54 - Akhir dan Awal
[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.
Selamat Membaca!
✬✬✬
Tak terasa hampir dua bulan sudah berlalu sejak berakhirnya Venturion yang ke 64. Amaryllis yang menjadi salah satu pemenangnya pun merasakan jadwalnya semakin padat. Dia tidak menyangka popularitasnya melejit tajam seperti sekarang.
Kali ini tangan lihai Lucia mendadani Amaryllis dengan cukup sempurna. Balutan gaun pendek dengan nuansa bumi itu membuat penampilannya terlihat natural. Lucia sama sekali tidak melupakan selera pakaian Amaryllis yang bisa dianggap unik bagi kacamata mode Centrus.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Amy?" tanya Lucia yang ternyata berhasil menyadarkan gadis itu dari lamunannya.
"Tidak ada. Aku hanya merasa sedikit bosan," jawab Amaryllis yang melontarkan dusta dari mulut manisnya. Entah kebohongan berapa yang ia lontarkan sejak ia menginjakkan kakinya di Centrus.
"Padahal banyak hal yang bisa kau lakukan sekarang," gumam Lucia dengan menghela napasnya.
Amaryllis menanggapinya dengan tersenyum tipis. Dia memang bisa melakukan apa saja dengan hal yang ia miliki sekarang. Bosan adalah kata yang terdengar kurang pas bagi pemenang Venturion yang sedang naik daun seperti dirinya.
Hanya saja, Amaryllis tidak bisa menjabarkan perasaan kosong yang tertinggal di hatinya setelah bergabung dengan Eagle Eye dan mendapatkan sorotan lebih banyak. Dia ... sepertinya mulai merindukan kesunyian desanya, dan terutama ... kabar sebenarnya dari laki-laki itu.
"Lukamu sembuh dengan cepat, Amy," ujar Lucia yang selesai memoleskan riasan.
"Benarkah? Syukurlah kalau begitu."
"Alastair memegang ucapannya dengan memperkerjakan dokter estetika terbaik untukmu," ujar Lucia yang dibalas senyuman kecil oleh Amaryllis.
"Ngomong-ngomong, setelah cukup lama berapa di sini, apakah kau sudah menemukan jawaban yang kau cari?" tanya Lucia.
Amaryllis terdiam sejenak. "Sudah, aku rasa."
"Kau belum yakin 100%?"
"Mungkin baru 90%, Lucia."
"Kenapa?"
"Entahlah. Hanya saja sulit bagiku untuk percaya sepenuhnya kepada orang lain sekarang," jawab Amaryllis dengan seulas senyum.
"Kalau begitu jangan terlalu dipaksakan, Amy. Terkadang keraguan itu juga penting dalam aspek hidup kita."
Amaryllis mengangguk pelan. Sebenarnya dia pun masih ragu dengan tindakan apa yang harus ia lakukan ke depannya. Apakah dia akan menikmati jerih payah yang ia bangun hingga akhir?
Amaryllis masih mendiamkan tawaran terakhir Penyidik Johan. Kejadian itu sudah lama berlalu dan dia tidak tahu bagaimana detailnya secara langsung. Dia hanya ragu jika dia harus membuka kasus yang asing baginya.
Amaryllis menghela napasnya panjang saat memikirkan kebimbangan yang melandanya. Bukankah seharusnya dia cukup bersyukur karena sudah tahu siapa ayahnya? Mendiang ayahnya sudah beristirahat dengan tenang sekarang. Tidak patut bagi Amaryllis untuk ingin tahu tentang apa yang tidak ada sangkut-pautnya dengan dirinya. Dahinya pun berkerut dalam ketika memikirkannya dengan serius.
Setelah berbagai macam hal yang telah ia lalui, Amaryllis mencoba berdamai dengan keadaan. Namun, hanya satu hal yang belum bisa ia perbaiki hingga saat ini, yaitu hubungannya dengan Samuel.
"Bagaimana kabar Clara?" tanya Amaryllis tiba-tiba.
"Dari kabar yang aku dapatkan dari Travis, dia rehat sejenak di Sektor 2 dengan pengawasan."
Amaryllis menghela napasnya. "Aku belum sempat bertemu dengannya."
"Sepertinya itu agak sulit, Amy. Setidaknya kau harus mendapatkan persetujuan dari dewan jika ingin menjenguknya," jawab Lucia.
"Lalu bagaimana dengan Sam?" tanya Amaryllis lirih.
"Dia sudah jarang menghubungiku. Tapi kata Travis, Samuel lebih banyak diam sekarang. Dia sedang sibuk menyusun serpihan Red Thunder kembali."
"Mereka mendapat mentor dan rekrutan baru, kan?"
"Setahuku sih begitu. Pasti sangat sulit baginya untuk memegang semuanya sendiri. Dia sering pergi ke bar akhir-akhir ini," ujar Lucia yang membuat alis Amaryllis terangkat.
Amaryllis sedikit mengalihkan pandangannya ketika Lucia pergi untuk mengambilkannya sepatu. Dia memandang kilapan cahaya yang terpantul dari balik kaca gedung tempatnya berada. Menerka-nerka apakah pupilnya mampu menyesuaikan diri kepada banyaknya cahaya yang akan membombardir dirinya.
"Kau terlihat cantik, Amy," puji suara laki-laki yang berhasil mengejutkannya.
"Alastair?"
Alastair mengembangkan senyumnya lalu datang menghampirinya. Dia mengamati Amaryllis dari ujung kaki hingga kepala. Kedua tangannya bertepuk pelan karena senang.
"Kau beradaptasi dengan baik di sini. Aku senang melihatnya," ungkap Alastair.
"Terima kasih, itu berkat bantuan kalian semua," jawab Amaryllis balas tersenyum kecil. "Tapi sejujurnya aku masih merasa gugup."
Alastair mengangguk pelan. "Apa pun pasti akan aku lakukan demi kelancaran karirmu. Kau tinggal mengatakannya kepadaku atau William jika merasa kesulitan," jawabnya dengan mengelus pundak Amaryllis.
Amaryllis menaikkan sedikit alisnya. Dia masih terdiam pada tempatnya. Melihat Amaryllis yang tampak sedikit gelisah, membuat Alastair memperhatikannya dengan saksama.
"Apa ada yang ingin kau sampaikan, Amy?" tanyanya.
"Sebenarnya ... aku ingin ke Acerion untuk beberapa hari, apakah bisa?" tanya Amaryllis yang mengungkapkan isi pikirannya.
Alastair mengangkat alisnya. "Aku kira kau merindukan Wanner. Jadi kau mau ke tempat mendiang ayahmu?"
"Iya."
Laki-laki itu kemudian membuka layar agenda dari jam pintarnya. "Sepertinya bisa, tapi kau harus menunggu bulan depan karena jadwalmu cukup padat."
"Itu tidak masalah. Aku akan menunggunya," jawab Amaryllis.
"Baiklah. Kalau begitu, bulan depan aku akan mengizinkanmu untuk pergi ke Acerion," ujar Alastair yang membuat Amaryllis mengembangkan senyumnya.
"Tapi kau harus pergi bersama dengan asistenku dan juga Gavin," lanjut Alastair.
"Kenapa dengan Gavin juga?"
"Dia berasal dari Acerion, jadi akan lebih mudah untukmu jika bersama dengannya," jawab Alastair.
"Lagi pula, dia pasti juga akan senang kalau ikut pulang ke sektornya sebentar. Selain itu, chemistrymu dengan Gavin juga harus diperkuat," imbuh laki-laki itu.
"Baik kalau begitu. Aku tidak akan mempermasalahkannya kalau itu alasannya."
"Aku akan memastikan kalau kunjunganmu ke sana akan sangat privat," ujar Alastair.
"Terima kasih banyak, Al."
Laki-laki tersenyum lembut. "Tidak masalah, apa pun pasti akan kulakukan untukmu."
Sekali lagi Amaryllis merasa cukup tersentuh dengan tutur katanya. Bagaimanapun juga, Alastair sekarang menjadi salah satu orang yang berperan dalam hidupnya selain Samuel. Dia adalah orang yang berhasil menghubungkan bagian hidupnya yang hilang.
Amaryllis sebenarnya merasa sedikit iri dengan Alastair. Laki-laki yang menjadi putra Theodore Sylvester itu bisa bertemu langsung, mengenal, dan menghabiskan waktu lebih banyak dengan Stevan Heath. Sedangkan Amaryllis sendiri bahkan tidak pernah satu kali pun mengenal ataupun bertemu dengannya hingga maut menjemput ayahnya.
Alastair yang sekarang berusia 26 tahun itu sudah mengenal ayahnya sejak ia kecil. Mengingat Alastair mengatakan kalau Stevan sudah beberapa tahun bekerja di Lucid Corp sebelum ia dilahirkan, mungkin ia mengenalnya selama 17 tahun? Terasa sedikit aneh melihat dan mendengar anak orang lain lebih mengenal ayahnya daripada dirinya.
Suara pintu yang dibuka membuat Amaryllis menolehkan kepalanya ke sumber suara.
"Oh! Ternyata Tuan Sylvester sudah berada di sini?" sapa Lucia yang membawakan sepasang sepatu berkelip itu.
"Halo, Nona Baneffe. Aku rasa, kau bisa memanggilku seperti biasa saja."
Lucia menggeleng. "Karena aku sedang bekerja, jadi itu panggilan yang cocok untukmu," jawabnya yang membuat laki-laki itu tertawa lirih.
"Ini sentuhan terakhir untukmu, Amy," ujar Lucia sembari memakaikan sepatu hak tinggi itu padanya.
"Terima kasih, Lucia," ucapnya yang kemudian berdiri dari duduknya. "Sepertinya aku harus pergi dulu," ujarnya kepada Alastair.
"Baik. Sampai berjumpa lagi nanti," ujar Alastair yang dibalas anggukan oleh Amaryllis sebelum gadis itu pergi untuk menemui para jurnalis dan fotografer yang menunggu di aula.
Matanya kembali fokus dengan tajam untuk menghalau kilatan kamera yang mengarah padanya. Menajamkan pendengarannya untuk menjawab berbagai pertanyaan yang dilontarkan kepadanya. Bertanya-tanya apakah semua orang kini dapat melihat setiap gerak-geriknya di sana.
"Nona Heath, bagaimana rencanamu untuk jadwal mendatang?"
"Apa kau berencana untuk melakukan selebrasi akhir-akhir ini?
"Kapan kau akan menengok Sektor 5 lagi? Sepertinya kau menjadi idola baru untuk mereka."
"Apakah kau akan mengunjungi keluargamu lagi di Wanner?"
Pertanyaan-pertanyaan itu menghujamnya tanpa henti. Apakah keluarganya di Thon juga sedang melihatnya sekarang? Amaryllis sangat ingin mengetahui jawabannya dengan tulus hati.
"Aku belum tahu," jawabnya dengan tersenyum kecil. "Mungkin aku akan menghabiskan jadwalku di sini dulu," pungkasnya sebelum memasuki aula dan menemui Tuan Charles Smith yang mengundang seluruh jajaran Cascallustre dan peserta Venturion.
"Selamat datang, Nona Heath. Bagaimana kabarmu?" tanyanya menyambut kedatangan gadis itu.
"Kabarku baik, Tuan Smith. Centrus menyediakan seluruh kebutuhanku dengan sangat baik," jawab Amaryllis.
Tuan Charles Smith tertawa kecil lalu menepuk pundaknya. "Kalau kau ingin sesuatu katakan saja. Kami pasti akan berusaha menyediakan hal yang bisa menyenangkan hatimu."
Amaryllis balas tersenyum dan mengangguk pelan. Basa-basi sebentar itu sudah menjadi makanan sehari-harinya mulai sekarang. Dia berusaha keras untuk mengisi kembali seluruh energinya yang terkuras untuk melewati kebiasaan formalitas itu.
"Tuan Smith," sapa suara William Acre yang datang dari belakang Amaryllis.
"Oh! Tuan Acre, kau sudah sehat?" tanya Tuan Charles.
"Syukurlah, tenaga medis Cascallustre sangat kompeten dalam perawatanku," jawab William dengan memegangi dadanya.
Tuan Charles menganggukkan kepalanya. "Kami sudah memilihkan yang terbaik untuk kalian," kekehnya senang.
"Melihat kalian pulih dengan baik, aku jadi tidak sabar untuk menantikan permainan musim depan," ungkap Tuan Charles dengan tersenyum lebar. "Kalau begitu, nikmati pestanya dan selamat bersenang-senang," pungkasnya sebelum meninggalkan mereka.
Amaryllis sedikit membungkkukkan badannya untuk memberi hormat. Lalu dia merasakan William menepuk pundaknya pelan.
"Lihat. Bukankah kau ingin tahu kondisinya? Dia tampak sudah baikan," celetuk William yang membuat Amaryllis mengikuti arah pandangnya.
Tangan Amaryllis sedikit mengepal. Dia ingin menyapa laki-laki berambut merah itu sebentar saja. Namun, ketika mereka tidak sengaja saling bertemu pandang, kata-kata itu hanya tertahan di tenggorokkannya.
Samuel hanya memperhatikan Amaryllis dari kejauhan, sebelum dia mengalihkan dirinya ke sisi lain. Amaryllis menghela napasnya ketika pandangan mereka sudah berpisah. Meskipun hanya sebentar, tetapi dia merasa lega karena bisa melihat laki-laki itu lagi.
"Dia sepertinya pulih dengan cepat."
"Apa mereka sudah mulai merancang permainan musim berikutnya?" tanya Amaryllis yang mengingat pembicaraan terakhirnya.
"Sepertinya dewan sudah membuat gambarannya," jawab laki-laki berjas hitam dengan bunga mawar di sakunya itu. "Mengingat masalah internal yang Cascallustre hadapi beserta masalah eksternal yang menyangkut Noffram, aku pikir Venturion akan dirubah lagi sistemnya," lanjutnya yang membuat alis Amaryllis terangkat sebelah.
"Seperti apa?" tanya Amaryllis.
William mengangkat bahunya. "Mungkin akan lebih meriah? Dewan memerlukan sesuatu yang keras untuk menutupi kebisingan ini."
"Lagi pula, acara itu akan diadakan tahun depan. Dan kau sudah jelas akan berada di dalam daftar mereka, Amaryllis," ujar William.
✬✬✬
✬ Mulmed: Hidden Citizens - Our Time (feat. Aloe Blacc)
Holla, terima kasih buat semua yang udah meluangkan waktunya buat dukung ceritaku. Almost there guys. Have a great day dan sampai jumpa di bab terakhir! ✨
2021 © Anna Utara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top