51 - Perang Batin

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

✬✬✬

Hari ini Amaryllis sudah menginjakkan kakinya ke lantai mengkilat Gedung A. Tangan lembutnya itu memencet angka 20 di elevator transparan itu. Sembari sedikit memeluk tubuhnya, ia menunggu elevator itu membawanya ke lantai yang ia tuju. Lantai di mana ruangan Alastair berada.

Dentingan dari elevator memberinya aba-aba untuk segera keluar dari sana. Menuju ke tempat yang masih asing bagi penglihatannya. Ini adalah pertama kalinya ia menginjakkan kakinya ke basis union Eagle Eye.

Ornamen elang denga aksen emas menjadi ciri khas tempat itu. Apakah orang-orang di sana sudah kebal dengan emas yang bergelantungan di mana-mana? Logam mulia itu bahkan tampak seperti batuan yang tidak ada harganya lagi karena diletakkan sembarang tempat.

"Nona Amaryllis Heath, biar saya tunjukkan ruangannya," ujar salah staff yang berdiri di ambang pintu masuk.

Amaryllis mengangguk pelan. "Baiklah," jawabnya seraya mengikuti wanita itu.

Staff menuntun Amaryllis menuju ke sebuah ruangan yang lebih dalam. Mereka kemudian membukakan pintu besar berukiran megah itu untuknya. Sosok laki-laki bermata biru yang sedari tadi menunggunya itu langsung berdiri dari kursinya, setelah ia melihat kedatangan Amaryllis.

"Amaryllis! Aku senang melihatmu lagi. Selamat datang!" sambut Alastair dengan mengembangkan senyumnya. "Silahkan duduk."

"Terima kasih, Alastair," jawab Amaryllis yang terkesan canggung.

Alastair tertawa lirih. "Santai saja kalau sedang denganku. Anggap aku sebagai teman biasamu."

Amaryllis menganggukkan kepalanya. "Baik. Aku akan mencobanya nanti," jawabnya dengan tersenyum.

"Baik. Karena kau sudah pindah ke sini maka aku akan langsung memberikan ini," ujar Alastair sembari memberikan pin emas di dalam kotak beludru itu kepada Amaryllis. "Kontrakmu sudah selesai diurus. Aku juga sudah menyiapkan tempat tinggal barumu. Kau langsung bisa pindah hari ini jika mau," lanjutnya.

Tangan Amaryllis membuka kotak beludru itu. Pin emas berbentuk elang itu merupakan identitas union barunya. Sekali mereka memakainya maka orang-orang akan langsung mengenali bahwa mereka adalah anggota Eagle Eye.

"Terima kasih, aku akan secepatnya pindah kesana," jawab Amaryllis.

Alastair menatapnya selama beberapa saat. Laki-laki itu memperhatikan wajah Amaryllis dengan cermat. Tangannya kemudian terulur untuk menyentuh pipi Amaryllis yang membuat gadis itu sedikit terkesiap.

Amaryllis masih membeku pada tempatnya. Dia menatap Alastair dengan penuh tanda tanya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Aku lihat bakat Lucia memang tidak tertandingi," puji Alastair karena melihat bekas luka di pipi Amaryllis tersamarkan dengan sempurna oleh riasan.

"Dia memang berbakat," jawab Amaryllis dengan mengerutkan keningnya.

Alastair kemudian menjauhkan tangannya. "Kalau begitu, beruntung sekali dia ikut pindah kemari."

Laki-laki itu kemudian menatap lantai sebentar sebelum kembali menatap Amaryllis. "Maafkan perbuatan anggotaku yang telah melukaimu, Amaryllis."

"Maksudnya Callana?" batin Amaryllis.

Gadis itu menggeleng pelan. "Seharusnya kau tidak perlu minta maaf. Bukankah hal seperti ini maklum terjadi di Venturion?"

"Tetap saja hal ini berbeda karena kau yang dilukai," jawab Alastair dengan mata yang sedikit sayu.

Sekali lagi Amaryllis terperangah. Dia tidak mengerti kenapa justru Alastair yang merasa bersalah. Apakah ini ada kaitannya karena laki-laki itu mengenal ayahnya dengan baik.

"Tapi jangan khawatir. Aku pasti akan memberikanmu dokter bedah plastik terbaik," ujar Alastair dengan mengembangkan senyumnya.

"Aku akan menerima apa pun yang menurutmu terbaik," jawab Amaryllis.

Alastair kemudian menepuk tangannya sekali. "Ah! Ada hadiah spesial lagi untukmu, Amaryllis!" serunya seraya mengambil kotak lain dari dalam lacinya.

"Ini beberapa barang milik ayahmu," ungkapnya sembari memberikan kotak berisi arloji saku berinisial 'S.H' dan sebuah bolpoin perak yang membuat Amaryllis membulatkan matanya.

"Ini memang sudah tidak berfungsi lagi, tapi aku yakin barang ini menyimpan kenangan bagi ayahmu," ujar Alastair.

Tangan laki-laki itu kemudian menuntun Amaryllis untuk membuka arloji saku itu. Memperlihatkan potret usang yang tersimpan dengan baik di dalam benda tua itu. Foto masa kecilnya bersama dengan ibunya ketika ulang tahunnya yang ke tujuh.

Amaryllis masih tidak percaya dengan apa yang lihat. Dia masih tertegun sekaligus kagum dengan penglihatannya. Foto yang ia lihat saat ini sama dengan foto yang pernah ia miliki dulu sebelum Eva membakarnya.

"Fotonya sudah sedikit usang. Tapi aku akan berusaha memeprbaikinya kalau kau mau. Aku yakin kau pasti senang saat melihatnya sudah diperbaharui," ujar Alastair yang justru membuat Amaryllis menitikkan air matanya.

Perasaan yang bercampur aduk di dalam dirinya itu pecah. Dia tidak tahu harus meluapkannya dengan cara apa. Dia sudah tidak kuasa untuk membendung air mata harunya.

Terlepas dari permasalahannya dengan Samuel. Keputusannya itu telah menuntunnya hingga ke tempat ini. Mempertemukannya dengan sesuatu yang ia cari-cari sejak lama dengan susah payah.

Alastair mengusap pipi Amaryllis dengan selembar tisu. "Besok, aku akan mengantarmu ke Lucid Corp. Aku akan menunjukkan semua hal tentang ayahmu yang masih tersimpan di sana," ujar Alastair lembut.

Amaryllis mendongakkan kepalanya untuk menatap laki-laki itu. "Secepat itu?" tanyanya dengan mata yang berbinar.

"Kau kan sudah bergabung di sini, jadi aku akan menepati janjiku," jawabnya seraya mengambil pin elang itu dari kotaknya dan menyematkannya ke baju Amaryllis.

"Selamat bergabung di Eagle Eye, Amaryllis. Ke depannya, aku harap kita bisa saling mengenal satu sama lain dengan baik."

✬✬✬

Samuel masih merasa gusar dengan apa yang terjadi di antara dirinya dengan Amaryllis. Tidurnya bahkan tidak nyenyak akibat kejadian kemarin. Gerakannya yang raba-rubu justru semakin memperparah suasana hatinya.

"Hari ini Amy sudah mengemasi barang-barangnya dari gedung kita," ungkap Travis yang membuat Samuel membelalak.

Laki-laki berambut merah itu mendengus kasar. "Kau sudah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, Travis?"

"Aku sudah mencari tahu semuanya, tapi hasilnya sama saja. Itu semua karena keinginan Amy sendiri," jawab Travis dengan menunjukkan salinan berkas yang ia dapatkan dari dewan.

"Dia sudah mengajukannya sejak sebelum Valka," lanjut Travis berdeham pelan yang membuat Samuel memejamkan matanya dalam-dalam.

"Apa?"

Sebelum Valka? Jadi selama itu Amaryllis menyembunyikan hal ini darinya? Tapi kenapa? Kenapa dia bisa berpikiran untuk pindah ke Eagle Eye? Apakah benar-benar karena kabar tentang merger Red Thunder tempo hari?

"Jika kau ingin tahu detailnya, mungkin kita bisa bertanya kepada Frans," saran Travis lirih. "Dia hanya bilang kalau Alastair yang mengajukan pembatalannya duluan melalui memo saat Valka berlangsung."

Samuel semakin tidak mengerti dengan yang terjadi saat ini. Hal ini terlihat sangat random. Samuel tahu bahwa Alastair mati-matian ingin mengakuisisi Red Thunder sejak lama hanya karena sponsor utama mereka adalah Myriad Corp, saingan utama korporasi Alastair. Laki-laki itu tidak mungkin membatalkan mergernya duluan hanya melalui memo.

Alastair Sylvester. Laki-laki yang sudah ia kenal selama kurang lebih 5 tahun itu tidak akan mungkin melepaskan kesempatan emas yang ia dapatkan dengan susah payah. Lantas kenapa sekarang dia melepaskan hal yang sudah ia dapatkan di dalam genggamannya begitu saja? Pasti ada alasan penting yang mendasari hal tidak masuk akal ini.

"Ber*ngsek!" maki Samuel dengan meninju tembok yang tak bersalah.

"Apa Alastair pernah bertemu dengan Amy secara privat sebelumnya?" tanya Samuel dengan napas yang memburu.

Travis terdiam sejenak, mencoba mengulik kembali ingatannya. "Pernah sekali, setidaknya itu yang aku tahu."

"Pernah?" sergah Samuel dengan menatap Travis bingung. Kapan mereka bertemu? Kenapa dia tidak tahu?

"Saat kau menyiapkan Gallantry."

"Apa?"

"Frans bilang mereka hanya makan malam. Aku juga tidak bisa mencegahnya karena Amaryllis menerima ajakan Al dan Frans menyetujuinya," jawab Travis yang mencoba melindungi dirinya dari amukan laki-laki itu.

Samuel mengusap wajahnya dengan kasar. Ia sedikit memukul-mukul kepalanya yang terasa penuh. Rasanya isi otaknya terlalu sesak hingga ingin meledak.

Kenapa harus saat dia menyiapkan Gallantry? Pantas saja dia tidak mengetahuinya. Dia terlalu sibuk mengurusi bagiannya di babak itu.

Samuel mendesah berat. Jika Alastair pernah menemui Amaryllis secara empat mata, mungkin saja dia menawarkan sesuatu kepada gadis itu. Namun, tawaran semacam apa yang bisa mempengaruhi Amaryllis Heath? Apa itu uang? Saham? Kekayaan?

"Ah! Aku mau gila rasanya!" decak Samuel yang sudah berjongkok dengan memegangi kepalanya.

Travis sedikit kaget dengan reaksi Samuel. "Aku rasa ... kau harus mencoba berbicara dengannya lagi, Sam," saran Travis lirih yang merujuk kepada Amaryllis.

"Itu tidak mungkin," ujar Samuel dengan menelan rasa pahit di lidahnya.

"Terakhir kali aku bertemu dengannya, aku membentaknya dengan keras," lanjut Samuel yang kemudian sedikit mengigit bibir bawahnya karena rasa bersalah.

"Kalau begitu minta maaf padanya!"

Samuel terdiam. Meminta maaf memang tidak sulit untuk dikatakan. Namun, dia tidak yakin bisa melakukannya sekarang.

Samuel merasa bimbang. Dia bahkan sudah membentak dan mengeluarkan kata-kata kasarnya kepada Amaryllis. Perbuatannya itu mungkin saja sudah melukai hati lembut gadis itu cukup dalam. Apakah hanya dengan ucapan maaf saja bisa membuat Amaryllis memaafkannya dengan mudah? Sepertinya tidak.

Penyesalan itu mulai menggerayangi batinnya. Dia tidak dapat menyalahkan orang lain maupun keadaan. Satu-satunya yang bisa ia salahkan adalah dirinya sendiri yang tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik. Seperti yang orang-orang katakan, penyesalan pasti selalu datang di akhir.

✬✬✬

Hallo, guys. Makasih buat semua yang udah mampir dan kasih support Venturion ^^
Stay healthy, stay safe, and happy!
Dah dan sampai jumpa lagi ❤️

2021 © Anna Utara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top