43 - Eleceiba
[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.
Selamat Membaca!
✬✬✬
Malam datang menghampiri mereka. Bayang-bayang pepohonan yang mereka gunakan untuk berteduh tadi siang pun sekarang sama sekali tak terlihat. Di antara derikan jangkrik dan rasa letih, mereka berdua memutuskan untuk tetap berjalan dengan penerangan seadanya.
"Bagaimana kau bisa berpikir kalau itu rasi bintang musim panas, Sam?" tanya Amaryllis yang penasaran dengan tebakan Samuel atas teka-teki kedua yang mereka jumpai.
Samuel tersenyum. "Apa kau belum pernah mendengar cerita klasik tentang segitiga musim panas?"
Amaryllis menggeleng pelan. "Aku hanya tahu kalau bintang-bintang itu menunjukkan bahwa musim panas sudah datang."
"Sekarang, kira-kira apa yang bisa mengalahkan matahari, tetapi juga tidak bisa menandinginya?" tanya Samuel.
"Jika matahari adalah bintang maka yang bisa mengalahkannya adalah bintang lain yang lebih besar."
Samuel menganggukkan kepalanya. "Ada banyak bintang yang lebih besar dan lebih terang di luar sana, tapi mereka tidak bisa menandingi matahari karena jaraknya yang lebih jauh dari bumi," papar Samuel.
"Angsa yang menari adalah rasi Cygnus. Lalu musik yang mengiringinya merupakan rasi Lyra. Dan yang menjadi pelindung mereka adalah rasi Aquila," jelas Samuel dengan menunjuk ke arah langit di mana bintang-bintang itu membentuk segitiga.
"Terbang beriringan dengan sang pemanah, itu artinya dia berada di sebelah Sagitarius. Yang artinya kita harus mengikuti arah Aquila dengan berjalan ke arah timur," tambah Samuel.
"Ini mengesankan. Lalu mengenai gerbang dan penenun itu?" tanya Amaryllis membulatkan matanya.
"Aku belum tahu pasti, mungkin ada di ujung jalan ini."
"Okay!" seru Amaryllis dengan menepuk tangannya sekali. "Kalau begitu kita tinggal mengikuti ke arah bintang itu."
"Iya," jawab Samuel.
Samuel mengembangkan senyumnya lalu menatap Amaryllis sebentar. "Bagaimana perasaanmu hingga menjelang hari keempat ini?"
"Cukup menantang, tapi tidak terlalu sulit karena aku memiliki rekan sekarang," jawab Amaryllis yang mengingat kembali bagaimana dia harus berjuang sendirian saat di Flair.
"Bagaimana denganku? Apa aku termasuk rekan yang baik untukmu?" tanya balik Amaryllis.
"Lumayan. Setidaknya kau tidak sekaku dulu," jawab Samuel yang membuat gadis itu tertawa.
"Tapi kenapa semua teka-teki ini terdengar puitis?" desah Amaryllis.
"Karena orang-orang menyukainya."
"Begitu?"
"Apa ada orang tidak suka dengan rangkaian kata-kata yang indah?" tanya Samuel balik.
"Pasti ada."
"Tapi tidak banyak," ujar Samuel sebelum Amaryllis menahan lengan laki-laki itu agar dia berhenti berjalan.
"Kenapa?" tanya Samuel yang heran dengan tindakan Amaryllis.
"Sepertinya kita harus berhenti di sini, kau tidak lihat itu?" ujar Amaryllis yang menunjuk bunga-bunga kuning keemasan yang kini mekar dan mengeluarkan semburat cahaya terang.
Samuel menyipitkan matanya. "Bukankah di sana ada gerbang? Mungkin itu gerbang yang dimaksud?" tanyanya ketika melihat pagar tanaman tinggi yang di kelilingi oleh bunga kuning itu.
"Itu Goldenlin, terlalu berbahaya kalau kita menerobosnya malam ini," jawab Amaryllis.
"Seberapa berbahaya?"
"Dengan jumlah yang sebanyak itu, aku yakin itu cukup untuk membuat kita lumpuh dan berhalusinasi selama berhari-hari," jelas Amaryllis.
Samuel meringis. "Itu terdengar serius. Baiklah, kita beristirahat di sini sampai besok pagi," ajaknya kepada Amaryllis untuk duduk di bawah salah satu pohon merunduk.
Samuel kemudian mengeluarkan batuan hitam yang sempat ia pungut tadi. Batu khusus yang memiliki fungsi mirip dengan briket itu sangat esensial untuk melawan udara dingin. Dia langsung menyulutnya dengan api hingga mengeluarkan bara yang hangat.
"Kita beruntung di sini kering," ujar Samuel sembari melihat langit malam yang sudah berhenti hujan sejak beberapa jam yang lalu.
"Benar sekali, untung saja hujannya cepat berhenti," jawab Amaryllis menyetujui. "Jadi, bagaimana rencana untuk besok?"
"Hari keempat pasti akan sangat padat. Kita masih belum tahu di mana Hans dan Clara berada. Kita juga belum tahu siapa saja yang tersisa di arena ini," jawab Samuel.
"Kau sudah mengerti petunjuknya kan? Kalau terpaksa kita harus berpisah, ikuti saja petunjuk itu, dan tetap menuju ke sentral arena. Jangan menungguku atau yang lainnya," saran laki-laki itu.
"Aku mengerti, aku akan melakukannya sebaik mungkin," jawab Amaryllis.
"Kita harus bisa memenangkan babak ini," ungkap Amaryllis lagi.
"Ternyata kau bersemangat sekali ya, Amy," kekeh Samuel sembari membersihkan tanah itu sebagai alas tidur mereka. "Sebaiknya kita mengisi energi kita dulu untuk besok pagi," ujarnya sebelum dirinya memejamkan mata.
Amaryllis ikut berbaring di sampingnya. Mata hazelnya masih menatap kilauan bintang yang ada di langit. Dia pasti akan melakukan apa pun demi kemenangan babak ini.
✬✬✬
Suara kicauan burung menyergap pendengarannya. Membangunkan pancaindra yang semula tertidur lelap. Bunga Goldenlin sudah kembali menguncup ketika cahaya matahari menerangi tempat itu.
Ketika pupil matanya masih berusaha menyesuai cahaya yang masuk, Amaryllis sedikit menolehkan kepalanya.
"Samuel?" panggil Amaryllis yang mencari keberadaan laki-laki itu.
Sayup-sayup Amaryllis mendengar suara dersikan dari balik semak belukar. Dia langsung terjaga lalu menyiapkan panahnya. Bersiap-siap jika ada sesuatu yang muncul dari sana.
Dengan keberanian, Amaryllis mulai mendekati semak itu. Perlahan tapi pasti, dia menyibak daunnya dan menemuka dua ekor kelinci yang sedang bersembunyi.
Ketegangan yang muncul seketika memudar. Namun, ternyata napas leganya itu hanya sementara. Sebuah pukulan keras tiba-tiba menghantam belakang tubuhnya. Amaryllis yang tanpa persiapan pun langsung tersungkur ke tanah.
"Kita berjumpa lagi, Amaryllis," sapa wanita berambut pink blonde yang tersenyum penuh kemenangan.
Amaryllis mendesis."Halo ... Callana."
Wanita itu kembali mengayunkan pemukul yang ia pegang. "Sepertinya kau sedang mencari Samuel ya? Dia sedang sibuk berurusan dengan William di sana," tunjuk Callana ke arah tenggara.
"Ah! Sepertinya anak-anak Phoenix juga sedang menuju ke sana," imbuhnya yang membuat Amaryllis langsung beranjak dari tempatnya.
"Lawanmu sekarang adalah aku, Amaryllis," ujar Callana yang mencegah Amaryllis yang hendak pergi dari sana.
Lalu tanpa aba-aba, dia langsung melayangkan pukulannya lagi hingga membuat Amaryllis jatuh kebelakang.
"Ah!" pekik Amaryllis yang kembali mencium tanah.
Amaryllis tidak diam begitu saja. Dia sontak mengambil panahnya dengan geram. Dia tidak akan mau dipukuli oleh Callana dengan suka rela.
"Panah itu tidak akan berguna," desis Callana yang kembali melayangkan pukulannya, tetapi berhasil ditangkis oleh Amaryllis.
"Aku tidak berpikir begitu," jawab Amaryllis seraya menendang wajah wanita dengan cukup keras.
Secepat kilat, tangan kanan Amaryllis langsung menyambar sebuah dahan pohon yang tergeletak di dekatnya. Menggunakannya sebagai senjata dan pertahanan sementara. Dia masih berusaha membalikkan keadaan dengan menyerang Callana duluan.
Pukulan demi pukulan, hantaman demi hantaman itu mereka hantarkan satu sama lain. Peluh yang mengucur mulai membasahi wajahnya. Napas yang memburu itu semakin terasa menyesakkan dada.
"Akh!" pekik Amaryllis tatkala Callana berhasil memukul lengan kanannya.
Amaryllis merasa terpojok. Dia bukan petarung jarak dekat yang baik. Alih-alih langsung mengeliminasinya, Callana seolah terobsesi untuk menyiksanya dulu.
"Apa dia mau membunuhku?" pikir Amaryllis ketika Callana sudah memegang sebuah belati dan mengayunkannya ke arahnya.
Amaryllis masih berusaha keras meghinadari ujung tajam itu. Namun, belati itu berhasil memotong sedikit rambutnya yang terurai. Menjelaskan seberapa tajam benda kecil itu jika sampai menyentuh kulitnya.
"Bagaimana caranya mengeluarkan dia dari sini?!" pikir Amaryllis yang berjibaku dengan keadaannya saat ini.
"Kau tidak bisa menghindariku," kekeh Callana yang mempercepat gerakannya untuk menyerang Amaryllis.
"Kenapa harus menghindarimu?" tanya Amaryllis yang terdengar seperti menantang wanita itu.
"Apa sekarang kau berani denganku?" desis Callana geram sebelum mengayunkan benda tajam itu lagi.
Amaryllis melompat ke belakang dengan cepat untuk menghindarinya. Matanya menelusuri setiap inchi area itu untuk mencari sesuatu. Setelah mencari dengan sulit, akhirnya dia menemukan buah berbentuk seperti randu yang menggantung beberapa meter di belakang Callana.
Melihat sebuah celah yang tipis, Amaryllis langsung menembakkan satu anak panah yang berhasil membuat Callana terperanjat.
"Sudah kubilang panahmu tidak berguna," desis wanita itu.
"Benarkah?" jawab Amaryllis dengan senyuman miring yang kemudian menembakkan lagi anak panahnya yang dianggap Callana meleset.
Amaryllis tersentak tatkala Callana berhasil menggores lengannya. Dia sontak menghindar agar Callana tidak bisa menggores bagian tubuhnya yang lain. Namun, wanita itu dengan cepat menjegal kakinya hingga dia jatuh terbaring.
Mata Amaryllis melebar ketika ujung belati itu sudah berada di depan wajahnya. Dia menggeram. "Kenapa?"
"Ini karena kau sudah menghinaku," jawab Callana yang berhasil menggores pipi kiri Amaryllis hingga cairan merah itu membasahi wajahnya. Gadis itu memekik.
Rasa sakit itu menyadarkan Amaryllis. Dia langsung menampar dan memukul Callana hingga wanita itu jatuh ke belakang dengan keras. Selanjutnya, dia bergegas mengarahkan anak panah birunya kehadapan Callana.
"Kau akan membunuhku?!" sergah Callana dengan sedikit mundur ke belakang.
"Tidak. Tapi ini akan sedikit menyakitkan," jawab Amaryllis seraya menembakkan panah biru itu tepat ke buah di belakang Callana.
Sebuah suara ledakan terdengar keras hingga menembus ke gendang telinga. Serpihan buah itu menyebarkan kejut listrik yang cukup tinggi. Mereka mulai menyengat siapa saja yang terkena serpihannya.
Rencana Amaryllis untuk memanfaatkan buah bernama Eleceiba itu ternyata berhasil. Callana memekik keras ketika dia mulai tersengat oleh lontaran buah yang mengenai kulitnya. Dalam hitungan detik, wanita itu kini tergeletak tak sadarkan diri oleh kejut listrik yang betubi-tubi.
Akan tetapi, ternyata perhitungan Amaryllis sedikit meleset dari perkiraan. Ledakan buah itu tidak hanya berhenti di satu buah yang jatuh ke tanah, melainkan juga ikut memicu ledakan ke buah-buah lain yang masih menggantung di pohon. Ledakan itu terus merembet hingga ikut mengenainya.
Amaryllis terpekik keras. Setruman tiba-tiba itu berhasil mengejutkan tubuhnya dan mengacaukan pancaindranya. Terlalu banyak serpihan buah yang mengenai tubuhnya hingga akhirnya dia tersungkur ke rumput.
Pendengarannya berdengung keras. Penglihatannya mulai kabur. Detak jantungnya terasa tidak beraturan.
"Amy!" Sayup-sayup dia mendengar suara bariton itu memanggilnya sebelum ia benar-benar kehilangan kesadaran.
✬✬✬
✬Eleceiba: tanaman berbentuk randu yang diciptakan oleh Centrus. Memiliki kemampuan untuk menyetrum jika disulut dengan kelistrikan. Mengandung voltase yang cukup tinggi hingga mampu menembus isolator. Menyebabkan efek yang setara atau lebih besar daripada stungun biasa, yang sering digunakan untuk melumpuhkan lawan. Semakin banyak serpihan yang terlontar maka semakin besar pula listrik yang dihantarkan.
2021© Anna Utara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top