36 - Berhasil
[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.
Selamat Membaca!
✬✬✬
Tembakan panah yang melesat dengan cepat itu mengenai permukaan kaki Thomas. Pemuda itu memekik keras ketika Amaryllis berhasil menggores kakinya dengan panah merah.
"Awas kau, Amy!" geram Thomas yang tergopoh-gopoh untuk mengambil stun gun yang terlempar.
Amaryllis dengan sigap kembali mengarahkan anak panahnya kepada Thomas. Dadanya kini naik turun tak beraturan dengan napas yang tersengal-sengal. Dia menggenggam erat senar dan ekor anak panahnya yang siap untuk dilepaskan.
"Katakan padaku, Thomas. Apa yang kau lakukan di Acumen!" desak Amaryllis yang dibalas dengan tawa sinis Thomas.
"Itu bukan urusanmu, Amaryllis. Kau tahu? Bila dibandingkan dengan yang lain, aku lebih membenci sikap sok tahu dan sok pahlawanmu itu!" decih pemuda itu.
Amaryllis mengetatkan rahangnya, tangannya sedikit menarik tali busurnya. "Sejak kapan kau dan Asa bekerja sama, huh?"
"Kau tahu dari mana!"
"Bukan urusanmu," ketus Amaryllis
"Jadi kau selama ini memata-mataiku?" tanya Thomas mendesis.
"Kaulah mata-matanya!"
Thomas menghentakkan kakinya. "Sudah aku katakan kau jangan sok tahu, Amaryllis!" desisnya sebelum kembali mencoba menyerang Amaryllis walaupun dia belum bisa berdiri dengan benar.
Satu anak panah yang Amaryllis tembakkan berhasil Thomas hindari. Namun, sebelum dia mengambil panah lain. Amaryllis memekik tatkala sengatan hebat dari stun gun Thomas mengenai lengan kanannya.
Busur panahnya terlepas dari tangannya, Amaryllis jatuh berlutut. Gadis itu mendesis merasakan sengatan listrik yang menyentuh kulitnya. Matanya membelalak dengan rahang yang mengetat.
"Jika waktu itu kau tidak menghentikanku maka keadaan tidak akan sekacau ini," decak Thomas.
"Jadi kau mengakuinya sekarang, tukang sabotase?" sarkas Amaryllis.
"Aku bukan tukang sabotase! Kejadian di Acumen hanya insiden kecil. Harusnya kau berkaca pada dirimu sendiri Amaryllis. Kau kira aku tidak tahu apa yang kau lakukan di belakang Red Thunder?"
"Aku muak denganmu, Thomas," geram Amaryllis sebelum mengambil busur dan anak panahnya sembari menahan rasa nyeri yang berdenyut di lengannya.
Satu anak panah yang ia tembakkan berhasil Thomas tahan dengan perisai UHD. Namun, sebelum Thomas sadari, Amaryllis sudah menembakkan panah keduanya. Panah berekor biru yang memancarkan sengatan listrik itu berhasil membuat pemuda itu memekik lagi hingga ia jatuh tersungkur.
"Kau telah menyakiti Selina, Hans, dan semua orang yang ada di sana!" geram Amaryllis.
Thomas yang masih setengah sadar itu kemudian tertawa sinis. "Kau menuduhku? Aku bukan pelakunya!"
Amaryllis mengangkat sebelah alisnya. "Kalau begitu Asa pelaku utamanya dan kau kaki tangannya."
"Omong kosong macam apa ini? Kau itu bodoh atau apa? Kau menuduh orang tanpa bukti apa pun! Itu sebabnya kau mudah sekali dimanipulasi!" sarkasnya kepada Amaryllis.
Amaryllis mengeratkan genggamannya. "Aku tidak memerlukan bukti apa pun, karena aku sudah mendengar semuanya!"
"Kau dan Asa merencanakan sabotase Acumen. Kau memanfaatkan helper itu untuk melancarkan aksimu! Itu sebabnya kau sangat marah dan membenciku karena aku mengacaukan rencanamu dan membuat helper itu ditangkap. Bahkan kau, Asa, dan komplotanmu berencana untuk mengeliminasiku di Flair!" berang Amaryllis yang membuat pemuda itu terbelalak.
"K-Kau! Omong kosong apa itu-"
"Aku tidak akan membiarkanmu bertindak seenak jidat," potong Amaryllis yang langsung mengarahkan anak panah itu ke tanah di dekat Thomas, sebelum menarik tali busurnya untuk kesekian kalinya.
Di saat yang riskan itu. Kali ini bukan hanya Thomas yang memekik, tetapi Amaryllis juga memekik tatkala stun gun yang Thomas tembakan juga sempat menyerempet tubuh Amaryllis hingga ia jatuh terduduk.
"Apa ini!" pekik Thomas yang sudah diselubungi oleh selubung medan gravitasi dan langsung terlempar keluar dari arena.
Mata hazel Amaryllis mengerjap beberapa kali. Dia memejamkan matanya sebentar dan mengatur pernapasannya. Rasanya ia seperti linglung selama beberapa saat. Tersetrum untuk yang kedua kalinya memang tidak enak.
Amaryllis meletakkan tangannya ke tanah seraya membenarkan posisi tubuhnya. Rasa sakit di lengannya yang terkena panah Levita itu kini terasa semakin nyata. Dahinya mengernyit, ia dapat melihat darah yang masih terus keluar dengan cukup banyak.
"Apa aku harus merobeknya?" desisnya di tengah rasa sakit seraya merobek lengan baju kirinya menggunakan tangan kanan dengan sedikit bantuan pisau.
"Ini ... sial," decaknya yang melihat lukanya yang ternyata agak dalam.
Amaryllis langsung melepaskan scarf yang melilit lehernya. Sepertinya dia akan mengimplementasikan ide yang Travis sekarang. Tanpa berpikir lama, Amaryllis langsung menekan dan membebat lukanya menggunakan scarf itu untuk menghentikan perdarahannya sementara.
"Maaf dan terima kasih banyak Lucia. Scarfmu ternyata berguna," gumamnya yang merasa tidak enak karena menggunakan hasil mode Lucia untuk membebat luka.
Walaupun agak kesusahan, Amaryllis berusaha melakukannya dengan baik. Dia menarik salah satu ujung scarf itu dengan tangan kanannya dan ujung yang lain dengan mulutnya. Memastikan bahwa selembar kain itu membebat lukanya dengan cukup kencang.
Amaryllis kemudian menghela napasnya panjang sebelum beralih ke Levita yang masih tergeletak di sana. Amaryllis kemudian berdiri untuk mendekati gadis itu. Dia kemudian memeriksa barang-barang yang dibawa oleh gadis itu satu per satu.
"Dia sudah menggunakan semuanya hari ini," gumam Amaryllis saat memeriksa gelang UHD yang dikenakan oleh Levita.
Amaryllis kemudian mengambil barang-barang lain termasuk anak panah yang tersisa di tas Levita. Walaupun itu hanya anak panah biasa, tetapi setidaknya Amaryllis bisa memanfaatkannya untuk hal lain.
Setelah selesai, Amaryllis langsung mengirim Levita keluar arena dengan bola dome. Dia bisa sedikit bernapas lega karena sudah berhasil mengirim Thomas dan Levita keluar arena. Sekarang tinggal Asa, Riana, dan peserta yang tersisa.
Meskipun pada awalnya Amaryllis sedikit ragu karena Thomas masih rekan satu unionnya, tetapi akhirnya dia membulatkan keputusannya dengan mengeliminasi pemuda itu. Setidaknya, sekarang kesempatannya untuk menang bertambah kan?
"Setidaknya rasa beban di hatiku sudah berkurang," desahnya yang kini sudah berjalan lagi dengan perlahan.
"Apa mereka tadi melihatnya?" gumamnya yang memikirkan apa adegan yang ia lakukan tadi ditayangkan di layar proyeksi dan disaksikan oleh dewan.
Amaryllis tahu bahwa percakapan mereka mungkin tidak akan terdengar, tetapi mereka pasti melihat apa yang ia lakukan kepada Thomas. Semua orang pasti akan bertanya-tanya mengapa dirinya mengeliminasi Thomas yang notabenenya masih rekan satu unionnya. Bukannya bekerja sama dengan Thomas untuk memenangkan Flair tahun ini.
Amaryllis sedikit menggelengkan kepalanya. Mungkin dia bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada meraka setelah menyelesaikan babak Flair.
"Ah ... aku harus mencari cylopod untuk meminta obat dan juga mencari sumber air," ujar Amaryllis yang bergegas berpindah tempat.
Kakinya menuntun Amaryllis untuk menyusuri sisi pepohonan yang cukup rapat. Meskipun perdarahannya berhasil ia hentikan sekerang. Namun, lukanya itu tidak akan membaik jika dibiarkan begitu saja. Paling tidak ia memerlukan antibiotik untuk mencegah infeksi yang mungkin terjadi.
Amaryllis mendongakkan kepalanya ke atas. Dia memang kesulitan mencari arah di sana. Namun, berkat bantuan bayangan matahari, dia bisa menebak ke arah mana ia harus berjalan sekarang.
Setelah mencari dalam waktu yang tidak sebentar. Akhirnya, Amaryllis menemukan sebuah cylopod sekaligus tempat berlindung untuk hari ini. Dia lantas tidak menyia-nyiakan waktunya dan meminta perlengkapan obat yang ia perlukan.
Amaryllis menemukan aliran sungai kecil untuk membasuh lukanya. Dia tampak meringis saat ia membuka bebatan lukanya yang sedikit menempel. Setelah membersihkan lukanya dengan air bersih, dia lalu menyemprotkan antibiotik, dan menutupnya dengan kasa dan perban.
Setelah selesai melakukan tindakan medis sederhana itu. Amaryllis lantas mencuci tangan dan wajahnya. Air yang menyentuh kulitnya itu terasa segar karena udara panas yang menyengat tubuhnya.
"Aku penasaran tinggal siapa saja yang tersisa," gumamnya yang kemudian beristirahat sejenak di sana.
Amaryllis menghitung kembali anak panah yang tersisa. Lalu mengambil beberapa anak panah dan sebuah kayu yang ia runcingkan untuk menangkap beberapa ekor ikan untuk santapannya malam ini. Besok adalah hari terakhirnya di arena. Apakah dia bisa bertahan sampai akhir?
✬✬✬
Halo! Don't forget to click the star, give a comment in the below~ and you can add this to your library 🤗
Dah dan sampai jumpa di Bab berikutnya!
2021 © Anna Utara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top