14. Bintang Penunjuk Arah
Sudah tiga hari semenjak kami memutuskan untuk tinggal sementara di ujung Sistem Crusai—lebih tepatnya adalah ruang antarsistem antara Crusai dengan Ottara.
Tak ada sesuatu yang menarik di sini kecuali objek-objek beku, istilahnya awan ujung. Jika digambarkan dengan penggambaran sederhana, awan-awan ini membentuk bola dan menjadi lapisan paling luar di sebuah sistem bintang. Biasanya mengandung beberapa unsur, salah satunya air, dan ini yang membuatnya jadi menarik.
Yu'zar dan tim, tepatnya hanya dengan Anra berhasil mengambil ekstrak air untuk ditambahkan ke persediaan air di Viatrix kemarin.
Saat ini, aku sendiri tengah menyendiri di anjungan. Di depanku, sepetak layar holografik yang lebar menyala. Menampilkan beberapa informasi tentang dua sistem bintang yang jadi kemungkinan tujuan perjalanan selanjutnya.
Di Sistem Crusai, ada tujuh planet beserta beberapa planet kerdil dan objek lainnya yang tak bisa dihitung jari. Titik menarik ada di Crusai sendiri, sebuah planet terestrial berpermukaan gurun pasir. Kabarnya menjadi salah satu pusat dagang planet-planet yang berdiri di bawah naungan Serikat Sistem Independen.
Sementara itu, di Ottara, terdapat sistem bintang dengan delapan planet utama yang mengitari sebuah bintang biru. Tidak ada planet terestrial yang masuk ke dalam zona layak huninya karena zona aman sistem tersebut berada di antara planet urutan lima dan enam yang merupakan raksasa gas seperti Gundarna.
Aku mengusap-usap kepalaku sendiri. "Wah, aku jadi bingung."
Setelahnya, terdengar suara pintu bergeser. Yu'zar datang sembari membawa segelas besar berisi air putih. "Lapor, Kapten. Reparasi beberapa bagian kapal sudah selesai, tapi kita kehilangan banyak suku cadang. Artinya, kalau setelah ini ada bagian luar kapal yang rusak, kita akan kesulitan memperbaikinya."
"Santailah sedikit. Laporanmu seperti anggota militer," ucapku.
Yu'zar berjalan ke sampingku, posisi biasanya ia berdiri. "Yah, mungkin aku memang terbiasa melapor seperti itu," balasnya sembari menggaruk-garuk kepala. "Ngomong-ngomong, bagaimana dengan data planetnya?"
"Ah, itu dia. Lihatlah, ada beberapa hal menarik yang aku temukan." Aku menunjukkan temuanku yang masih terpajang di layar holografik utama.
"Crusai ... Ottara ...."
"Dua-duanya sama-sama menarik menurutku. Kalau kita pergi ke Crusai, kita bisa membeli beberapa persediaan untuk perjalanan nanti. Kalau kita ke Ottara, kita bisa mengambil gas lagi," paparku, menjelaskan dua kemungkinan yang aku pikirkan sejak tadi.
"Tapi bagaimana dengan Serikat? Apa mereka masih kawan kita?" tanya Yu'zar.
Aku ingat. Pertempuran sebelumnya menjadi sebuah ketidakjelasan bagaimana Serikat berpihak. Mungkin mereka tidak mau sumber daya alam mereka diambil lagi, apalagi Sistem Ottara berada lebih dalam di Daerah Belum Terjelajah. Jelas Ottara bukan pilihan yang paling tepat. Namun jika kami memilih Crusai sebagai lokasi tujuan, mungkin mereka akan menangkap kami dengan mudah.
Ini jadi lebih membingungkan ketimbang memilih satu dari dua pilihan yang aku temukan.
"Benar juga. Tapi kita tak bisa hanya diam di sini," ucapku.
"Aku mengerti."
Tujuan selanjutnya untuk Viatrix menjadi hal yang membuatku melamun kencang. Pantas saja mereka bilang menjelajah itu hal sulit, dan orang Edeatu yang menjelajah jauh dapat penghormatan tinggi.
Yu'zar menyentuh pundakku. "Lebih baik kau istirahat dulu, Milla. Saviela mngajakmu ke ruang makan tadi. Dia bilang dia mau masak. Aku bisa urus sisanya."
Aku menyentuh punggung tangan Yu'zar yang mendarat di pundak, mendongak dan menatap wajah lelaki itu. "Terima kasih. Aku pergi dulu sebentar."
Aku meninggalkannya di anjungan sendirian. Yu'zar benar-benar membantu sejak ia tiba di sini. Saat ini aku bisa bersantai sedikit, meski sebenarnya aku merasa tidak enak sebab ia telah bekerja keras.
Aku pergi ke ruang makan dan mendapati anak buahku yang tengah menikmati santapan makan malam. Awak anjungan juga berada di sana, tengah berkumpul di sebuah meja melingkar.
Seseorang berteriak, "Kapten tiba!" Lantas membuat seluruh pengunjung ruang makan menghentikan aktivitas dan berdiri.
Aku yang masih berada di dekat pintu keluar pun ikut terdiam. "Lanjutkan saja," ucapku.
Mereka kembali duduk. Aku pun berjalan menuju meja bundar yang ditempati awak komando. Sesuai ajakan dari Saviela, dia memang memasak makanan untuk kami. Sebuah roti bundar dengan krim coklat serta susu di atasnya.
"Wah wah wah, jamuan yang enak malam ini."
Aku duduk di salah satu kursi di dekat Saviela. Mereka juga menyajikan minuman soda rasa buah sebagai temannya.
"Tidak mengajak Senior Yuu?" tanya Saviela.
Aku menggeleng. "Dia sedang di anjungan. Nanti kalian bawakan makanan untuknya, karena dia sudah bekerja keras."
Euize ikut mengambil potongan roti jatahnya. "Aku kira kita akan makan malam bersama."
"Bukannya tidak baik kita beristirahat sementara dia masih bekerja?" Qamary mengambil segelas soda dan meminumnya.
"Justru karena itu aku ke sini. Kita tidak punya waktu untuk beristirahat," ucapku. Aku mengeluarkan sepetak layar hologram dari proyektor yang ada di meja. "Crusai dan Ottara, dua sistem bintang terdekat yang bisa kita raih ternyata bukan dua pilihan yang bagus."
"Bukannya Crusai itu salah satu pusat dagang?" tanya Pedra sambil meminum minumannya, sepertinya itu koktail.
"Benar. Pusat dagang Serikat. Setelah apa yang terjadi pada kita tempo hari, aku berpikir kita sebaiknya mencari jalan aman."
Seluruh awak anjungan paham betul apa yang tengah kami hadapi. Tentunya tidak ada satu pun dari kami yang berharap kehilangan orang lagi karena Serikat telah menganggap kami sebagai musuh.
"Ottara juga bukan pilihan yang baik. Serikat pasti mengamankan planet dengan sumber daya yang melimpah. Sekali kita berhasil tiba di sana, puluhan kapal pasti membuat pesta penyambutan."
"Pesta?" tanya Saviela.
"Yap, dengan kembang api yang bisa melelehkan Viatrix," timpal Euize.
Aku berdiri dari posisi dudukku. "Bicara soal pesta, tolong bungkus punyaku dan punya Yu'zar. Kita akan bertemu di anjungan lima belas menit lagi." Aku berjalan meninggalkan awak anjungan sebab aku sedang tidak nafsu makan dan ada sesuatu yang harus aku kerjakan.
"EH? EEEHHHHHH!" ujar seluruh awak anjungan bersamaan setelah aku perintahkan mereka untuk kembali bekerja setelah makan malam selesai.
-----
Aku mendatangi ruangan yang sebelumnya tak aku datangi, yang sebelumnya terkunci. Ruang kerja milik Kapten Mazcira, ayahku. Semenjak kepergian kedua orang tuaku, ruang ini tidak pernah digunakan. Namun kali ini aku membukanya untuk yang pertama kali sebagai kapten baru kapal Viatrix.
Sederhana tetapi berkelas, begitulah kata yang bisa menggambarkan ruangan ini. Koleksi benda berharga milik orang tuaku juga ada di sini, terpajang di beberapa titik ruangan. Aku segera berjalan menuju sebuah meja kerja panjang, yang di atasnya terdapat sebuah foto terpajang.
Fotoku, ayahku, serta ibuku.
Aku melihat Milla kecil, sosok anak yang sampai kini menyimpan impian yang sama. Setelahnya, aku beralih dari proyektor holografik dua dimensi itu dan mencari sesuatu yang menarik lainnya.
Aku beralih ke sebuah kursi, mirip sebuah singgasana, yang terletak di belakang meja kerja. Telapak tanganku langsung menyentuh permukaan halusnya yang terbuat dari logam disertai ukiran dan ornamen dari kayu. Berpikir apakah aku orang yang layak untuk menggantikan ayahku dan duduk di kursi ini.
Aku akhirnya mencoba duduk di kursi ini untuk pertama kalinya. Nyaman, seolah seluruh penatku tersedot ke ruang angkasa dan menghilang. Dengan iseng, aku memijit tablet kerja milik ayahku, yang tiba-tiba mengeluarkan sepetak layar hologram besar.
"Ini ... semua catatan milik Ayah."
Sebuah bilah menunjukkan notifikasi pesan mengalihkan perhatianku. Apa mungkin seorang mengirim pesan ke sini selama ruang ini terkunci? Sebab aku sudah penasaran, aku langsung saja membuka pesannya, sebuah pesan visual singkat.
"Tuan Matakrom?"
Yang muncul dan mengirim pesan itu adalah Tuan Matakrom. Nampak jelas setengah wajah siborg dan rambut abu pudarnya. Apa yang ingin dia katakan?
"Aku berbicara untuk seluruh anggota Edeatu yang tersebar di Galaksi. Seperti yang kalian ketahui, Daerah Belum Terjelajah menyimpan rahasia Galaksi yang belum diketahui banyak orang. Aku dengar juga, beberapa perompak telah pergi untuk menantang daerah tak berpeta itu untuk melanjutkan jalan kita, jalan Edeatu. Pesanku untuk seluruh perompak yang akan pergi ke sana adalah: jangan lari dari tantanganmu, hadapilah demi kebanggaanmu, dan jika keadaan membuat jalanmu buntu, uluran tangan Edeatu selalu sedia di mana saja. Jangan ragu untuk meminta dan memberi bantuan. Dengan itu, kebangaan bersama akan tercapai. Sebab itulah Edeatu berdiri ...."
Pesan berhenti, wajah Tuan Matakrom menghilang, suaranya tidak terdengar lagi. Aku segera mengecek berapa usia pesan ini. Dalam daftar rincian, aku menemukan pesan ini berusia lebih dari satu tahun, sepertinya sebelum kedua orang tuaku memulai pelayaran ke zona tak diketahui ini.
"Sebentar," ucapku, kembali memutar pesan untuk yang kedua kalinya, tetapi tak bisa. Pesan ini dirancang untuk sekali putar dan akan hangus dengan sendirinya.
Pesan dirancang untuk sekali lihat dan telah hilang. Begitu yang tampak di layar.
Aku rasa Tuan Matakrom mengatakan sesuatu tadi. Sesuatu tentang bantuan.
"Itu dia!" teriakku.
Lantas aku meninggalkan ruangan milik orang tuaku, berlari menuju anjungan secepat yang aku mampu. Orang-orang yang berjalan di lorong kapal tampak heran, sepertinya sebab aku terburu-buru sambil berteriak untuk minggir. Pintu anjungan telah di depan mata dan langsung bergeser setelah tahu aku berjalan menujunya. Akhirnya aku menghentikan lariku dan mulai mengatur napas yang terengah-engah.
Yu'zar menyambutku. "Kapten, ada apa?"
Aku masih harus menstabilkan ritme napas. "Semuanya sudah di sini?"
"Bahkan kau telat satu menit, Kapten!" teriak Saviela.
Aku segera berjalan menuju kursi komando. "Cari Edeatu yang paling dekat dari sini. Kita akan aman jika berkumpul dengan sesama kita."
Aku menatap Yu'zar yang juga menatapku mantap dengan senyuman terukir dan anggukan yang ia beri. "Kau benar, Kapten," ucapnya.
"Aku dengar banyak yang menjelajah Daerah Belum Terjelajah setelah kita tiba di Gundarna. Mungkin ini salah satu rekan yang bisa kita kunjungi." Suara Saviela kembali terdengar. Aku segera turun ke lantai bawah bersama Yu'zar untuk melihat pekerjaannya lebih dekat.
Nampak wajah seorang lelaki paruh baya berambut biru tua di layar konsol milik Saviela. "Kapten Raye?" tanyaku sembari membacakan namanya.
"Informasi yang kudapat, dia berada di Sistem Erenam untuk waktu yang cukup lama. Sepertinya kita bisa mengunjunginya," Saviela menjawab. "Ia menetap di salah satu dari dua bulan milik planet utama sistem yaitu Erenam."
"Bisa kita kirimkan pesan untuknya?" tanya Yu'zar.
Aku menggeleng. "Berbahaya, apalagi jika pesan kita terlacak dan akhirnya armada Kapten Raye ditemukan oleh Serikat. Jadi satu-satunya jalan adalah pergi ke sana."
Saviela bersandar di kursinya dan menoleh, menatapku dengan senyum tipis.
Aku berjalan menuju lantai atas sembari memberi perintah. "Anak-Anak, siapkan diri kalian untuk pergi ke Erenam. Qamary, siapkan rute. Saviela, sambungkan dengan Kapten Raye ketika kita sudah tiba di sana. Untuk sekarang, tolong sambungkan aku dengan seluruh awak."
"Kau telah terhubung, Kapten," ucap Saviela seketika setelah mendengar perintah terakhirku.
Aku segera mengumumkan rencana perjalanan Viatrix kepada seluruh awak di kapal. "Perhatian, kepada seluruh awak yang telah bekerja keras selama kita di sini. Dengan senangnya, aku menyampaikan bahwa kita akan pergi ke tujuan baru besok. Sebuah sistem bernama Erenam, untuk bertemu rekan kita sesama Edeatu di sana. Beristirahatlah, siapkan diri kalian untuk perjalanan di esok hari."
Seluruh awak terdengar bersorak dari saluran komunikasi. Bising, tetapi aku sudah terbiasa sebab sudah pasti mereka begitu. Layar utama padam, sehingga aku menatap jendela raksasa anjungan yang menampilkan gelapnya ruang antarsistem.
Sepercik cahaya terlihat, membentuk ekor berwarna ungu terang. Indahnya memecah kegelapan, membuat diriku terpaku. Aku melihat sebuah komet yang melintas di kejauhan.
"Komet!" seruku. Diikuti dengan ucapan awak komando seakan tidak percaya.
"Bintang jatuh," ucap Yu'zar. Sebutan aneh macam apa itu?
Aku menoleh ke arahnya yang tengah memandang penampakan si penjelajah berekor itu. "Bintang jatuh?"
"Itu sebutan untuk komet, karena kalau dilihat dari daratan akan tampak seperti sebuah bintang yang jatuh," jawabnya.
Aku tertawa, lucu kedengarannya. Komet itu terlihat seperti akan memulai sebuah perjalanan antarbintang, bukan seperti akan jatuh ke suatu tempat. Ia terlempar dari sistem bintangnya, lalu menjelajah sistem seberang karena tarikan yang ia terima. Untunglah aku bisa melihat pemandangan indah ini setelah jenuh dengan ratusan objek gelap dingin tampak di depan setiap harinya.
"Baiklah, tugas kalian hari ini sudah selesai. Kita bersiap untuk perjalanan selanjutnya," ucapku, memberi perintah terakhir untuk hari ini.
"Yera-Yera Yo!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top