19 - Trying Harder
[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.
Selamat Membaca!
✬✬✬
Hembusan napasnya yang memburu itu saling bersahutan. Gerakan dadanya yang semakin tak beraturan, berusaha memompa oksigen sebanyak yang ia bisa untuk mengisi kembali paru-parunya. Peluh yang mengucur dengan deras di antara pelipis Amaryllis membasahi rambut brunettenya.
"Sepertinya cukup sampai di sini," ujar Clara yang kemudian meletakkan sejenis pedang berbahan metal yang baru saja ia gunakan untuk berduel dengan Amaryllis.
Amaryllis langsung jatuh terduduk ke lantai. Dia kemudian meluruskan kedua kakinya. Dia tidak menyangka akan merasa selelah ini setelah berduel selama 15 menit.
"Ini," ucap Clara yang kemudian melemparkan sebuah botol.
"Terima kasih," jawab Amaryllis yang langsung meneguk air itu.
Hari ini adalah hari keenamnya berlatih di Tower Capella. Setelah belajar cara menggunakan peralatan berteknologi tinggi di awal pelatihan. Sekarang dia tengah berlatih pertarungan fisik bersama dengan Clara Winterwood.
Amaryllis menatap Clara sejenak. Wanita itu ternyata memang sangat jago bertarung. Pantas saja dia bisa memenangkan Gallantry dengan mudah tahun lalu.
Beberapa kali Amaryllis memperhatikan peserta lain yang tengah berlatih. Matanya berusaha merekam segala teknik yang mereka tunjukkan. Namun, sepertinya mereka menutupi keahlian aslinya rapat-rapat.
"Clara, bolehkah aku bertanya sesuatu?"
"Apa itu?"
"Apa kau pernah merindukan sektormu?" tanya Amaryllis yang begitu saja terlontar dari mulutnya dan langsung membuat Clara tertawa pelan.
"Aku tidak menyangka kau menanyakan hal semacam ini. Bagaimana ya, aku mungkin saja merindukannya sejak 3 tahun yang lalu, tapi apa yang pantas aku rindukan?" jawab Clara yang masih terkekeh pelan.
"Tidak ada keluarga, tidak ada saudara, tidak ada teman. Menurutmu kenapa aku ikut Venturion, Amy?" tanya Clara balik.
"Untuk mencari yang tidak kau punya?" tebak Amaryllis yang dibalas dengan gelengan kecil dari Clara.
"Aku melakukannya untuk lari dari kenyataan," jawabnya kemudian yang membuat Amaryllis terdiam sejenak.
Jadi bukan hanya dirinya saja yang melakukan hal yang bisa dibilang konyol seperti itu? Lari dari kenyataan yang membuat kehidupannya terasa sesak. Ternyata Clara juga melakukannya?
"Tentu saja aku senang bisa mengenal banyak orang di sini. Tapi aku sudah membuat peraturanku sendiri. Tidak ada yang boleh melewati batas kedekatan yang aku buat," ujar Clara.
"Bagaimana dengan Red Thunder?" tanya Amaryllis selanjutnya. "Bukankah menjadi tim harus dekat satu sama lain?"
Clara kemudian berdiri dari tempatnya, lalu mengambil pedang berbahan metal itu lagi. "Tentu saja kedekatan itu aku anggap sebagai bentuk profesionalitas, bukannya sesuatu yang personal," jawab Clara dengan tersenyum tipis.
"Kenapa?" tanya Amaryllis dengan menautkan kedua alisnya.
"Aku tidak tahu apa alasanmu ikut dalam pemainan ini. Tapi terkadang hubungan semacam itu bisa menghancurkanmu suatu saat nanti. Jadi lebih baik, jagalah jarakmu dengan orang lain dan jangan terlalu percaya dengan apa yang mereka katakan, Amy. Karena tidak semua orang dapat kau andalkan sesuai dengan ekspektasimu kepada mereka," jawab Clara yang kemudian meninggalkan Amaryllis dalam kesangsian.
Amaryllis masih terdiam pada tempatnya. Dia memutar pedang metal yang dipegangnya dalam pikiran yang berkecamuk. Apakah ada hal yang belum dia mengerti tentang permainan ini?
Jadi kedekatan yang diciptakan itu pura-pura belaka? Bukankah lebih baik mereka tidak saling bersikap ramah satu sama lain dari awal, daripada harus membohongi diri mereka sendiri? Sementara dirinya tenggelam dalam pikirannya, indra pendengarannya itu menangkap suara langkah kaki yang mendekatinya.
"Kau Amaryllis Heath dari Sektor 5 kan?" tanya wanita yang sudah berdiri di sampingnya.
Amaryllis kemudian menolehkan kepalanya dan memperhatikan wanita itu berambut pink blonde yang dikuncir kuda itu.
"Kau, Callana Starr kan?" balas Amaryllis.
Callana tersenyum miring. "Jadi gadis dari Wanner itu benar kau. Itu benar, aku Callana," ujar Callana dengan nada yang membanggakan dirinya.
"Ada apa?" tanya Amaryllis.
Amaryllis merasa heran karena Callana tiba-tiba menghampirinya. Padahal sebelumnya Callana sama sekali tidak mencoba untuk menyapanya. Amaryllis kemudian juga merasakan beberapa peserta mulai menatap ke arah mereka.
"Mungkin mereka juga heran?" batinnya.
"Apa kau pandai bertarung?" tanya Callana sembari melemparkan sebuah tabung berbahan carbon steel panjang ke arahnya.
"Sedikit," jawab Amaryllis singkat.
"Kalau begitu coba lawan aku," tantang Callana yang kemudian menghidupkan gelangnya untuk mengaktifkan medan pelindung.
"Baiklah, kalau itu maumu," balas Amaryllis yang juga menghidupkan gelangnya dan menekan tombol pada tabung itu yang kemudian merubahnya menjadi sejenis tombak berujung tumpul.
Amaryllis kemudian mengikuti Callana yang berjalan menuju ke tengah area duel. Mereka berdiri tepat di atas lantai yang telah ditandai dengan hologram lingkaran besar. Lalu memantapkan kuda-kuda, sebelum memulai pertarungan.
Suara kedua ujung tombak yang saling berhantaman itu bergema ke seluruh ruangan. Peserta lain mulai memperhatikan mereka dari kejauhan. Pertarungan Amaryllis dan Callana menjadi tontonnya yang sayang untuk dilewatkan.
Amaryllis bahkan baru berisitirahat yang setelah berduel dengan Clara. Namun, Callana justru datang untuk menantangnya. Gadis itu jadi terpaksa memompa paru-parunya dengan lebih keras.
Hantaman yang Callana berikan membuat Amaryllis sedikit terhuyung ke belakang. Untung saja gelangnya itu bekerja dengan baik untuk membuat semacam medan pelindung untuk menghalau setiap serangan yang ia terima. Jika tidak, mungkin kulitnya sudah penuh dengan lebam.
Amaryllis masih berusaha membalas serangan Callana. Wanita itu cukup gesit dalam menangkis setiap serangan yang ia berikan dan dapat mengayunkan tombaknya dengan baik. Travis bohong saat mengatakan kalau Callana tidak berbahaya untuk Flair.
"Apa hanya itu kemampuanmu, Amaryllis?" ejek Callana yang semakin memperkeras pukulannya.
"Apa yang kau harapkan, Callana?"
Melihat Amaryllis yang kesulitan mengimbangi Callana. Para peserta yang menikmati tontonan itu mulai bersorak riuh. Mereka begitu menikmati pertunjukan yang langka itu.
Tanpa Amaryllis duga, tubuhnya terhempas ke lantai dengan cukup keras. Tombak yang ia gunakan sudah terlempar dari genggamannya. Mata hazelnya melebar tatkala menatap ujung tumpul tombak milik Callana kini sudah berada tepat di depan wajahnya.
"Selesai," ujar Callana dengan tersenyum miring.
Amaryllis mendengar mereka semua bertepuk tangan atas kekalahannya. Beberapa peserta juga menunjukkan senyum remeh kepadanya. Mereka seolah tengah menertawakannya dalam diam.
"Sebaiknya kau memperhatikan langkahmu. Jangan coba-coba untuk melewati batasanmu," ujar Callana sinis.
"Terima kasih karena sudah memperhatikanku," balas Amaryllis yang masih berusaha mengatur deru napasnya, sembari bangun dari posisinya.
Callana mendekatkan dirinya ke telinga Amaryllis. "Sepertinya kau tidak semenarik yang dikatakan Alastair," bisik Callana dengan seringai yang membuat gadis itu sedikit mengernyit.
Amaryllis masih menatap wanita itu dengan penuh tanda tanya. "Apa maksudmu?" gumamnya yang hanya dibalas oleh seringai Callana.
"Apa ada yang aku lewatkan?" sela Samuel yang baru saja datang.
Amaryllis sontak menolehkan kepalanya. Samuel yang berjalan ke arahnya langsung merangkul bahunya. "Kau tidak apa-apa, Amy?" tanyanya memastikan.
"Aku baik-baik saja," jawab Amaryllis.
"Kau selalu melewatkan sesuatu yang menyenangkan, Sammy," sindir Callana.
"Itu karena kau tidak mengajakku, Callana," jawab Samuel yang membuat Callana tertawa lepas.
"Kau yang mengusirku saat aku mendekatimu, jadi untuk apa aku mengajakmu?" sanggah Callana.
"Callana ayo kembali!" panggil pemuda dari kejauhan yang Amaryllis yakini bernama Gavin.
"Sebentar!" seru Callana.
"Oh ya! Ngomong-ngomong, kau harus berusaha lebih keras untuk melatihnya, Sam. Aku akan menantikan pertemuan kita di Flair, Amaryllis Heath," pungkas Callana yang kemudian meninggalkan tempat itu.
Amaryllis menghela napasnya panjang. "Sepertinya aku memang harus berlatih lebih keras," desahnya seraya melepaskan gelangnya.
"Kalau begitu lakukanlah," timpal Samuel dengan tersenyum.
Amaryllis mengangguk kecil. Jika di latihan seperti ini saja dia mudah dikalahkan. Bagaimana nasibnya saat di arena sungguhan nanti? Tinggal seminggu lagi sebelum Venturion dimulai. Apakah dia bisa memperkuat dirinya dalam waktu yang singkat?
✬✬✬
FROM another world,
Bonjour! Chapter baru sudah diupdate! Jangan lupa tinggalkan jejak ya, silahkan komen untuk membantu perkembangan cerita ini, dan kalau kalian suka cerita ini kalian bisa kasih vote dan tambahin ke perpustakaan kalian ya! Thank you and see you later~ ❤
2021 © Anna Utara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top