B A B 6
--VERSUCHEN MALOVE--
[ B A B 6]
by: MeAtWonderland ft. rebel_hurt
🌸
"Hah! ini lo di sini rupanya," pekik gue saking terkejutnya dengan sebuah pesan yang menautkan kata 'strategi' di dalamnya. Gue segera mencari keberadaan Rena secepat yang gue bisa, karena dialah orang yang mengirim pesan tersebut, dan kebetulan wanita itu tengah sibuk dengan salah satu pasiennya di sebuah kamar inap.
Sender: Renyuk
Nanti ketemuan sama gue.
Kita bahas sesuatu yang penting buat elo.
Gue punya strategi buat doi.
Untunglah gue berhasil membujuk pengawas administrasi yang memang dekat dengan Rena dan sayangnya juga sangat ketus terhadap gue. Tapi, sepertinya gue lagi-lagi mengacaukan diri gue sendiri di depan orang-orang.
Alasannya karena pertama, gue tiba-tiba mengebrak pintu kamar pasien dengan semena-mena, terus berteriak nggak jelas, dan tentunya membuat keluarga pasien yang sedang menunggu dan pasien itu sendiri terkejut kebingungan. Termasuk Rena---orang yang gue cari.
"Dokter Yudha?" ucap Rena sambil melotot tajam kearah gue. Tatapannya menunjukkan ketidaksukaannya terhadap perilaku gue. Ya gue tahu kali ini gue sudah buat kesalahan fatal, "Dokter Vena, anda dicari Dokter Bejo." kata gue, bikin alasan sebisa-bisanya gue.
Gue harap itu bisa bikin Rena secepatnya keluar dari sana dan juga membuat seolah-olah keadaan yang menimpa gue ini adalah keadaan yang genting, jadi keluarga pasien juga akan mengira ini dilakukan karena gue yang sedang terburu-buru membutuhkan bala bantuan, "Dia ada di ruang operasi." tambah gue, biar lebih menyakinkan. Sontak raut wajah keluarga pasien agak khawatir mendengarnya.
"Baiklah. Tunggu sebentar." jawab wanita itu profesional. Gue pun mengangguk menyetujuinya dan berusaha tersenyum semanis mungkin ke keluarga pasien yang sempat gue kagetin tadi. Sumpah, suasananya canggung banget.
Tapi, belum lama Rena menekan bolpoinnya dan menulis beberapa keterangan di papan, gue mendapatkan sebuah panggilan. Gue pun mengangkat panggilan yang ternyata dari Dokter Aditya. Dia menyuruh gue langsung menghampirinya dengan kekuatan flash yang gue punya---emang gue super hero? and the answer is no. Namun, pada akhirnya gue jawab iya dan sesekali ngangguk paham. Rena sempat melirik ke arah gue sebelum akhirnya perhatiannya kembali tertuju ke papan dihadapannya.
Click..., "Oke selesai." kata Rena yang kemudian menekan kembali bolpoinnya sehingga mata penanya masuk kedalam. Dia kemudian pamit kepada kelurga pasien dan menarik lengan gue menuju keluar.
Baru juga menutup pintu kamar pasien, Rena mengencangkan genggamannya ke lengan gue, "Operasi apa?" tanya Rena menelisik keseriusan gue yang tadi ngomong asal-asalan di depan pasien. Dia mendongakkan kepalanya dengan tatapan sok menginterogasi.
Gue melepaskan gengamannya, "Jaga image kali," gumam gue yang masih terdengar oleh Rena. Sayangnya, Rena yang kenal gue dari jaman gue masih culun ini ternyata sama sekali nggak mempan sama kebohongan gue, udah bebal dianya. Beda lagi sama keluarga pasien yang kayaknya yes-yes-in aja. Rena masih bersedekap sambil menaik-turunkan alisnya. Gue pun menggaruk ujung kepala gue yang sama sekali tidak gatal sambil cengengesan, "biasa aja kali Ren. Orang ganteng mah bisa luluh juga kalo diliatin pake alis turun-naik begitu,"
Rena hanya tersenyum menanggapi, "Oke. Elo ikut gue, cuss!" titahnya, membawa gue ke ruangan stasenya.
Setelah sampai disana, dia menyodorkan gue sebuah kertas seukuran A4. Disana tertulis strategi yang dia katakan di pesan yang dikirim ke gue. Kalau dibandingkan tulisan gue, tulisan Rena memang yang paling mudah dibaca.
Kalau gue sih boro-boro, tulisannya dokter bener deh. Untung kesampaian jadi dokter, jadi pas lah ya tulisan dokter dari seorang dokter juga. Understand?
Oke. Kita beralih topik. Isi 'strategi' yang dibilang Rena itu tertulis...,
STRATEGI ALA-ALA RENA :
1. HARUS TERLIHAT HEBAT DI MATA ORANG LAIN
2. PUNYA KEAHLIAN KHUSUS
Usahakan keahlian yang dimiliki adalah hobi atau
kesenangan gebetan lo biar doi tertarik
3. LEMBUT DALAM TINGKAH LAKU DAN TUTUR KATA
4. BUAT SI DIA PENASARAN
5. TUNJUKKAN PERHATIAN SECARA DETAIL DAN EKSTREM
6. JATUHKAN SAINGAN
Dengan membuktikan dan membuat lo adalah orang yang
paling beda
7. SERING BUAT MOMEN SEOLAH-OLAH KEBETULAN
Buat dia berpikir bahwa kita memang ditakdirkan untuk
bersama
8. DEKATI KELUARGANYA
9. AMBIL KESEMPATAN DI TIAP KEADAAN EMOSINYA
10. TUNJUKKAN KESERIUSAN
"Maksud lo, Ren?" tanya gue, menyodorkan kertas berwarna hijau tosca itu kembali ke penulisnya. Rena melipat kedua tangannya di dada dan menjawab pertanyaan gue,
"Ya. Gue udah bilang punya strategi buat doi lo. Dan itu semuanya." jawab Rena dengan nada yang sedikit ragu-ragu. Gue mengamati kembali garis tinta yang Rena tuliskan di kertas itu, "Ja-jadi? Ya..., sorry kalo nggak sesuai sama ekspetasi lo." tambahnya, masih dengan nada ragu-ragu.
Untuk pertama kalinya, dalam seminggu ini, gue akhirnya bisa ngerasain senang luar biasa. Tanpa basa-basi, gue langsung memeluk Rena dan berterima kasih padanya, "Thanks, Ren." kata gue. Dia juga mengangguk, senang bisa ngebantuin gue.
Sebenernya jujur, ketika dia bilang mau bikin strategi buat nyatuin doi sama gue aja, gue nggak berharap banyak. Soalnya gue nggak mau terlalu expose banget gimana rasa sukanya gue sama orang yang untouchable, kayak Dokter Vena. Kalo ketahuan sama dianya kan berabe urusannya. Tapi, untuk hal yang kekanak-kanakan begini, rasanya gue lega banget karena ada orang yang mau bantuin gue deketin Dokter Vena.
Belum juga lima menit gue ngobrol sama Rena soal strategian itu, hp gue berdering. Gue melihat id caller-nya yang ternyata adalah orang yang nyuruh gue lari sekencang flash untuk membantunya, siapa lagi kalo bukan Dokter Aditya.
Gue langsung menyelesaikan percakapan gue dan Rena.
Sebelum gue benar-benar pergi terburu-terburu, Rena berteriak, "Pas pulang nanti briefing sama gue di UGD. Awas nggak dateng!" ancamnya. Gue nyengir kuda, tanda gue setuju. Biarpun yah gue gak tau juga briefing apaan.
Dan tak bisa dipungkiri, gue mungkin memang pelari tercepat di rumah sakit ini.
- V e r s u c h e n M a l o v e-
Pagi dan malam berlalu dengan cepatnya. Berbeda dengan kemarin, gue yang sekarang ini sudah mulai terbiasa dengan kehidupan rumah sakit yang selalu ramai dan sibuk. Tak terkecuali Dokter Vena.
Gue bahkan nggak bisa setidaknya hanya menyapa dia sebagai senior gue. Dia terlalu sibuk dengan pasiennya. Sekarang saja dia lagi-lagi tengah memeriksa pasien. Tapi, kali ini tidak gue temani, melainkan hanya Steven saja yang menemaninya.
Hm, bikin jengkel saja melihatnya. Apalagi Steven yang pro caper menunjukkan aksi cari perhatiannya kepada Dokter Vena. Membuat gue makin gemas dan dengki kepadanya.
Sementara ini gue hanya bisa pasrah dan terima keadaan saja.
Pasalnya sampai sekarang pun gue masih belum terbebas dari Dokter Aditya yang sejak pagi menyuruh gue ini dan itu, pergi ke sana dan ke situ, kerjakan yang bagian ini dan bagian yang itu. Sambil sesekali dia membumbui komentarnya terhadap pekerjaan gue dengan sedikit lada yang sangat pedas.
Dan sekarang dia menyuruh gue menghampirinya, entah untuk apa lagi kali ini. Pokoknya pekerjaan gue nggak ada bedanya sama tukang suruh.
Nyebelin sih, tapi gue lebih nggak suka liat Dokter Vena sama bule caper macam Steven. Tapi yah ditahan aja deh sampai pekerjaan gue tuntas.
Sesampainya di ruangan Dokter Aditya---tempat dia menyuruh gue menghampirinya, dia kemudian menitahkan gue buat menjaga ruang UGD. Kali aja ada yang bisa gue kerjain dan begini begono lah kira-kira. Gue nggak mendengarkannya dengan serius. Tapi intinya gue disuruh jaga disana.
Dan seperti yang dia perintahkan, gue segera menuju UGD.
Bicara soal Dokter Aditya, dia ada berapa keperluan mendadak bersama dokter lain yang kebetulan sudah tidak bisa diganggu gugat---seperti rapat khusus. Sementara dia takut ruang UGD nggak ada yang jaga dan blablabla alasannya---Banyak pokoknya. Dan entah kenapa, dia mempercayakan ruang UGD yang keramat itu kepada gue.
Dan sebagai pesuruh yang baik, gue pun mengiyakannya saja.
Di sana juga nggak cuma gue doang yang jaga. Ada beberapa anak koas lain yang beda stasenya sama gue. Sesekali kita ngobrol-ngobrol buat ngilangin kebosanan.
Tiba-tiba aja tanpa ada tanda-tanda atau peringatan, ruangan ini diisi oleh seorang pasien yang habis mengalami kecelakaan.
Yang bikin gue kaget adalah, saat ini para dokter sedang melakukan rapat di ruangan yang terletak di lantai lima belas. Sementara sepertinya pasien sangat membutuhkan pertolongan khusus yang kami--para dokter koas kurang ketahui. Akan butuh waktu lama untuk mengantar dokter-dokter itu ke ruang UGD yang basisnya di lantai satu.
"Dia sepertinya butuh penanganan operasi. Gue akan panggil Dokter Drei untuk minta pertolongan." kata seorang koas disamping gue, yang kemudian beranjak pergi.
"Gue panggil Dokter bedah Anisa." sambung satu anak di sebelah kiri gue yang mengikuti koas satunya keluar UGD.
Sementara gue dan beberapa dokter muda yang lain mencoba menangani pasien ini semaksimal mungkin.
Gue inget beberapa cara yang diajarkan Dokter Vena ketika menangani pasien gawat darurat. Gue memberi tahu cara ini kepada dokter koas yang lain dan menyuruh mereka ngebantu gue. Akhirnya gue yang urus pake cara-cara yang pernah Dokter Vena kasih tahu sama gue itu.
Dan semoga saja ini cukup membantu pendarahan korban.
Tanpa gue sadari, anak koas yang niatnya manggil Dokter Anisa itu sudah kembali ke ruang UGD tepat waktu. Gue mendongakkan kepala menatap ke arah dokter itu dengan tatapan antusias.
"Saya sudah meminimalisir pendarahannya dan...," ucapan gue terpotong setelah gue tau itu..., "Dokter Vena?" lanjut gue.
Beliau hanya tersenyum sambil mengambil alih pekerjaannya, "Biar saya yang urus." katanya.
"Baik, Dok." jawab gue, menyingkir dan memberi Dokter Vena ruang.
"Good Job, Yudha." bisiknya, tepat di telinga kanan gue.
Jika saja gue ini cewek, pasti pipi gue sudah merona merah saking malunya. Untunglah gue cowok yang cukup ahli jaga image.
"Padahal jam segini biasanya rumah sakit kita sepi pasien gawat darurat. Tapi kali ini beda. Merepotkan juga, padahal ada pembahasan penting." ucap Dokter Drei, menghampiri kami. Dokter Vena menaikkan bahunya acuh.
Tidak lama setelah itu, dokter ahli lain pun sampai di UGD dan menangani pasien tersebut dengan baik.
- V e r s u c h e n M a l o v e-
Sudah setengah jam sejak waktu pulang, dan Rena masih belum juga menampakkan dirinya. Gue mendengus sebal tepat di depan ruang UGD. Kira-kira kapan juga wanita itu menghampiri gue? Bisa lumutan ini lama-lama.
Awas saja jika dia melupakan kata-katanya yang tentang briefing-briefing itu.
"Hai, Panda jelek!" pekik seseorang yang semakin membuat gue sebal. "Ish, jangan marah dong. Tadi Renyuk lagi ada urusan bentar." melas Rena sambil menyenggol bahu gue.
"Gue gak merasa terpanggil t-a-u?" kata gue, "Mentang-mentang gue lagi krisis tidur, lo seenaknya ngatain gue. Lo habisin tiga puluh menit waktu gue yang berharga tau." lanjut gue, yang belakangan ini memang sensitif tentang penampakan mata panda akibat kurang tidur.
"Iya deh. Gitu aja ngambek." kata Rena, menyentil dagu gue, "Gak seru lo!"
"Bodo. Gue ngantuk." jawab gue sembarang.
"Oke kita sekarang pergi ke tempat yang gue tunjukin--ke supermarket." teriak Rena antusias, sambil menyela pergelangan tangan gue.
Gue menahan gerakan Rena, "Buat apa, Ren?"
"Buat memikat kupu-kupu favorit lo." jawab Rena santai.
"Hah?" gue makin mengeraskan tubuh gue. Rena tampak cemberut,
"Udah! Pokoknya lo ikutin gue aja." gigihnya. Mau tak mau gue terpaksa ikut.
🌸
Kena tag:
rahmimth rebel_hurt HildaaaRosida17 MosaicRile Jeon_Eun stnurlaila Salviniamei cupchocochip Choco_latte2 MykaFadia_ matchaholic Shinshinayu unemiraille AlfiNurhasanah Cathetel Cleviya blueincarnation Jou-chan puspitasarierika CantikaYukavers
A/N: Sejauh ini menurut kalian ceritanya gimana? Kira-kira ngapain Rena ngajakin Yudha ke supermarket? Tunggu kelanjutannya di Versuchen Malove rebel_hurt
Dan juga untuk temen sd yg akhirnya ketemu setelah sekian lama chaching_kremi .
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top