42 - Riddle

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

✬✬✬

Haus dan lelah. Kedua kata itu bahkan belum cukup untuk menggambarkan kondisinya saat ini. Terhitung sudah 3 hari mereka menerobos pepohonan yang menjulang tinggi. Untung saja, selain belum bertemu dengan peserta lain, mereka juga belum menemukan kendala berarti.

Setelah mereka menginjakkan kakinya ke arena. Samuel langsung mengajak Amaryllis untuk mencari tabung transporter yang ada di dekat tempat mereka mendarat. Mereka hanya diberikan satu set perlengkapan awal per orang dan satu senjata yang mereka pilih sebelumnya untuk bertahan hidup selama seminggu.

Jika mereka ingin meminta hal lain maka mereka harus menggunakan barcode yang mereka punya. Berbeda dengan Flair yang diberikan tiga kali kesempatan untuk menggunakan passcode. Di Valka, satu orang hanya bisa menggunakannya sekali saja. Oleh karena itu, jika keadaannya tidak darurat maka lebih baik mereka jangan menggunakannya lebih dulu.

Samuel dan Amaryllis bergerak nomaden. Mereka sudah sepakat untuk berpindah lokasi setiap 2 hari sekali. Karena hari ini adalah hari ketiga, mereka pun harus berpindah lagi dan mencari tempat berlindung yang baru.

"Tinggal berapa?" tanya Amaryllis dengan mematahkan beberapa tumbuhan yang menghalangi jalannya.

"Entahlah, total 21 orang dikurangi kita berempat dan tiga orang yang sudah tereliminasi. Jadi tinggal 14 orang?" jawab Samuel sembari menebas ilalang.

"Kenapa masih banyak?" desah Amaryllis yang mengikuti laki-laki itu dari belakang.

Tangan Samuel mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Dia menekan benda berbentuk segitiga itu yang kemudian menampilkan kembali teka-teki yang harus mereka pecahkan. Petunjuk pertama yang mereka dapatkan setelah mereka mendarat di arena di hari pertama.

Hutan hujan itu diselimuti oleh kabut yang lembab. Gerimis yang turun masih membasahi tanah. Tanah berlumpur yang mereka pijaki itu cukup menghambat pencarian mereka hari ini.

5 token disembunyikan dengan baik di arena Valka. Mereka hanya bisa menemukannya melalui riddle yang mereka dapatkan. Maka dari itu, mereka harus memecahkan riddlenya dengan cepat dan tepat karena bukan hanya mereka saja yang sedang mencari token tersebut.

Meskipun sama-sama mencari token di arena Valka, tetapi kemungkinan besar riddle yang mereka dapatkan akan berbeda-beda. Satu riddle untuk satu lokasi token. Jika kebetulan mereka mendapatkan riddle yang mudah maka itu adalah keberuntungan mereka.

"Walaupun hujan turun dengan deras, aku tidak basah sedikit pun. Aku tidak lelah berlari sejauh apa pun. Saat aku jatuh, aku tidak bisa kembali lagi. Aku dapat memberikan kehidupan, tetapi juga dapat membawa kematian. Anak-anakku selalu terpisah, tetapi jika kau mengikuti jalan mereka ke yang tak terhingga maka kau akan mendapatkan jawabannya." Tulisan yang muncul dari segitiga itu.

"Kira-kira apa jawabannya?" tanya Samuel yang masih berjalan bersama Amaryllis.

Amaryllis masih tampak berpikir keras. Gadis itu menyilangkan tangannya dengan dahi yang berkerut. Pikirannya meletup-letup.

"Apa yang tidak basah saat terkena air tapi bisa berlari tanpa lelah?" tanyanya balik.

"Plastik? Benda anti air? Robot yang berlari?" jawab Samuel yang kemudian tertawa karena melihat ekspresi Amaryllis yang cukup serius. "Aku bercanda," kekehnya.

"Aku pikir ... waktu? Sejauh apa pun, waktu tidak akan ada habisnya. Waktu juga bisa memberikan kehidupan dan kematian, waktu tidak bisa dikembalikan," deham Samuel.

"Entahlah, tapi waktu tidak punya anak," jawab Amaryllis mengedikkan bahunya.

"Bisa saja itu hanya kiasan," sanggah Samuel yang kemudian memasukkan kembali benda itu ke dalam sakunya.

"Apa kau lapar?" tanyanya kepada Amaryllis.

"Sedikit."

"Kita bisa mencari umbi-umbian atau buah-buahan di sekitar sini sebelum mendirikan tempat bermalam," ujar Samuel yang di jawab anggukakan oleh Amaryllis.

Amaryllis menyisir area itu dengan cermat. Dia menapaki tanah becek akibat gerimis masih turun di sana. Beberapa kali dia memilah buah mana yang akan ia petik untuk kudapan hari ini.

Berkat latar belakangnya yang berasal dari Sektor 5 dan sering pergi ke hutan. Amaryllis dapat membedakan buah mana yang dapat dimakan dan mana yang tidak. Sembari memetik buah yang matang, pikirannya masih terus berjalan untuk menemukan jawaban riddle mereka.

"Waktu. Jawaban itu cukup masuk akal," pikirnya.

Amaryllis masih meragukan asumsi tersebut. Dia merasa ada jawaban lain yang lebih tepat selain waktu. Dia berusaha menemukan sudut pandang baru di pinggir kubangan air.

Amaryllis berjongkok sembari mengambil sebuah ranting. "Jalan yang tak terhingga? Jika itu kiasan apa maksudnya? Tapi bagaimana dengan anak-anak yang terpisah?" gumamnya sambil menggoreskan ranting itu ke tanah.

Goresan-goresan tak beraturan itu memenuhi tempatnya berpijak. Sudah hampir tiga hari ini mereka berada di arena, tetapi mereka masih kesulitan memecahkan riddlenya. Kira-kira apakah sudah ada union yang berhasil mendapatkannya?

Amaryllis kemudian memandangi genangan air yang ada di sana. Dahinya mengernyit dengan jelas. Mata hazelnya melebar dengan kedua alis yang terangkat.

"Semua benda bisa basah kalau terkena air," gumamnya.

Sebuah pemikiran itu tiba-tiba saja terlintas dibenaknya. "Tapi air tidak bisa basah walaupun terkena hujan deras karena hujan adalah air!" sergahnya. "Kenapa baru terpikirkan sekarang!"

"Air dapat menyuburkan tanah, yang berarti memberikan kehidupan. Tapi kita juga bisa tenggelam, yang berarti kematian. Berjalan sejauh apa pun sesuai aliran ... mengikuti anaknya ... mungkinkah itu sungai?"

"Tapi jalan ke yang tak terhingga ... artinya apa?" gumam Amaryllis sembari mencoret-coret tanah itu lagi hingga ia menyadari gambar dari coretannya.

"Tak terhingga! Itu dia!" serunya bersemangat yang langsung berdiri dari tempatnya berjongkok.

Amaryllis langsung berlari mencari di mana Samuel berada. "Sam? Samuel!"

"Ada apa? Apa ada sesuatu yang mengejarmu?" tanya Samuel yang sekarang berhenti mengumpulkan batuan hitam itu.

"Aku tahu jawaban dari teka-teki tadi. Air!" seru Amaryllis.

"Air?"

"Air tidak mungkin basah. Air menjadi sumber kehidupan, tapi kita juga bisa mati akibat tenggelam di dalam air. Air mengalir terus menerus ke tempat yang lebih rendah, dan air yang memiliki anak adalah sungai!" papar gadis itu dengan napas yang terengah-engah.

Samuel membulatkan matanya. "Aku bahkan belum berpikir sejauh itu. Kau brilian, Amy! Itu artinya kita harus mencari sungai sekarang?"

Amaryllis menganggukkan kepalanya. "Sepertinya kita harus mencari sungai dengan bentuk angka 8, infinite, simbol tak terhigga," timpal Amaryllis.

Samuel menepuk debu yang ada di telapak tangannya. "Baiklah! Kalau begitu, pertama-tama kita perlu naik ke daratan atau pohon yang tinggi dulu. Akan sangat sulit untuk menemukan sungai itu karena arena ini sangat luas," ujar Samuel seraya memperhatikan sekelilingnya.

"Ayo kita ke sana dulu!" tunjuk Samuel ke arah sebuah bukit.

Sesampainya di atas bukit, Samuel langsung bersiap-siap untuk memanjat sebuah pohon tinggi yang ada di sana.

"Hati-hati!" seru Amaryllis dari bawah.

Amaryllis mendongakkan kepalanya sembari menunggu Samuel yang masih memanjat pohon itu dengan hati-hati.

"Kau benar! Aku melihat sungai yang berbentuk seperti itu!" teriak Samuel dari atas sana.

"Benarkah? Di mana?"

"Di sebelah selatan, sekitar 3 km dari sini!" teriaknya lagi yang kemudian bergegas untuk turun dari pohon.

Melihat Samuel yang sedikit kesulitan untuk turun, Amaryllis langsung mengulurkan tangannya. "Apa kita akan ke sana sekarang?" tanya Amaryllis.

"Lebih cepat lebih baik, tapi sayang sekali kita harus menunda makan siang menjadi makan malam," jawab Samuel dengan mengelap peluh yang ada di dahinya.

Amaryllis terkikih pelan. "Tidak masalah, aku sudah beradaptasi dengan baik jika soal menahan lapar."

"Bagus. Kalau begitu, ayo berangkat sekarang sebelum hari menjadi gelap."

Amaryllis memperhatikan langkahnya di atas jalan berlumut itu. Dia berusaha agar tidak jatuh terjerembab karena tanah yang licin. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya sesuatu yang mereka cari itu tampak juga. Sungai besar yang bermuara di sebuah danau itu membentuk angka delapan.

"Lihat!" seru Samuel sembari menunjuk sebuah pulau yang berada di tengah-tengah danau.

Amaryllis sedikit menajamkan penglihatannya. "Apa kita perlu berenang ke sana?"

"Lebih baik lewat sana saja," tunjuk Samuel kepada sebuah jembatan gantung yang terbentang menuju ke pulau itu.

Jembatan itu mengayun kecil karena tertiup angin. Amaryllis melewatinya dengan hati-hati karena suara berdecit di setiap langkahnya. Dia sesekali memperhatikan air yang di sekelilingnya yang tampak begitu tenang dan mungkin dalam.

"Kau bisa berenang kan, Amy?" tanya Samuel disela jalan mereka.

"Bisa, kenapa?"

"Hanya berjaga-jaga saja," jawab laki-laki itu sebelum turun dari jembatan karena sudah sampai di pulau tujuan.

"Terima kasih," ucap Amaryllis yang menerima uluran tangan Samuel saat hendak turun.

"Pulau ini luas sekali," gumamnya takjub sembari mengikuti laki-laki itu yang berjalan menuju ke sebuah tabung kaca yang berdiri di tengah-tengahnya.

"Selanjutnya apa?" tanya Amaryllis.

Samuel mengambil segitiga yang ada di kantongnya. "Mengambil tokennya," jawabnya seraya menempelkan segitiga itu ke dinding tabung.

Seberkas cahaya muncul dari dalam tabung. Beberapa sinar mulai memindai segitiga itu. Kemudian sebuah suara mulai terdengar dari dalamnya bersamaan dengan sebuah hologram yang ditampilkan.

"Selamat datang di juring dua, Samuel Raedeen dan Amaryllis Heath dari Red Thunder. Kalian berhasil menemukan lokasi token sesuai dengan petunjuk yang telah kami berikan. Selamat karena telah berhasil mendapatkan token kedua," ujar proyeksi hologram itu yang kemudian memunculkan sebuah token berbentuk juring lingkaran dari dalam tabung.

Samuel langsung mengambil token itu dengan hati-hati. "Akhirnya kita mendapatkannya!"

"Ternyata ini mudah," gumam Amaryllis.

"Token pertama telah berhasil didapatkan oleh Gavin Tinnez dari Eagle Eye. Masih tersisa 3 token lagi, jadi tolong dengarkan baik-baik petunjuk selanjutnya."

"Siang atau pun malam aku tetap ada. Walaupun aku bisa mengalahkan matahari. Namun, aku tidak bisa menandinginya. Ketika angsa yang cantik mulai menari bersama iringan musik yang indah maka aku akan melindunginya. Terbang beriringan dengan sang pemanah menuju ke gerbang tukang pemintal. Hati-hati dengan sutra yang ditenun oleh sang penenun. Dia mendekapnya dengan hangat."

"Teka-teki lagi?" desah Amaryllis.

"Ini namanya cerdas cermat Valka. Kau harus menghafalnya," ujar Samuel.

"Apa lagi selain tentang angsa yang menari- "

Suara debuman keras membuat Amaryllis terperanjat. Getaran hebat mulai mereka rasakan menjalar ke seluruh tubuh. Seketika Amaryllis dan Samuel langsung menolehkan kepalanya ke belakang.

"Lari! Sekarang!" seru Samuel ketika melihat air danau yang tenang kini mulai bergejolak.

"Ini alasanmu bertanya apa aku bisa berenang?" sergah Amaryllis seraya berlari secepat mungkin sembari mengeratkan talian sarung busurnya.

"Aku hanya mengantisipasi saja!"

Amaryllis menggertakkan rahangnya. Dia kira setelah lelah berjalan seharian dan mendapatkan token pertama, mereka dapat beristirahat sejenak. Namun, ternyata tidak semudah itu karena sekarang mereka harus menguras tenaga lagi.

"Cepat!" seru Samuel ketika mereka melintasi jembatan untuk menyebrangi danau dan menuju ke sisi lain daratan yang mengelilingi tempat itu.

Amaryllis terperanjat tatkala tanah menyembul dari dalam danau. Gejolak air semakin meninggi ketika tanah bergerak lebih cepat. Air yang tertampung di cekungan itu kini mulai meluap.

"Ayo!" seru Samuel ketika mereka sudah sampai di daratan itu.

"Ke sana!" tunjuk laki-laki itu kepada sebuah pohon oak raksasa.

Amaryllis mempercepat larinya. Dia sedang berpacu dengan waktu dan air yang mulai banjir di belakangnya.

"Naik, Amy!" seru Samuel dengan mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu naik ke atas dahan.

Ketika mereka berdua sudah naik ke atas pohon itu, banjir bandang mulai menerjang tanah lembab di bawah mereka. Mereka berdua langsung memanjat ke dahan yang lebih tinggi. Berusaha menghindari air yang semakin meninggi.

"Cepat!"

"Ini gawat!" pekik Amaryllis yang masih terus memanjat ke atas hingga mereka hampir berada di ujung pohon besar itu.

"Apa kita akan aman di sini?" tanya Amaryllis saat mereka sudah sampai di dahan tertinggi.

"Aku harap begitu," jawab Samuel sembari memperhatikan beberapa batang kayu yang hanyut dan menghantam pohon besar yang mereka naiki.

Amaryllis berpengangan dengan erat. Suara aliran banjir masih terdengar dengan keras. Untung saja pohon oak raksasa itu tahan dengan derasnya arus yang menghantam batangnya.

Banjir bandang menyapu rata seluruh area yang ada di sekitarnya. Daratan yang semula ditumbuhi banyak pepohonan, kini hanya menyisakan beberapa pohon besar saja.

Setelah sekitar 15 menit berlalu, arus air itu perlahan-lahan mulai surut. Airnya turut serta membawa beberapa ranting kembali ke wadahnya. Berkumpul kembali ke tempat semula di danau.

Tempat itu sekarang sudah tak berbentuk lagi. Tanah berlumpur mengelilingi area sekitarnya. Air menggenang dengan sisa tumbuhan yang berserakan pun memenuhi tempat itu.

"Kau mau turun sekarang?" tawar Samuel.

"Aku tidak mau lama-lama berada di sini. Bagaimana kalau ada banjir susulan?" jawab Amaryllis seraya menuruni pohonnya.

"Hati-hati!" seru Samuel.

Amaryllis menginjakkan kakinya ke tanah lembek itu. Dia masih tidak menyangka dengan tempat porak-poranda yang dia lihat saat ini. "Lalu bagaimana sekarang?" tanya Amaryllis.

"Aku kira kita hanya bisa beristirahat sebentar. Apa kau tidak keberatan kalau kita tidak tidur malam ini?"

"Memangnya kenapa?" tanya Amaryllis balik.

Samuel menatap semburat jingga di langit. "Sepertinya aku tahu maksud dari teka-teki yang kedua. Dan itu tidak akan terlihat ketika masih terang."

✬✬✬

(PS: kurang lebih ilustrasi untuk tempat yang dijelaskan pada riddle)

✬ Halo, bab 42 sudah ditambahkan. Terima kasih bagi pembaca yang sudah mampir kesini. 🙂 Dah dan sampai jumpa lagi!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top