah sangat hafal setiap inci dari ruangannya. Ia bahkan tidak perlu memakai tongkat, dan malah berjalan layaknya seseorang yang indranya sempurna, walau nyatanya ruangan ini dalam keadaan gelap dan hanya ada cahaya dari api kompor yang menyala.

Makanan yang ada di meja seadanya saja, sup telur dengan nasi. Sasuke langsung melahapnya, teringat dengan sesuatu, ia pun mempercepat makannya dan menandaskan isi mangkuk.

Peralatan bekas makan telah ia cuci, Sasuke lalu berjalan dan memeriksa tas selempang yang biasa digunakannya untuk menyimpan uang hasil berjualan tadi. Bukan uang yang menjadi tujuannya saat ini, tapi sebuah kertas amplop yang berisikan surat pemberian teman wanitanya.

Jari Sasuke menemukannya dan ia pun berusaha membuka amplop itu, tentu saja cukup sulit membuka amplop yang tertutup dengan rekatan lem, tidak mau ambil pusing, Sasuke mengigit ujung kertas pembungkus dan merobeknya sedikit. Dengan perlahan, ia lalu mengikuti arah lipatan kertas itu dan merobek sedikit demi sedikit dan hati-hati agar surat yang berada di dalam sana tidak ikut terkoyak.

Kertas bagian dalam yang berisikan tulisan Sakura dapat diambil Sasuke, ia lalu membukanya dan untuk sesaat hanya terdiam dengan jari-jari yang memengang selembar kertas itu, tidak melakukan apapun. Lengannya yang utuh kini bergerak dan meletakkan pemberian Sakura itu di meja rendah yang ada di depannya, setelah yakin kertas itu tidak akan terlipat dan bagian depannya berhadapan dengannya, Sasuke lalu menurunkan kelima jarinya dan menyentuh tulisan-tulisan tangan Sakura. Meraba surat dari atas ke bawah, ia dapat merasakan adanya bentuk tulisan, tetapi tidak terlalu jelas tersentuh kulit jarinya. Ia melakukannya berulang-ulang, tapi sama sekali tidak dapat mengetahui apa yang tertulis di dalam sana.

Sasuke mencobanya sekali lagi, ia pun mengatupkan kelopak dari permata onyx danviolet itu, lalu berkonsentrasi agar bisa mengerti apa yang tertulis di dalam secarih kertas yang berada di meja. Namun, kenyataan membuatnya dirinya hampa. Nihil, tak ada yang bisa ia pahami dari tulisan yang tidak jelas dalam rabaan kulitnya itu. Sasuke tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia terdiam dengan rasa benci terhadap kekurangannya.

Kepala berambut raven itu menunduk dan mengarah kepada letak kertas yang berada di bawah wajahnya, kalau orang lain melihat dirinya, pasti mereka mengira bahwa ia sedang membaca surat itu saat ini, di tengah gulita yang menyesakkan dada. Relung hatinya merasakan kehampaan karena tak dapat mengerti isi surat itu. Ada kalanya ia berpikir, kenapa ia harus ditakdirkan untuk tak sempurna seperti ini? Kenapa harus dirinya?

.

.

.

.

.

Chapter 3

End

A/N:

Hai hai. Berjumpa lagi dengan saya zhaErza.

Terimakasih sudah menyediakan waktunya untuk RnR, ya.

Ahhh sebenarnya aslinya di lepi Victim sudah sampe chapter 12 heheh.

Kalau gitu silakan tulis kesan dan pesan saat membaca fic ini hehe.

Salam sayang dari istrinya Itachikoi,

zhaErza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top