09 - Confidence

[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.

Selamat Membaca!

✬✬✬

Hari terasa panjang seperti bumi yang berevolusi pada sumbunya. Amaryllis merasakan otot tubuhnya masih menegang. Padahal dia sudah duduk di sofa lembut itu, tetapi tubuhnya masih terasa kurang nyaman akibat rasa nyeri menjalari urat-uratnya.

Setelah Amaryllis menyelesaikan urusannya di Cascallustre, Samuel langsung mengajak Amaryllis kembali karena hari yang semakin gelap. Gadis itu mengedarkan pandangannya sembari menghirup aroma lavender yang tercium di ruangan itu. Dia sekarang berada di kediaman Samuel. Beberapa kali matanya mengerjap karena takjub. Tempat itu begitu luas dengan perabotan yang mengkilap. Apakah apartemen memang sebesar ini?

"Apa kau ingin sesuatu? Aku bisa memesannya," tawar Samuel sambil memegang segelas mocktail rapsberry di tangannya.

"Aku rasa tidak," jawab Amaryllis.

Perut Amaryllis masih terasa penuh sejak sore tadi. Dia tidak terbiasa untuk memakan camilan di malam hari. Makan dua kali dalam sehari sudah sangat cukup untuk pencernaannya.

Samuel lantas berjalan kearah Amaryllis. "Minumlah dulu," ujarnya dengan mengulurkan gelasnya.

Amaryllis mengamatinya sebentar. "Apa tidak ada air putih?" tanyanya.

"Tidak ada. Maksudku minum ini saja dulu. Air putih memang bagus, tapi ini rasanya lebih enak dan segar," jawab Samuel.

"Tenang saja, ini mocktail bukannya cocktail," imbuh laki-laki itu.

Amaryllis menerima gelas itu. "Terima kasih," ucapnya yang kemudian sedikit menyedot minumannya.

"Hmm?" gumamnya saat merasakan letupan soda manis di antara lidahnya.

Amaryllis kemudian merasakan rasa manis dari buah rapsberry. Aroma mint juga mulai menyeruak di dalam mulutnya. Dinginnya beberapa buah es batu yang bercampur di dalam mocktail itu membuat minuman itu terasa menyegarkan.

"Untuk hari ini dan seterusnya kau akan tinggal di sini," ujar Samuel sembari sedikit menuangkan cairan berwarna bening ke dalam gelas seraya meneguknya.

"Kau akan tinggal di sini, di lantai 20," jelas laki-laki itu.

"Di sini?" tanya Amaryllis lagi yang baru saja menyadari perkataan Samuel.

Samuel mengangguk pelan seraya melangkah menuju ke balkon. Dia menyandarkan tubuhnya ke pagar kaca. Lalu menoleh kepada Amaryllis dan melambaikan tangannya.

"Kemarilah, Amy," panggilnya kepada gadis itu.

Amaryllis lantas meletakkan gelas ke atas meja seraya melangkahkan kakinya menuju ke tempat dimana Samuel berada. Dia berhenti tepat di samping Samuel itu. Mata hazelnya ikut menatap ke arah mana Samuel memandang.

"Bukankah pemandangan di sini bagus?" tanya Samuel yang tengah menikmati pemandangan cantik Centrus di malam hari bersama Amaryllis.

Gemerlap lampu kota Centrus bagaikan kumpulan bintang-bintang. Dari kejauhan, 7 kelopak bunga raksasa yang sempat mereka lewati tadi pagi juga sudah berpendar di tengah kota. Warna-warni yang berkilauan itu membuat matanya membulat.

"Cantik," gumam Amaryllis tanpa sadar.

Laki-laki itu menatap Amaryllis dengan tersenyum lebar. "Kau bisa menikmati pemandangan ini sepuasmu mulai sekarang," ujar Samuel yang membuat gadis itu menoleh kepadanya.

"Dan juga, selamat atas keberhasilanmu masuk ke Red Thunder. Kau luar biasa," puji laki-laki itu dengan tersenyum bangga.

Pipi Amaryllis sedikit memerah. Dia sangat jarang mendapatkan ucapan selamat dan pujian. Rasa bangga bercampur malu itu menyeruak dari dalam dirinya.

"Terima kasih, Sam. Itu semua karena kau," jawab Amaryllis yang membuat Samuel mengangkat sebelah alisnya.

"Karenaku? Aku bahkan belum melakukan apa pun untukmu. Kau mendapatkan sesuatu karena dirimu sendiri, Amy," jawab Samuel santai.

"Bagaimana kau bisa berkata seperti itu?" protes Amaryllis.

Amaryllis hanya merasa sedikit heran. Sudah jelas pencapaiannya ini dapat ia peroleh karena Samuel yang membawanya Centrus. Namun, kenapa laki-laki itu justru mengatakan kalau semua ini karena dirinya sendiri?

Samuel menatapnya lembut. "Semua yang kau dapatkan sekarang berkat usaha kerasmu, bukan karena orang lain. Semua ini karena kau sudah berani mengambil keputusanmu sendiri," jawabnya.

"Aku hanya menjadi salah satu perantaranya, jadi jangan terlalu menjunjung tinggi orang lain untuk mengungkapkan rasa terima kasihmu, tapi cobalah untuk berterima kasih kepada dirimu sendiri terlebih dahulu," lanjutnya.

"Tapi, aku-"

"Dan cobalah untuk terus percaya diri, Amy. Seperti yang kau lakukan di depan dewan tadi. Mereka sangat menyukainya," ujar Samuel tersenyum lebar seraya berjalan menuju ke salah satu meja untuk mengambil sesuatu.

Mata gadis itu berbinar. Ia tidak tahu harus berekspresi seperti apa. "Aku akan berusaha, Sam."

"Aku belum pernah mendengar ada seseorang yang meminta tambahan waktu sebelumnya! Ternyata kau nekat juga ya!" seru Samuel terkekeh dari kejauhan sebelum kembali ke tempat Amaryllis dengan membawa sebuah kotak.

"Aku hanya merasa belum puas. Jadi aku meminta tambahan waktu kepada mereka," jawab Amaryllis.

"Tepat sekali! Jika kau merasa belum puas dengan hasilnya maka kau harus menantangnya lagi," ujar Samuel yang membuat Amaryllis berekspresi seolah mengatakan, 'Benarkah?'.

"Karena prestasimu, aku ingin memberimu hadiah ini," ungkap Samuel yang kemudian mengulurkan kotak itu.

Amaryllis yang menerimanya kemudian mengedipkan matanya dengan cepat. "Ini?"

"Ini tablet untukmu. Kau bisa menggunakannya untuk berkomunikasi dan bersosialisasi. Aku tidak menerima penolakan, jadi terima ini," ujar Samuel dengan memegang tangan Amaryllis agar gadis itu menerima pemberiannya.

Amaryllis terdiam sejenak sambil memandangi benda yang ia pegang. Dia pernah memiliki sebuah alat komunikasi saat di sekolah menengah, tetapi tidak semutakhir dan sebagus ini. Bisa dibilang lebih mirip pager jadul dan kuno. Bukankah tablet ini terlalu berlebihan untuknya? Tapi dia tidak boleh menolaknya?

"Apa kau tidak menyukainya?" tanya Samuel.

"Tidak! Aku sangat menyukainya. Terima kasih, Samuel. Aku akan menggunakannya sebaik mungkin," jawab Amaryllis yang dibalas dengan anggukkan oleh Samuel.

"Hari ini segeralah beristirahat. Sepertinya aku juga harus kembali. Kalau kau mencariku, aku ada di lantai paling atas gedung ini," ujar Samuel sembari melirik arloji yang terpasang di pergelangan tangannya.

"Kau juga harus beristirahat," ucap Amaryllis.

"Tentu saja. Oh ya, kalau kau butuh sesuatu panggil saja pelayan melalui telepon itu," ujar Samuel sambil menunjuk sebuah telepon yang berada di atas meja. "Atau kau bisa memencet nomor 1 pada tabletmu. Itu akan langsung terhubung denganku."

"Aku mengerti, Sam," jawab Amaryllis dengan tersenyum manis.

"Kalau begitu selamat malam, Amy. Aku akan menjemputmu besok pagi, jadi beristirahatlah dengan nyenyak malam ini."

"Baik. Selamat malam, Samuel."

Samuel berjalan menuju ke elevator terdekat. Sesekali dia tampak memeriksa pesan yang ia terima di tabletnya. Namun, saat pintu elevator itu terbuka, Samuel justru menaikkan ujung bibirnya dengan sedikit terpaksa.

"Selamat malam, Tuan Roney Licester," sapa Samuel seraya masuk ke dalam elevator dengan sedikit canggung.

Samuel tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu di sini. Pria yang pernah menjadi mentornya beberapa tahun yang lalu itu sekarang sudah terasa menjadi orang asing baginya.

Dia membalas Samuel dengan senyuman lebar. "Selamat malam, Samuel. Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini."

Samuel tersenyum simpul. "Gedung ini kediamanku. Seharusnya aku yang bilang tidak menyangka akan bertemu dengan Anda di sini."

Tuan Roney menaikkan kedua alisnya. "Oh benarkah? Sebenarnya aku hanya mampir sebentar untuk berbisnis dengan teman."

Teman? Memangnya siapa yang ada di gedung ini? Samuel sudah memastikan bahwa tidak ada satu pun orang dari Cascallustre yang tinggal di sini, kecuali dirinya.

"Ngomong-ngomong, rekrutan yang kau bawa boleh juga," ujar Tuan Roney yang membuat Samuel menoleh ke arahnya.

"Terima kasih," jawab Samuel.

Dia baru ingat kalau Tuan Roney menjadi salah satu dewan yang bertugas menguji Amaryllis untuk masuk ke Red Thunder tadi siang.

"Aku rasa dia cukup berani dan menarik untuk gadis muda seusianya. Alastair pasti akan sangat iri kalau dia tahu kau menemukan gadis unik sepertinya. Siapa namanya tadi?" tanya Tuan Roney yang kemudian menjentikkan jarinya. "Ah iya! Amaryllis?" seru Tuan Roney yang membuat Samuel sedikit jemu.

"Aku harap Anda tidak membicarakan anggota baruku dihadapan anak didik Anda," ujar Samuel memperingatkan yang dibalas dengan kekehan.

Tuan Roney memang mantan mentor Red Thunder, tetapi sekarang dia beralih menjadi mentor Eagle Eye. Laki-laki yang hampir seumuran dengan ayahnya itu pada akhirnya memilih untuk berada di zona aman dengan memilih Eagle Eye sebagai anak didiknya. Samuel tidak heran kepada orang yang mementingkan keuntungannya sendiri seperti Tuan Roney.

Tuan Roney terkekeh. "Tenang saja. Aku tidak akan melanggar kode etikku sebagai dewan."

Samuel sedikit tersenyum miring. "Aku hanya meragukan kesungguhan Anda. Tidak ada salahnya mengingatkan Anda," sarkasnya yang membuat laki-laki itu tersenyum canggung.

Suara dentingan elevator terdengar keras. Pintu datar di depan mereka kini terbuka lebar. Menunjukkan lobi gedung yang ramai dan luas.

"Kalau begitu aku pamit dulu. Tolong sampaikan salamku untuk ayahmu. Selamat malam, Samuel Raedeen," pamit Tuan Roney sebelum melangkah pergi dari pandangan Samuel.

"Selamat malam," jawab Samuel singkat.

Pintu elevator kembali menutup. Samuel yang masih berdiri di dalamnya kini memandangi pantulan dirinya di dinding elevator dengan saksama. Dia hanya takut jika Tuan Roney tidak bisa memegang omongannya sendiri. Bagaimanapun juga, saat ini pria itu berpihak kepada Eagle Eye, bukannya Red Thunder.

✬✬✬

🎵UNSECRET - For This You Were Born (Feat. Fleurie)

✬Guten abend~ Jangan lupa untuk voment di bawah ya. Bis morgen ~

2021 © Anna Utara

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top