45 - Muslihat

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

✬✬✬

Harapan. Sebuah kata ajaib yang seringkali menjadi alasan bagi banyak orang untuk bertahan hidup atau bahkan menantang bahaya. Sebuah kata yang mana jika sirna akan dapat meruntuhkan segala hal.

Rintikan hujan yang mulai mereda itu menjadi awal dari harapan di perjalanan mereka. Tanah basah masih mengeluarkan bau petrikor yang tercium kuat. Menenangkan sejenak ketegangan yang sempat mereka lalui sebelumnya.

"Hati-hati," ujar Samuel seraya mengulurkan tangannya untuk membantu Amaryllis melewati tanah yang berlumpur.

"Terima kasih," jawab Amaryllis setelah sampai di tanah yang keras.

"Kita akan merebut token milik siapa?" tanya Hans sembari membenahi sedikit bajunya.

"Siapa saja yang memungkinkan untuk direbut," jawab Samuel.

"Sambil menunggu kesempatan, kita harus lebih dulu sampai di sentral. Kalau kita sudah di sana maka akan lebih mudah bagi kita untuk mencari sasaran yang empuk," lanjutnya.

"Baik," jawab Amaryllis dan Hans bersamaan.

Sentral merupakan tujuan akhir mereka. Tempat yang berada tepat di tengah-tengah arena Valka adalah kunci kemenangan babak ini. Mereka harus membawa token yang mereka dapatkan ke panggung heptagonal itu.

Ketika mereka sudah mendapatkan token ketiga. Mereka hanya perlu berdiri di atas panggung itu sembari meletakkan ketiga token sesuai dengan urutannya di dalam lingkaran yang tersedia. Jika mereka berhasil maka mereka akan diumumkan sebagai pemenang Valka musim ini. Cara yang cukup sederhana untuk menang, tetapi juga tidak terlalu mudah untuk dicapai.

Semakin lama mereka berada di sana, udara terasa semakin lembab dan pengap. Lantai hutan yang licin akibat lumut dan rumput yang basah itu sudah cukup membuat mereka waspada agar tidak jatuh tergelincir. Kanopi-kanopi yang rapat serta vegetasi yang semakin meninggi membuat sinar matahari semakin sulit untuk menembusnya. Membatasi jarak pandang dan pergerakan orang yang melintasinya.

Samuel berjalan agak jauh di depan Amaryllis. Laki-laki itu memimpin perjalanan mereka sembari menebas tanaman untuk membuka jalan. Sementara Amaryllis berjaga-jaga di belakangnya bersama dengan Hans.

"Kau masih punya token Hans?" tanya Amaryllis kepada pemuda itu

"Masih. Aku belum menggunakannya."

"Kalau begitu, kita harus mencari cylopodnya dulu. Bagaimana, Samuel?" ujar Amaryllis.

"Tentu saja. Akan lebih bagus kalau kalian menggunakan tokennya sekarang," jawab Samuel yang membantu mereka mencari keberadaan tabung transporter itu di sekitar sana.

Cylopod terkadang memang cukup menipu mata. Dewan mendesainnya dengan sempurna agar mirip dengan alam sekitar dan sulit ditemukan. Namun, setiap kesempurnaan pasti memiliki sebuah celah. Seperti cylopod yang akan memantulkan cahaya berkelip jika ada sorotan yang mengenai badan tabungnya.

"Aku menemukan satu!" seru Hans yang melihat pantulan cahaya selama beberapa detik.

"Aku juga. Aku akan menggunakan yang di sana," ujar Amaryllis yang juga melihat tabung lain.

Amaryllis sedikit berjongkok. Dia menekan sebuah tombol bulat berwarna hijau kebiruan yang ada di tengahnya. Memunculkan cahaya untuk memindai barcode yang ia miliki.

Samuel mendekatinya. "Menurutmu apa yang harus aku minta?" tanya Amaryllis kepada laki-laki itu.

Amaryllis masih belum bisa memutuskan apa yang harus ia minta. Anak panahnya masih cukup banyak. Perbekalan mereka juga masih cukup untuk besok. Dan untuk set medis, mereka juga masih memilikinya.

"Kalau aku boleh memberikan saran, sebenarnya lebih bagus kalau kita bisa meminta perisai UHD."

Amaryllis mengangkat kedua alisnya. "Seperti UHD?"

Saat di Flair dia memang diberikan gelang pelindung itu. Namun, di Valka benda itu justru dilarang untuk digunakan. Lantas mengapa Samuel menyarankannya untuk meminta benda semacam itu sekarang?

Laki-laki itu kemudian berjongkok di sampingnya. "Tapi aku tahu barang bagus lain. Kau percaya padaku kan?" tanya Samuel yang menatap Amaryllis Amaryllis menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu, biarkan aku yang memintanya," minta Samuel sembari mengarahkan token dipergelangan tangan Amaryllis ke arah sensor setelah mendapat persetujuan dari gadis itu.

Mereka menunggu kurang lebih selama 5 menit setelah Samuel mengutarakan permintaannya. Ketika barang itu sudah sampai, Samuel lantas memeriksanya dengan hati-hati.

"Dengar, Amy. Gunakan ini jika keadaan benar-benar darurat," ujar Samuel dengan menunjukkan peluru jarum di dalam sebuah pistol.

"Hanya ada 3 peluru. Tembakkan jarum ini dulu. Setelah itu baru kau tembakkan panah elektrikmu. Jarum ini akan mempertahankan aliran listrik lebih lama, kurang lebih bisa bertahan selama 10-20 menit," jelas Samuel.

"Benarkah?" tanya Amaryllis takjub.

Samuel menganggukkan kepalanya. "Ini bisa menahan lawan cukup lama karena memberikan efek paralisis kepada mereka. Dan juga ...," ujar Samuel yang menjeda kalimatnya selama beberapa saat sembari menatap Hans dari kejauhan.

"Apa yang ia pikirkan?" batin Amaryllis yang melihat Samuel yang sedikit gelisah.

"Jangan mempercayai siapa pun saat di sentral," bisik Samuel.

"Sebenarnya ada sesuatu yang janggal saat aku bertemu dengannya kemarin, tapi aku belum bisa memastikannya. Jadi tolong berhati-hatilah," ungkapnya lirih sebelum ia bangkit dari posisinya, meninggalkan pertanyaan besar bagi Amaryllis yang masih berjongkok di tanah berlumut itu.

"Hal janggal apa?"

Setelah menyelesaikan urusannya, mereka lantas berkumpul kembali. Tanpa menunggu waktu yang lama, mereka langsung melanjutkan perjalanan mereka menuju ke sentral.

Suara keheningan hutan memenuhi telinga mereka. Hanya dersikan daun dan kicauan burung yang tertangkap di pendengaran mereka. Namun, setelah beberapa saat menempuh perjalanan yang cukup jauh, sebuah suara teriakan wanita yang bergema itu terdengar baru di telinga mereka.

"Apa itu?" tanya Amaryllis.

"Sepertinya mereka tidak jauh dari kita," jawab Samuel yang mempercepat langkahnya.

"Kita harus bergegas," timpalnya yang mengisyaratkan bahwa peserta lain mungkin sedang berada di sekitar sana.

"Kita tidak bisa pergi bersama-sama, harus ada yang menahan mereka," ujar Hans.

Samuel langsung menahan tangan Amaryllis agar gadis itu berhenti pada tempatnya. "Itu benar. Pergilah ke sentral duluan, Amy. Biar aku dan Hans yang menjauhkan peserta lain dari sini," ujar Samuel.

"Tapi Sam-"

"Kami akan mencarimu nanti, sekarang pergilah," potong Samuel dengan seulas senyum. "Ingat pesanku tadi," imbuhnya.

Amaryllis tertegun selama beberapa saat. Rasa ragu itu justru menyelimutinya. "Baiklah aku mengerti, hati-hati," ujar Amaryllis sebelum dia berpisah dengan mereka di persimpangan jalan.

✬✬✬

Sudah berjam-jam Amaryllis menyusuri jalanan yang ia pilih tadi. Gadis itu memilih melewati semak-semak yang tinggi agar peserta lain tidak dapat melihatnya dengan mudah. Lalu sebuah dentuman besar mengejutkan dirinya. Dentuman yang menggetarkan tanah dengan angin yang bertiup cukup kencang.

"Apa yang terjadi!" sergah Amaryllis yang terjatuh karena getaran tanah.

Amaryllis hendak beranjak dari posisinya. Namun, sayup-sayup dia justru mendengar suara lain yang datang dari arah berlawanan.

"Apa ada peserta lain?" gumamnya yang langsung bersembunyi di balik semak.

"Sepertinya sudah dimulai," ujar Hans.

"Hans ... dia bersama Adam?" batinnya ketika mengintip dari balik semak Hans tengah bekerja sama dengan Adam Stone dari Black Rose untuk mengeliminasi William Acre.

"Tapi kenapa?'"

"Di mana Samuel?"

"Dia hanya membawa satu token," ujar Hans dengan menginjak tulang dada William hingga terdengar suara retakan yang membuat laki-laki itu merintih. "Kirim dia keluar arena."

"Apa kita tidak menyelesaikannya di sini saja?" tanya Adam yang memegang bola dome.

"Tidak perlu. Tujuan kita bukan membuat masalah dengan Al," jawab Hans.

Tangan pemuda itu menggenggam token yang ia dapatkan dari William. "Kita hanya perlu menghabisi Samuel," ungkapnya yang membuat Amaryllis menutup mulutnya dengan mata yang terbelalak.

"Menghabisi?" pikirnya yang kemudian terngiang dengan pesan terakhir Samuel untuk tidak mempercayai siapa pun saat ini.

"Dia kau tinggal sendirian kan? Lalu bagaimana dengan Amaryllis?" tanya Adam yang membuat Amaryllis membeku di balik semak belukar itu.

"Kita hampiri Samuel dulu lalu mencari Amaryllis. Gadis itu mudah untuk ditangani. Sekarang tidak perlu memakai muslihat lagi untuk melakukan balas dendam ini," ujar Hans yang membuat Amaryllis tersentak.

"Troides akan membuat pertunjukan yang bagus di Venturion tahun ini. Di mana Dana dan Carlos?" ujar Hans lagi.

"Mereka sedang mencari Gavin," jawab Adam.

Hans mengangguk. "Lebih baik sekarang kita bergerak," ujarnya.

Amaryllis mengendap-endap untuk lari dari sana. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Namun, melihat Hans yang bekerjasama dengan Black Rose itu artinya ada sesuatu yang tidak beres.

Hans yang ia lihat tadi seperti orang yang berbeda dari Hans yang ia kenal sebelumnya. Ditambah mereka mengincar Samuel dan sekarang dirinya. Apa ada sesuatu yang ia lewatkan? Apa ini yang Samuel maksud bahwa ada sesuatu yang janggal pada Hans? Apa dia seperti Thomas?

"Troides ... itu kan ...," gumamnya lirih dengan dahi yang berkerut yang masih mencoba menjauh dari sana.

"Apa Hans ... dia ...?" tanya Amaryllis pada dirinya sendiri yang tidak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya.

Jika Amaryllis tidak salah ingat. Ada beberapa orang di bar Wanner yang membicarakan soal Troides. Mereka adalah kelompok militan yang berpindah-pindah sektor dan mengancam kedaulatan Noffram. Troides, kelompok itu bak belut yang licin dan sulit untuk ditangkap. Namun, apa hubungan Hans dengan kelompok kriminal itu? Kenapa mereka ingin menghabisi Samuel?

Amaryllis merasa ngeri dengan apa yang ia pikirkan. Kenapa arena ini semakin penuh dengan hal janggal? Kenapa semuanya berubah 180 derajat? Apa tujuan mereka yang sebenarnya?

"Aku harus segera mencari Samuel."

Akan tetapi, tanpa dia duga sebuah pin elektrik ternyata menyengat kakinya. Amaryllis terperanjat ketika tubuhnya menghantam tanah dengan cukup keras. Dia langsung menolehkan kepalanya kepada pemuda pirang yang kini mengarahkan panah ke arahnya.

"Kau seharusnya lebih berhati-hati Amaryllis," tegurnya.

"Apa? Agar tidak tereliminasi olehmu?" tanya Amaryllis kepada Gavin yang sekarang sedang menodongkan senjata.

Gavin mengeratkan tarikan tali busurnya. "Agar tidak mudah tertipu."

"Awas!" seru Gavin yang kemudian melesatkan panahnya ke sisi yang lain.

Suara pekikan dari arah lain membuat Amaryllis tersentak. Dia melihat wanita jangkung yang jatuh berlutut akibat terpanah kakinya. Sebelum mencerna situasinya, Gavin langsung melemparkan bola dome yang membuat Dana Viena terlempar keluar dari arena.

Amaryllis masih terpaku pada tempatnya. Gavin ternyata tidak mengincar dirinya. Melainkan dia mengincar seseorang yang berdiri cukup jauh di kanan belakangnya.

Sebelum dia kembali mengembalikan fokusnya. Pukulan Gavin sudah mengenainya duluan. Tidak terlalu keras, tetapi cukup untuk membuatnya jatuh ke samping. Pemuda itu kemudian menahan Amaryllis kuat-kuat dengan tangannya agar tidak bangkit lagi.

"Apa ini!" pekik gadis itu yang mencoba melepaskan diri, tetapi gagal karena genggaman Gavin yang jauh lebih kuat.

"Dengar. Kau harus diam. Aku mencoba membantumu memenangkan babak ini," bisik Gavin tepat di telinganya.

Amaryllis membelalakkan matanya. Dia sulit mencerna ucapan Gavin. Apa maksudnya melakukan hal ini?

"Sial, kenapa dia menyuruhku melakukan hal ini," desis Gavin dengan mengeluarkan token juring yang ia miliki lalu menaruhnya ke dalam saku tas Amaryllis. "Ini token yang sedang dicari Hans dan komplotannya."

"Kenapa-"

"Sst! Yang perlu kau lakukan sekarang adalah segera pergi ke sentral tanpa menoleh ke belakang. Jangan mempercayai Hans Lincoln, karena dia bekerja sama dengan peserta dari Sektor 2 untuk memburumu dan Samuel," ujarnya lirih yang membuat Amaryllis menatapnya penuh tanda tanya.

"Peserta dari Sektor 2. Hans, Dana, Adam, Carlos, Vera, James, dan Ewan mereka adalah komplotan," ungkap Gavin menghela napasnya. "Aku tidak tahu apakah anggotamu yang bernama Clara juga terlibat atau tidak."

"Maksudmu mereka komplotan Troides?"

"Huh, kau sudah mendengar itu rupanya," ujar Gavin menyeringai. "Kau dengar dentuman beberapa saat yang lalu? Itu menandakan bahwa semua pengawasan di arena ini mati. Sekarang tidak ada yang bisa melihat dan mendengar apa yang terjadi di sini. Dewan dan penonton tidak akan bisa melihat aksi mereka di dalam arena," lanjutnya.

"Kenapa kau mengatakan hal ini kepadaku? Kau bisa saja salah satu dari mereka!" ujar Amaryllis dengan memicingkan mata.

"Aku bukan salah satu dari mereka! Aku hanya mencoba membantumu," jawab Gavin. "Tinggal Hans, Adam, dan Carlos yang tersisa," bisiknya sebelum sedikit mendongakkan kepalanya karena menangkap seseorang yang datang.

"Carlos ada di sini sekarang, kau harus memukulku dan segera lari dari sini," bisik pemuda itu sebelum ia melepaskan tangan Amaryllis.

"Sekarang!" ujar Gavin kepada Amaryllis saat melihat Carlos yang sudah bersiap untuk menembakkan pin elektrik itu ke arah mereka.

Tanpa pikir panjang, Amaryllis menuruti apa yang dikatakan oleh Gavin. Gadis itu memukul Gavin dengan cukup keras, menjauhkannya dari lontaran pin elektrik itu. Lalu sebelum Carlos mendekat, Amaryllis berlari secepat mungkin dari sana. Dia sudah tidak tahu harus percaya kepada siapa lagi di sini. Semua orang ternyata memakai muslihat mereka.

✬✬✬

2021 © Anna Utara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top