46.2 - Akhir Sentral (2)

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

✬✬✬

Hans yang terperanjat menciptakan sebuah kesempatan besar bagi Amaryllis. Gadis itu langsung mengambil busurnya dan menembakkan panah birunya tepat ke arah pemuda itu. Hans yang terpanah lantas menggelepar dengan mengerang kesakitan di tanah.

"Samuel!" sergah Amaryllis ketika mendapati laki-laki sudah terduduk di tanah.

Mata hazelnya membulat. Tangan laki-laki itu dipenuhi dengan cairan merah yang terus menerus mengalir melalui luka tembak yang menembus perutnya. Amaryllis berusaha menekan luka itu agar tidak mengeluarkan darah lebih banyak lagi dengan tangan yang bergetar.

"K-kau ... aku akan mengirimu keluar sekarang!"

Amaryllis dengan panik merogoh benda bulat itu dari sakunya. Dia langsung memberikan bola dome itu agar bisa digenggam oleh Samuel. Mengarahkan laki-laki itu untuk memencetnya agar ia bisa keluar dari arena sekarang juga.

"Bagaimana denganmu?" tanya Samuel lirih yang hampir kehilangan kesadarannya.

Bibir Amaryllis bergetar. "Aku harus menyelesaikan ini dulu. Kau harus berjanji akan baik-baik saja sampai aku kembali," jawab Amaryllis dengan tersenyum tipis sebelum laki-laki itu keluar arena.

Amaryllis menarik napasnya dalam sebelum kembali berdiri. Dia mengusap pipinya yang basah lalu menatap tajam Hans dan Adam yang masih menggeliat. Sekarang hanya ada dirinya, mereka, dan juga pemuda bermata hijau itu yang berada di sana.

"Ternyata kau pandai mengulur waktu, Amaryllis. Samuel pasti akan ditangani dengan cepat," ujar Gavin yang ikut bergabung.

Amaryllis terdiam sejenak. Dia tidak tahu harus merasa lega atau khawatir karena berhasil mengirim Samuel keluar arena dan melumpuhkan Hans dan juga Adam untuk sementara waktu. Ini semua berhasil berkat Gavin yang bersedia membantunya. Pemuda itu benar-benar memegang kata-katanya.

<Kilas Balik>

"Sekarang!" ujar Gavin kepada Amaryllis saat melihat Carlos yang sudah bersiap untuk menembakkan pin elektrik ke arah mereka.

Tanpa pikir panjang, Amaryllis menuruti apa yang dikatakan oleh Gavin. Gadis itu memukul Gavin dengan cukup keras untuk menjauhkannya dari lontaran pin elektrik itu. Lalu sebelum Carlos mendekat, Amaryllis berlari secepat mungkin dari sana.

Akan tetapi, sebesit pemikiran itu terlintas di kepala Amaryllis. Kali ini ia berbalik arah dan kembali menuju tempat di mana Gavin berada. Gadis itu memilih untuk membantu pemuda Eagle Eye itu.

Amaryllis langsung menembakkan panahnya ke arah Carlos hingga pemuda itu memekik keras. Gavin yang melihat aksi Amaryllis sedikit terperanjat ke belakang. Pemuda itu kemudian tersenyum lebar.

"Kau membantuku? Bagus sekali," ujar Gavin kepada Amaryllis yang kemudian menyengat Carlos dengan stungun sebelum mengirimnya keluar arena.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Amarylli yang waspada.

"Apa aku harus mengulangi perkataanku? Aku akan membantumu memenangkan babak ini," dengus Gavin yang mengambil kembali alatnya yang terlempar.

"Karena satu-satunya tujuanku adalah menjaga nama baik Eagle Eye di Venturion. Gara-gara mereka permainan ini jadi carut-marut," jelas Gavin.

"Kalau memang begitu, kenapa kau tidak mengambil tokenku lagi dan menjadikan Eagle Eye sebagai pemenangnya? Bukankah itu lebih mudah dilakukan jika kau ingin reputasi Eagle Eye tetap baik, Gavin?" tanya Amaryllis bingung dengan pemikiran pemuda itu.

Jika tujuan pemuda itu adalah menjaga nama baik unionnya, bukankah seharusnya dia berusaha untuk memenangkan babak ini? Jika Eagle Eye berhasil menang bukankah reputasi mereka akan semakin gemilang?

Pemuda itu tertawa renyah. "Pikiranmu terlalu sederhana Amaryllis, aku tidak yakin kau benar-benar ingin pindah ke unionku. Apa kau serius?" tanyanya setengah mengejek.

"Ini permainan Amaryllis. Mengalah sekali bukan berarti kau benar-benar kalah," timpalnya lagi.

"Aku melihat Samuel tergopoh-gopoh di sebelah timur tadi. Mungkin sekarang Hans dan Adam sedang mengejarnya. Sudah pasti mereka akan menghabisinya, apa kau benar-benar tidak perlu bantuanku untuk menyelesaikan babak ini sesuai janjimu? Bukankah Samuel berarti bagimu?" tanya Gavin yang membuat Amaryllis menatapnya dengan tajam.

"Tidak perlu penasaran aku tahu dari mana," jawab Gavin cepat sebelum Amaryllis menanyainya.

Amaryllis merasa terpojok. Tidak ada yang tahu tentang kepindahannya ke Eagle Eye dan perjanjian yang ia buat? Apa Alastair yang mengatakannya kepada Gavin?

"Hanya aku yang bisa kau percayai saat ini, Amaryllis. Jika tidak maka kita semua bisa terbunuh di sini," pungkas Gavin.

<Kilas Balik Selesai>

Awalnya gadis itu ragu ketika ia menyuruh Gavin untuk bersembunyi dengan membawa pistol yang ia dan Samuel minta melalui cylopod sebelumnya. Amaryllis berani mengambil risiko terburuknya dan siap menerima konsekuensi karena sudah mempercayai lawannya.

"Kau tahu? Susah sekali menembak tepat sasaran," gerutu Gavin dengan masih memegang pistol pelontar yang tinggal tersisa satu jarum itu.

"Halo Hans dan Adam! Kalian jadi memburuku tidak?" ejek Gavin terkekeh kepada dua orang yang masih menggelepar itu.

Amaryllis mengarahkan anak panahnya kepada pemuda itu, "Apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanyanya yang mencoba untuk tidak lengah.

"Wow, santai Amaryllis. Aku akan mengembalikan ini," ujar Gavin dengan sedikit mengangkat tangannya dan menyerahkan pistol pelontar yang ia pegang itu. "Aku tidak akan mengganggumu, ayo selesaikan urusanmu."

Amaryllis lalu mengambil pistol itu. Kemudian pandangannya beralih kepada Hans yang masih sadarkan diri dan temannya yang pingsan. Pemuda itu masih berjibaku dengan sengatan listrik yang masih mengalir di tubuhnya.

Gadis itu sedikit berjongkok untuk mengambil dua token yang Hans dan Adam miliki. Tangannya sedikit menimbang-nimbang token yang tidak berat itu. Sekarang dirinya punya lima token berbentuk juring. Jumlah yang lebih dari cukup untuk dibawa ke sentral dan mengakhiri permainan ini.

"Kita bisa keluar dari sini bersama, tapi kau harus menyerahkan dirimu," tanya Amaryllis yang terdengar sendu.

Hubungannya dengan Hans memang sebatas rekan. Namun, sejak pertama kali mereka berlatih bersama hingga terjun ke arena ini, Hans adalah salah satu orang yang cukup dekat dengannya setelah Samuel dan Travis.

Amarylllis bahkan sempat menganggapnya sebagai teman yang hangat, ceria, dan baik. Namun, melihat kenyataan bahwa sikap yang Hans tunjukkan kepadanya selama ini hanyalah kedok belaka untuk melancarkan rencananya, menimbulkan kekecewaan yang cukup mendalam bagi Amaryllis.

"Menyerah? Ini bahkan baru dimulai, Amy!" desisnya di antara rasa sakit karena sengatan yang masih menjalar, mencegahnya untuk banyak bergerak.

"Apa yang kau dan Troides lakukan ini tidak bisa dimaafkan begitu saja," ujar Amaryllis.

Bukan hanya kekacauan, tetapi juga keamanan Noffram yang mereka usik. Troides yang berhasil menyusupi Venturion dan mengacaukan permainan musim ini, menandakan bahwa mereka sudah merencanakannya dengan matang jauh-jauh hari. Walaupun rencana mereka tidak sepenuhnya berhasil, tetapi tujuan mereka untuk menyebarkan teror itu mungkin saja berhasil mempengaruhi masyarakat.

Amaryllis mendesah pelan. Dia ingin segera keluar dari sana dan melihat keadaan dunia luar. Semua kejadian besar dalam waktu yang singkat itu menghantam mentalnya.

"Kau bahkan hanya menangkap ekornya saja. Sedangkan kepalanya masih duduk dengan santai di atas kursi tertinggi yang mewah," decih Hans yang membuat Amaryllis dan Gavin menoleh ke arah pemuda itu.

"Apa maksudmu? Siapa itu?" tanya Amaryllis.

"Semua orang mengenalnya. Dia akan melakukan apa pun untuk mendapatkan keinginannya," jawab Hans meringis. "Kau sudah masuk ke salah satu perangkapnya," kekehnya.

"Katakan dengan jelas!" bentak Amaryllis frustrasi yang dibalas tawaan keras oleh Hans.

"Jangan dengarkan, dia sudah gila," ujar Gavin memperingatkannya.

"Jika ini berakhir dengan buruk maka aku tidak akan pergi sendirian," desis Hans.

"Awas, Amaryllis!"sergah Gavin dengan melompat ke arah Amaryllis ketika ia melihat Hans mengeluarkan benda berkelip itu dari sakunya.

Tubuhnya tersentak hebat. Dia terhempas cukup keras. Suara ledakan itu menggelegar hingga menembus ke gendang telinganya.

Pandangannya seketika terasa kabur. Kepalanya terhantam oleh rasa pening yang hebat. Otaknya langsung dipenuhi oleh kabut tebal. Konsentrasinya langsung hilang seketika.

Amaryllis merasakan tubuhnya lunglai dengan tangan yang bergetar. "Amaryllis!" panggil Gavin yang berusaha mengembalikan perasanya dengan sedikit mengguncang tubuhnya.

Gadis itu masih tampak terduduk lemah. Pancaindranya seolah lumpuh. Penglihatannya masih berbayang-bayang. Butuh beberapa detik sebelum dia sepenuhnya mendengar suara Gavin akibat telinganya yang berdenging.

"Amy! Ayo bangun kita harus segera ke sentral!" seru Gavin yang langsung menarik lengannya untuk bangun dari sana.

Ledakan yang menggelegar itu tidak kunjung usai. Asap hitam mengepul tinggi ke angkasa. Api yang terpercik itu mulai membakar sebagian arena. Si jago merah mulai merambat dengan cepat melahap apa saja yang ia lewati.

Kepala Amaryllis mendadak penuh oleh pikiran yang bergerumul. Bagaimana dia bisa mencapai sentral sebelum ledakan dan kobaran api itu melahapnya?

Amaryllis menggerakkan kakinya yang terasa berat. Tulangnya seolah ingin lepas dari sendinya. Bagaimanapun caranya, dia harus keluar dari sini dengan selamat. Bukankah dia sudah berjanji untuk menemui Samuel di luar arena?

Dengan gerakan kasar, dia mengumpulkan token yang ia miliki. Mengaktifkan petunjuk arah untuk menemukan lokasi sentral di tengah keadaan yang carut-marut.

"Di sana!" serunya tatkala matanya itu melihat area lapang yang memiliki tanah berbentuk heptagonal di tengahnya.

Ledakan itu masih berdengung dengan keras. Membuat bahu mereka berdua berjingkat. Napas mereka yang memburu serta degupan jantung yang semakin cepat seolah ingin membuat dada mereka meledak.

"Oh tidak!" sergah Gavin ketika melihat kilatan biru yang bersumber dari lantai heptagonal mulai merambat ke seluruh arena. Kilatan biru yang menandakan bahwa sistem keamanan yang ada di arena itu sudah kembali aktif.

"Ada apa?" tanya Amaryllis yang melihat Gavin diam ditempatnya ketika gadis itu sudah menaiki lantai heptagonal.

"Cepat naik ke sana! Sekarang!" ujar pemuda itu seraya mengarahkan panahnya ke arah gadis itu dari jarak yang cukup jauh diikuti dengan suara sistem yang menyala.

Amaryllis tertegun selama beberapa saat sebelum dia menyadari apa yang terjadi. Jika sistem arena sudah pulih, bukankah semua orang dapat melihat dan mendengarnya? Apakah ini artinya mereka harus memakai topengnya lagi? Tangannya langsung mengarahkan panahnya kepada Gavin. Kedua orang itu kini saling menodongkan senjata mereka lagi.

"Jangan mendekat!" seru Amaryllis dengan sedikit menarik tali busurnya.

Gavin tersenyum miring. "Kau pikir aku akan membiarkanmu menggertakku?" ujar pemuda itu yang langsung melepaskan panahnya kepada Amaryllis.

Gadis itu tersentak. Anak panah itu meleset jauh. Namun, panah kedua yang pemuda itu lontarkan berhasil menyerempet tubuhnya.

Amaryllis mengerang kesakitan seraya menembakkan panahnya. Gavin berhasil menangkis panah pertamanya. Namun, saat pemuda itu ingin membalasnya, Amaryllis berhasil melukai punggung tangan Gavin dengan panah yang ia tembakkan.

Pemuda itu terpekik ketika tangannya mengeluarkan darah. Gavin tidak membalasnya lagi. Amaryllis yang menyadarinya langsung menatap ke arah Gavin dan menangkap kata-kata yang digumamkan lirih kepadanya.

"Panah, sekarang."

Tanpa menunggu lama, Amaryllis langsung meraih anak panah putihnya yang tersisa. Dia menegapkan tubuhnya lalu menembakkannya ke arah Gavin yang berdiri di sana. Saat gelembung pelontar itu sudah mengelilingi Gavin, Amaryllis langsung menekan tombol yang ada di lantai heptagonal itu dengan cepat.

Di tengah keadaan yang semakin runyam. Gadis itu bergegas menyusun tokennya ke wadah yang muncul. Dia harus berpacu dengan kobaran api yang semakin dekat.

Ketika semua token sudah tersusun sesuai urutannya. Telapak tangannya langsung menekan tombolnya. Sebuah hologram langsung muncul di depannya. Diikuti oleh gelembung yang mulai menyelimuti lantai heptagonal yang ia pijaki.

Akan tetapi, sebelum Amaryllis membaca dan mendengar apa yang muncul dari hologram tersebut. Tanpa dia duga sebuah ledakan keras yang berada cukup dekat dengannya itu berhasil mengguncang tubuhnya. Penglihatan gadis itu mengabur lagi. Tubuhnya tersentak ke lantai dengan keras. Otot-otot tubuhnya mulai kehilangan kekuatannya. Sebelum ruangan gelap itu benar-benar menelannya.

✬✬✬

Holla Hai, Bab 46-2 sudah dipublish ya! Terima kasih buat yang udah baca cerita ini, semoga kalian stay happy and stay healthy, stay safe all 💕 see you again ~

2021 © Anna Utara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top