26 - RCX
[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.
Selamat Membaca!
✬✬✬
Makan malam sepertinya tidak terlalu menarik bagi Amaryllis. Sejak beberapa jam yang lalu, ia merasakan perutnya bergerumul tak karuan. Padahal dia sudah makan dengan baik sejak berada di sana. Namun, rasa mual itu menyeruak begitu saja hingga tidak bisa ia toleransi lagi.
"Apa aku perlu membawamu ke dokter?" tanya Samuel.
"Tidak. Aku masih bisa mengatasinya," tolak Amaryllis yang kemudian meneguk segelas air.
Samuel mengernyitkan dahinya. Pandangannya jatuh kepada tangan Amaryllis yang tampak kemerahan. "Kenapa tanganmu?"
"Aku tidak tahu, mungkin hanya iritasi," jawab Amaryllis.
Sebenarnya Amaryllis juga tidak tahu kenapa tangannya bisa memerah. Rasanya ia tidak memiliki satu pun alergi sebelumnya. Namun, kenapa kemerahan di tangannya itu terasa agak perih dan sedikit memiliki sensasi terbakar?
Tiba-tiba saja seseorang mendobrak pintu penginapan hingga membuat kedua orang itu terkesiap. Travis mendesak masuk dengan wajah yang tegang. "Sam!"
"Ada apa? Kenapa kau datang dengan berteriak seperti ini?" tanya Samuel.
"Ini gawat! Selina dan Hans-"
"Kenapa dengan mereka?" tanya Amaryllis.
Amaryllis sempat melihat keadaan mereka berdua setelah Acumen selesai. Mereka hanya menderita luka kecil dan tidak ada hal yang serius, meskipun Hans sempat pingsan selama beberapa menit akibat kejutan listrik yang ia peroleh di akhir babak.
"Mereka semua, seluruh peserta Acumen dibawa ke unit intensif," jawab Travis dengan napas yang masih terengah-engah.
"Kau bilang semua peserta Acumen?" sergah Samuel yang dibalas dengan anggukkan oleh Travis.
"Tapi apa yang terjadi kepada mereka?" tanya Amaryllis dengan menautkan kedua alisnya.
"Tim medis masih melakukan pemeriksaan lanjutan, kita belum tahu pastinya," jawab Travis.
Samuel langsung menolehkan kepalanya kepada Amaryllis. "Kau harus ke Pusat Medis Centrus sekarang."
"Itu tidak perlu. Aku baik-"
"Aku memaksamu, Amy. Sekarang ikut denganku atau aku yang akan memanggil tim medis agar mereka membawamu," tegas Samuel yang bergegas untuk pergi ke Pusat Medis Centrus saat itu juga.
Pusat Medis Centrus tampak sangat ramai malam ini. Beberapa mobil ambulan saling bergantian keluar masuk dari rumah sakit itu. Instalasi gawat darurat bahkan belum bisa beristirahat sejak peserta pertama masuk ke sana.
Amaryllis kini berada di salah satu ruang pemeriksaan terpisah. Dia tidur di atas tempat tidur pasien di ruangan bernuansa putih dan hijau itu. Setelah menunggu selama beberapa menit, akhirnya seorang laki-laki berjas putih itu datang untuk memeriksanya.
"Selamat malam, Nona Amaryllis Heath. Maaf membuatmu menunggu cukup lama," ucap dr. Denis yang menjadi salah satu dokter yang bekerja di bawah payung Cascallustre.
"Selamat malam juga. Tidak apa-apa, dokter," jawab Amayllis dengan senyumnya.
"Baiklah. Kalau begitu aku akan mulai pemeriksaannya," ucap dokter seraya memeriksa gadis itu dengan stetoskopnya. "Apa keluhanmu, Nona Heath?" tanyanya.
"Aku hanya merasa mual."
"Apa kau makan sesuatu yang tidak biasa sebelum kemari?"
"Tidak. Aku makan seperti biasanya."
"Selain mual, apa ada keluhan lain?"
"Sedikit pusing dan tangan kananku sedikit kemerahan," jawab Amaryllis.
"Bolehkah aku memeriksanya?"
"Silahkan," jawab Amaryllis seraya melipat lengan bajunya untuk memperlihatkan tangan kanannya yang sekarang tampak memerah.
"Apa kau punya alergi?"
"Aku tidak punya."
"Apa ini sakit? Apa yang kau rasakan?"
"Sedikit perih dan panas?" terang Amaryllis ragu.
Dokter kemudian mengambil sebuah alat yang berbentuk seperti pena dari dalam saku jas putihnya. Dia mengarahkannya tepat ke atas kulit Amaryllis yang kemerahan. Setelah dirasa pas, dokter kemudian memencet tombol alat itu untuk memunculkan sebuah sinar berwarna biru untuk memindai kulitnya selama beberapa detik.
"Aku akan memeriksa alergen yang ada di kulitmu. Tapi sepertinya kita perlu melakukan pemeriksaan lanjutan. Apa kau berkenan melakukan tes darah, Nona Heath?"
"Jika memang itu prosedurnya maka aku tidak keberatan," jawab Amaryllis.
"Baiklah. Akan ada petugas laboratorium yang mengambil darahmu untuk diperiksa. Selama menunggu hasil penunjang dan diagnosismu, kau bisa beristirahat dulu di sini," ujar dokter seraya membereskan alat pemeriksaannya.
"Jika rasa mualmu memburuk atau kau merasakan gejala lain, tolong segera beritahu petugas medis yang sedang bertugas," imbuhnya.
"Baik, aku mengerti," jawab Amaryllis dengan menganggukkan kepalanya.
Setelah dokter keluar dari ruangan, Amaryllis langsung bangkit untuk duduk di sisi ranjang. Rasanya cukup aneh untuk mendapatkan pemeriksaan yang lengkap. Pasalnya, dia termasuk anak yang jarang mengeluh sakit sejak kecil.
Meskipun Amaryllis sakit sungguhan pun tidak akan ada yang membawanya ke fasilitas pelayanan kesehatan. Selain karena jaraknya yang jauh, biaya yang harus mereka keluarkan juga tidak sedikit. Paling dia akan meminum obat-obatan herbal dan memakan sup hangat buatan Bibi Grace.
Amaryllis menghembuskan napasnya pelan. "Apa yang terjadi kepada mereka ya?" gumamnya dengan memeluk sebelah lengannya.
Sebenarnya apa yang terjadi kepada peserta Acumen? Kenapa semuanya masuk ke ruang intensif. Seingatnya mereka semua tampak baik-baik saja saat permainan berlangsung. Apakah ada variabel lain yang menyebabkan hal ini terjadi?
✬✬✬
Sementara itu, Frans dan Samuel tengah berada di ruang tunggu privat. Kedua laki-laki itu tengah menunggu dokter yang menangani peserta Acumen. Mereka ingin berkonsultasi dan memantau keadaan anggotanya serta kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di sana.
"Aku dengar kau membawa Amaryllis kemari," ujar Frans.
"Dia sedang tidak enak badan. Aku hanya khawatir dengannya," jawab Samuel.
"Bagus. Pencegahan lebih baik dilakukan sesegera mungkin."
"Aku tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini. Apa kau mencurigai seseorang, Frans?" tanya Samuel dengan dahi yang berkerut.
"Entahlah. Skalanya terlalu luas karena semua peserta terdampak. Aku belum bisa mencurigai siapa pun sekarang."
"Ini terlalu acak," desah Samuel
"Dewan Cascallustre sedang memeriksanya. Sepertinya, mereka akan mengundur babak selanjutnya untuk melakukan penyelidikan," ungkap Frans.
Samuel tersenyum miring. "Pasti hanya sebentar. Dewan pasti tidak mau rugi karena menunda permainannya terlalu lama."
Sebuah suara ketukan pintu terdengar oleh telinga mereka. Dokter memasuki rungan dengan beberapa berkas penting di tangannya. Dia kemudian duduk di mana Samuel dan Frans menantinya sejak beberapa menit yang lalu.
"Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya Frans kepada dokter kepala medis yang menangani peserta Venturion.
"Sayangnya hasilnya tidak terlalu baik. Mereka positif terpapar senyawa berbahaya," papar dokter.
"Apa? Senyawa berbahaya?" sergah Frans dan Samuel di saat yang bersamaan.
"Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa terdapat sebaran senyawa RCX di dalam tubuh mereka," jelas dokter itu sembari menunjukkan hasil pemeriksaan melalui layar transparan yang ada di atas mejanya.
"RCX? Bagaimana itu mungkin!" sergah Samuel terkejut karena mendengar nama senyawa langka yang dilarang keras di Noffram, RCX atau Ricinus X.
"Kami juga belum tahu dengan pasti dari mana ini berasal. Oleh karena itu, Biro Keamanan sedang menyelidikinya."
"Tapi ada sedikit kabar baik, untungnya dosis yang mereka hirup masih termasuk aman. Beruntungnya lagi senyawa itu bukanlah risin murni, melainkan hanya turunannya saja, jadi efeknya masih bisa ditangani dengan baik," ungkap dokter.
"Hanya saja, beberapa dari mereka ternyata memiliki sensitivitas toksik yang cukup tinggi. Salah satunya Nona Selina Bell yang mendapatkan gejala yang berat," jelas dokter yang kemudian menggulir hologramnya untuk keterangan lebih lanjut.
Ricinus communis. Tanaman rambat penghasil protein beracun yang disebut risin. Salah satu zat yang tak berbau ataupun berwarna yang membuatnya sangat sulit untuk dideteksi.
Meskipun dikenal sebagai zat yang berbahaya. Namun, beberapa ilmuan justru memanfaatkannya sebagai media uji coba modifikasi genetik untuk mencari alternatif pengobatan. Setelah pengujian yang cukup lama, akhirnya mereka berhasil menciptakan Ricinus X. Tanaman yang menghasilkan senyawa RCX, turunan dari risin yang memiliki tingkat toksiksitas yang lebih rendah dan mudah dikendalikan.
Pada awalnya senyawa ini digunakan sebagai alternatif pengobatan anti-kanker. Sebuah senyawa yang berkerja sebagai agen pembunuh sel kanker yang cukup efektif. Satu molekul RCX yang dikirimkan ke dalam sitoplasma sel kanker dapat mematikan sel itu dan menekan pertumbuhannya, sehingga manusia dapat melakukan perawatan dengan semaksimal mungkin.
Walaupun mengandung sejuta keuntungan, tetapi zat ini juga bisa merugikan jika tidak digunakan secara tepat. RCX memiliki cara kerja yang lebih lambat dari risin murni, sehingga baru bisa terdeteksi selama kurang lebih 8-24 jam setelah seseorang terpapar. Jika seseorang terpapar RCX tanpa pengawasan dan terlambat dilakukan penanganan pertama maka senyawa ini bisa sangat mematikan.
Setelah terpapar, mereka akan menunjukkan tanda gejala yang beragam. Mulai dari gejala ringan ke sedang yang berupa sesak nafas, demam, mual, muntah, dan ruam kulit. Hingga gejala berat seperti kehilangan kesadaran, distress pernafasan, dan syok anafilaktik berat.
Hal ini yang membuat RCX menjadi salah satu senyawa berbahaya yang seharusnya tidak pernah diciptakan oleh manusia. Akibat kecacatan penemuan mereka, beberapa orang memanfaatkannya sebagai senjata biologi. Menciptakan kekacauan besar yang mengawali perang sipil Noffram yang dipimpin oleh sebuah kelompok militan beberapa tahun yang lalu.
Akan tetapi, tidak lama setelah itu, ilmuan berhasil menciptakan antitoksin yang efektif dan sudah teruji klinis untuk mengatasi ketidaksempurnaan tersebut. Mereka berhasil meredam kemelut api yang hampir merembet. Ilmuan pun selanjutnya masih belum menyerah dan terus melakukan pengembangan lebih lanjut hingga sekarang.
"Kami sudah menangani mereka setepat dan secepat mungkin. Tuan Hans Lincoln sudah stabil dan bisa segera kembali ke arena, tapi Nona Selina Bell harus dirawat intensif dulu selama beberapa waktu ke depan," sambung dokter.
"Syukurlah kalau begitu. Lakukan saja perawatannya sesuai dengan prosedur medis yang berlaku, Dokter," jawab Samuel.
Dokter itu mengangguk pelan. "Tapi, ada satu hal lain yang ingin aku sampaikan lagi," ungkapnya yang membuat Frans dan Samuel mengernyit.
"Dari hasil pemeriksaan dari Nona Amaryllis Heath ... jejak senyawa RCX juga ditemukan di ruam kulitnya.
"Apa?" sergah Samuel yang sedikit tersentak ke belakang.
"Bagaimana bisa?" tanya Frans yang ikut terkejut.
"Gejala yang ia rasakan merupakan reaksi dari alergen ini. Syukurlah dia hanya terkena dosis yang sangat kecil dan mudah ditangani, jadi kalian tidak perlu mengkhawatirkannya," papar dokter.
Samuel kehilangan kata-katanya. Amaryllis tidak masuk ke arena Acumen. Tapi kenapa dia bisa terkena juga?
✬✬✬
✬Terminologi:
RCX berasal dari tanaman Ricinus X, hasil modifikasi genetik dari Ricinus communis. Tanaman ini menghasilkan protein beracun turunan risin yang dinamai RCX. Protein berbahaya ini bisa dinonaktifkan jika dipanaskan dalam suhu lebih dari 90°C.
RCX pada awalnya memang diciptakan untuk tujuan pengobatan. Namun, senyawa ini tetap memiliki daya toksisitas yang sama tingginya dengan risin murni jika diberikan dalam dosis yang tidak tepat tanpa pengawasan yang ketat. Senyawa beracun ini tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa. Mereka jauh lebih berbahaya jika terhirup atau langsung masuk ke aliran darah. Dapat menyebabkan reaksi alergi berat yang fatal jika tidak segera dilakukan penanganan yang cepat.
✬Hola. Bab 26 sudah ditambahkan! Terima kasih bagi yang udah mampir baca, kalau kalian berkenan bisa vote cerita ini dan juga komen di bawah ya ✨. Kalian juga bisa follow dan nambahin cerita ini ke perpustakaan. Atas perhatian, terima kasih 😊 see you✨
Anna Utara © 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top