06 - Centrus
[PERINGATAN!] Cerita ini hanyalah fiksi belaka, semua karakter, alur, serta beberapa latar dalam cerita adalah milik penulis yang tidak terlepas dari berbagai inspirasi.
Selamat Membaca!
✬✬✬
Matahari sudah mulai meninggi, tetapi Samuel masih meringkuk di dalam selimut hangatnya. Kamarnya yang luas itu penuh dengan barang-barang yang berserakan. Seakan badai baru saja menerpa griya tawang yang dihuninya.
Semalam laki-laki itu bagaikan orang yang kesetanan. Dia sudah menghabiskan separuh stok wine yang seharusnya dapat ia gunakan untuk seminggu ke depan. Walaupun toleransi alkoholnya cukup tinggi, tetapi ketika ia sudah menyentuh gelas ke 6, dia langsung jatuh terlelap di atas kasurnya.
Suara nada deringnya yang mulai menggema itu telah mengusik mimpi indahnya. Rasa pening kembali menyergap isi kepalanya. Dengan sebuah gerakan yang kasar, tangannya meraih tablet transparan dan menariknya masuk ke dalam selimutnya.
"Halo?" tanyanya dengan suara serak.
" ...."
"Siapa?"
" ...."
Tiba-tiba saja Samuel melempar selimutnya dan duduk tegap di atas ranjangnya. Matanya yang tadinya terpejam seolah dipaksakan untuk membelalak.
"Ah!" desisnya sambil memegangi kepalanya yang berputar.
"Kau ada di mana?"
" ...."
"Oke, tunggu di sana. Jangan kemana-mana aku akan menjemputmu!" ujarnya seraya beranjak dari atas tempat tidurnya dengan sigap.
Dengan secepat kilat dia langsung melompat dari atas ranjangnya.
"Akhirnya!" serunya gembira dengan sedikit terhuyung.
✬✬✬
Keramaian Centrus membuat Amaryllis sangat terpukau. Matanya membulat sempurna ketika melihat layar reklame hologram yang memantul di kanan kirinya. Bibirnya berdecak kagum mengamati teknologi mutakhir yang sudah menjadi hal yang umum di ibu kota.
Pada awalnya Amaryllis hanya bermodal nekat dengan membawa seluruh uang tabungannya untuk pergi ke ibu kota. Namun, akhirnya ia dapat sampai di sana dengan selamat, setelah hampir dua hari menempuh perjalanan dengan transportasi yang sesuai dengan kelasnya. Kereta antar sektor ternyata tidak secepat yang ia kira.
Sesampainya di stasiun Centrus, Amaryllis langsung mencari cara untuk menghubungi Samuel. Untung saja ada sebuah pusat informasi untuk para pendatang. Gadis itu langsung menghubungi nomor Samuel yang tertera pada kartu namanya.
Samuel Raedeen bilang kalau dia akan datang ke sana untuk menjemputnya, tetapi sampai setengah jam dirinya menunggu di pinggiran tempat itu, sama sekali belum ada satu pun tanda-tanda kemunculannya.
"Haa ... dasar bodoh," desah Amaryllis dengan menghembuskan napasnya panjang.
Apa yang sudah ia pikirkan? Rasanya aneh sekali dia sudah sangat mempercayai orang yang baru sekali ia temui.
"Aku akan mencarinya ke alamat yang tertera di sini saja," ujarnya sambil menggenggam kartu nama mengkilat itu dan kemudian bangkit dari duduknya.
Sebelum kakinya melangkah lebih jauh, dia mendengar sebuah suara yang familiar yang memanggil namanya dari arah belakang.
"Amaryllis Heath!" panggil suara bariton yang membuatnya menoleh.
Laki-laki yang mengenakan kaos panjang berwarna abu-abu gelap itu berlari kecil untuk menghampirinya. Tampak ada senyuman lebar yang terpahat di wajahnya. Seakan dia baru saja mendapatkan sebuah jackpot. Laki-laki itu tidak jauh berbeda dibandingkan dengan saat pertama pertemuan mereka. Hanya saja sekarang dia terlihat sedikit lebih rapi dan tampan.
"Apa kau sudah menungguku lama?" tanya Samuel.
"Saya baru saja ingin mencari alamat ini," jawab Amaryllis sambil menunjuk kartu nama Samuel yang ia pegang.
Samuel menganggukkan kepalanya pelan. Mata laki-laki itu kemudian memandangi Amaryllis dari ujung kaki hingga ke ujung kepala. Dahinya sedikit mengernyit. "Sepertinya kita akan memperbaiki penampilanmu dulu."
"Apa?"
"Ayo cepat ikuti aku."
✬✬✬
Amaryllis masih diam pada tempat duduknya. Mobil biru yang mereka naiki saat ini bukanlah mobil pertama yang Amaryllis naiki. Sebelumnya dia sudah pernah menaiki beberapa mobil saat berada di Thon. Namun, ini memang adalah kali pertamanya menaiki mobil semewah ini.
Gedung-gedung pencakar langit yang memantulkan sinar matahari mengalihkan perhatian Amaryllis. Kedua matanya melebar ketika menangkap hal baru yang ia lewati. Jalan raya yang lebar, jembatan besar, tower-tower tinggi, layar hologram, dan lampu warna-warni berbentuk 7 kelopak bunga raksasa yang berada tepat di tengah kota cukup meyakinkan Amaryllis bahwa dirinya memang sedang berada di Centrus.
Samuel yang sedang fokus mengemudi sedikit memperhatikan ekspresi Amaryllis yang takjub. "Apakah lampu-lampu itu mengagumkan?" tanyanya dengan nada bercanda.
Gadis itu mengangguk cepat. "Cukup mengagumkan!"
"Kau masih harus menyimpan rasa kagummu itu. Karena masih ada banyak hal mengagumkan lainnya selain lampu," ujar Samuel.
Ibu kota Centrus. Terkadang masyarakat juga menyebutnya sebagai 'Cahaya dari tengah' karena letaknya yang berada tepat di tengah Noffram. Salah satu kota terbesar dan tercanggih yang ada di negara mereka.
"Mulai hari ini semua kebutuhanmu akan aku tanggung, asalkan kau menuruti perkataanku. Kau bisa menganggap ini sebagai sewa sementara karena kau belum mempunyai uang. Tapi aku juga tidak akan menuntutmu untuk mengembalikan semua yang telah aku berikan," jelas Samuel.
"Tapi, saya ...."
"Dan berhentilah menggunakan bahasa formal itu. Aku tidak setua itu dan kita akan sering bertemu. Jadi gunakan saja bahasa yang lebih santai," tegur Samuel lagi.
"Baiklah, sa ... aku mengerti," jawab Amaryllis berdeham.
"Aku akan mengembalikannya nanti kalau aku sudah mempunyai cukup uang," sambung Amaryllis yang membuat Samuel sedikit melirik ke arahnya dan menyunggingkan senyuman tipis.
"Baiklah. Kapan pun kau mau mengembalikannya, aku tidak akan menagihnya," jawabnya.
"Tapi sekarang kita mau ke mana?" tanya Amaryllis yang tidak tahu arah.
"Kita akan menemui temanku dulu. Kau harus memperbaiki gaya berpakaianmu sebelum menemui banyak orang. Oh ya! kenapa kau memutuskan untuk menerima tawaranku?" tanya Samuel yang tergelitik dengan rasa ingin tahunya.
Amaryllis sepertinya adalah tipe orang yang tidak mudah untuk membuat keputusan dalam waktu singkat. Buktinya gadis itu membutuhkan waktu hampir seminggu untuk memutuskannya.
"Itu ... ada beberapa hal yang tidak bisa aku katakan," jawab Amaryllis.
Samuel mendesah. "Baiklah kalau begitu. aku tidak akan bertanya lebih jauh mengenai alasanmu."
"Tapi aku ingin bertanya padamu, sejauh mana kau tahu tentang Venturion?" tanya Samuel.
Amaryllis terdiam sejenak. Karena letak Thon yang terpencil dari pusat perkotaan. Mereka tidak mendapatkan informasi yang terkini mengenai Venturion. Dia tidak tahu dengan jelas bagaimana permainan itu berjalan, bagaimana aturan, dan juga penilaiannya. Dia tidak punya petunjuk untuk menjawab pertanyaan Samuel.
"Itu permainan ...." Jeda panjang yang diberikan oleh Amaryllis membuat Samuel tersenyum miring.
"Kau bahkan datang kemari dengan pengetahuan yang minim," ujar Samuel.
Sebenarnya gadis ini terlalu lugu atau naif? Samuel bahkan tidak tahu julukan mana yang pantas ia sandangkan kepadanya.
Mereka kemudian berhenti tepat di depan sebuah butik besar. Bangunan estetis yang dihiasi oleh kristal itu membiaskan cahaya yang menerpa permukaannya. Samuel lantas mengajak Amaryllis untuk masuk ke dalam sana.
Amaryllis mengedarkan pandangannya. Dia terpukau dengan beberapa pakaian mode terbaru yang baru pertama kali ia lihat. Pakaian-pakaian itu mungkin berada di daftar teratas barang eksklusif edisi terbatas saat ini.
Dari kejauhan, seorang wanita berambut panjang berwarna perak yang melihat kedatangan mereka langsung menghampiri tamunya dengan wajah ceria. Gaun bermotif sederhana yang tengah wanita itu kenakan menonjolkan auranya. Riasan mata yang tajam menampilkan sisi wajahnya yang menawan.
"Oh, Samuel sayangku! Sudah lama kita tidak berjumpa!" sapa wanita itu sembari merentangkan tangannya untuk memeluknya.
"Apa kabar Lucia," jawab Samuel yang membalas pelukannya.
Wanita bernama Lucia itu tampak terkejut ketika melihat ada seorang gadis yang berdiri di belakang Samuel. "Oh my! Siapa gadis cantik ini! Siapa namamu Sayang?" tanyanya antusias seraya menghampiri Amaryllis.
"Amaryllis Heath," jawab Amaryllis dengan sedikit tersenyum kaku.
"Amaryllis, nama yang cantik. Perkenalkan, aku Lucia Baneffe. Panggil saja Lucia, senang bertemu denganmu!" seru Lucia yang kemudian memeluk dan mencium pipi Amaryllis sebentar yang berhasil membuat gadis itu sedikit tersentak.
"Sepertinya kau butuh sentuhan ajaibku ya? Bukannya itu alasanmu kemari, Sam?" tanya Lucia setelah dia meneliti penampilan Amaryllis dengan saksama.
Amaryllis memakai celana panjang dengan blouse warna biru muda. Dia juga menenteng sebuah tas cokelat. Rambut brunettenya yang terikat tinggi memberinya kesan minimalis yang manis. Namun, ternyata gaya pakaiannya yang hambar sangat jauh tertinggal dari mode Centrus saat ini.
"Kau membaca pikiranku dengan cepat," jawab Samuel.
"Okay! Serahkan saja padaku!"
"Amaryllis, menurutlah pada Lucia. Dia akan membantumu berpakaian dengan baik. Pilihlah sesukamu, aku akan menunggu di sini," ujar Samuel kepada gadis itu seraya duduk di salah satu sofa panjang.
Sementara Amaryllis masih menautkan kedua alisnya karena terlalu banyak hal yang harus ia cerna sekaligus.
"Baik Sayang! Aku akan membuatmu menjadi sangat menawan!" seru Lucia yang lantas menarik lengan Amaryllis.
"Santai saja. Kau ingin gaya yang seperti apa?" tanya Lucia saat mereka sudah dihadapkan dengan berbagai jenis bentuk busana. Amaryllis memandangi sekitarnya. Apakah dia bisa memakai mereka? Seumur hidupnya baru kali ini dia melihat pakaian cantik dari jarak sedekat ini.
"Aku tidak terlalu paham mengenai mode," jawab Amaryllis yang membuat Lucia memegang dagunya.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kau mencoba koleksi musim panasku? Sepertinya itu akan cocok denganmu," ujar Lucia yang kemudian mengambil beberapa busananya.
Amaryllis yang berdiri tidak jauh dari wanita itu sedikit mengangguk pelan.
"Ngomong-ngomong kau dari mana, Amaryllis? Aku penasaran bagaimana kau bisa bertemu dengan Samuel," tanya Lucia sembari memilah-milah pakaian mana yang sekiranya cocok untuk dikenakan oleh Amaryllis.
"Aku dari Wanner, kami hanya kebetulan bertemu," jawab Amaryllis yang membuat Lucia mengangkat sebelah alisnya.
"Benarkah?"
"Menarik," gumam Lucia kemudian.
Tangan lembut Lucia mengambil salah satu gaun pendek berwarna cerah dari salah satu lemari koleksinya. "Cobalah ini!"
"Ah iya," ujar Amaryllis seraya menerima gaun yang Lucia ulurkan.
"Ellen!" panggil Lucia kepada asistennya.
"Iya, Ma'am?" tanya gadis bersurai hitam yang dikuncir kuda itu.
"Bantu nona cantik ini untuk berpakaian dan berdandan, ya!" ujar Lucia tersenyum dengan mengedipkan sebelah matanya.
Setelah beberapa lama menunggu akhirnya Lucia keluar terlebih dahulu untuk menghampiri Samuel. Laki-laki itu menopang kepalanya dengan sebelah tangannya di lengan sofa. Ia sudah terpejam selama beberapa menit karena merasakan kepalanya yang masih berdenyut.
"Apa semalam kau mabuk?" tanya Lucia yang baru saja datang.
"Hmm. Bagaimana? Apa sudah selesai? Aku harus segera membawanya ke Cascallustre," ujar Samuel yang sudah membuka matanya.
Laki-laki itu harus segera membawa Amaryllis ke Cascallustre untuk mendaftarkannya masuk ke Red Thunder. Meskipun nanti keputusannya ada di tangan dewan, tetapi Samuel pasti akan melakukan segala cara agar gadis itu berhasil masuk ke unionnya.
"Tinggal menunggu sebentar saja, kau pasti akan pangling melihatnya," ujar Lucia.
"Dia dari Wanner kan?"
"Lebih tepatnya dari Thon," koreksi Samuel.
"Wow! Bagaimana kau bisa menemukannya? Aku tidak menyangka daerah pelosok itu memiliki mutiara tersembunyi," tanya Lucia penasaran.
"Aku hanya menemukannya secara kebetulan."
"Haha, kau bercanda? Matamu memang jeli, Sam," ujar Lucia terkikih keras.
"Apa yang sudah kalian bicarakan?" tanya Samuel dengan alis yang terangkat sebelah.
"Hanya percakapan kecil, tenang saja aku tidak tanya yang aneh-aneh kok," jawab Lucia yang menutupi mulutnya dengan jari-jari lentiknya.
"Ngomong-omong, aku punya sebuah penawaran khusus untukmu," ujar Lucia yang membuat laki-laki itu penasaran.
"Apa itu?"
"Gadis itu langsung memenangkan perhatianku," ungkap Lucia dengan semangat yang menggebu-gebu
"Sepertinya aku akan mengajukan diri untuk menjadi tim Red Thunder saat Zavesys. Bagaimana? Kau pasti akan mengajukannya untuk babak itu, kan?" tawar Lucia dengan senyuman miring yang belum mendapat jawaban dari Samuel.
Laki-laki itu sedikit terkejut dengan tawaran Lucia. Zavesys adalah salah satu bagian dari Venturion, yang menjadi babak awal untuk mendapatkan sponsor sebanyak-banyaknya. Dia hanya tidak menyangka kalau Lucia akan menawarkan dirinya secara sukarela setelah melihat Amaryllis. Dia sendiri bahkan belum memikirkannya sampai ke sana.
"Penawaranku tidak akan datang dua kali. Aku masih bisa bergabung dengan tim lain jika aku mau, seperti Eagle Eye misalnya?" goda Lucia yang kemudian terkikih.
"Kau gila?" dengus Samuel.
Lucia adalah salah satu artis dan perancangan teratas di Centrus. Lucia terkenal sulit untuk direkrut menjadi tim Zavesys. Oleh karena itu, tawaran ini terdengar menggiurkan bagi Samuel.
Walaupun dia dan Lucia berteman baik, tetapi wanita itu sangat ambisius untuk mendapatkan popularitas. Dia tidak akan berpikir dua kali jika harus mengambil jalan yang bersebrangan dengan Samuel. Jika Lucia sampai bergabung dengan Eagle Eye maka sudah bisa dipastikan kalau Callana Starr yang akan memenangkan Zavesys lagi tahun ini.
Samuel mengusap wajahnya kasar. "Baiklah. Aku akan memberi tahumu keputusanku setelah aku melihat hasilnya," putusnya.
Wajah Lucia berbinar. "Oke! Kau tidak akan menyesal! Aku akan membuat gadis itu menjadi nomor 1 tahun ini!"
Lucia biasanya tidak akan menawarkan dirinya terlebih dahulu. Dia lebih senang membuat orang memohon hingga mengemis di hadapannya agar dia mau masuk ke dalam tim mereka. Tak jarang juga mereka sampai mengiriminya berbagai macam hadiah mewah sebagai bentuk suapan.
Sebuah langkah terdengar mendekati mereka, gaun pendek off-shoulder berwarna jingga dengan corak putih itu tampak sangat pas di tubuh Amaryllis. Rambutnya yang tergerai, ditambah dengan riasan yang natural itu membuatnya tampak begitu anggun di musim panas kali ini. Sementara itu, Samuel yang melihatnya masih terpaku pada tempatnya tanpa satu patah kata pun.
"Sempurna! Kau sudah membangkitkan jiwaku, Amaryllis!" ujar Lucia yang kemudian memegang pundak gadis itu. "Cantik sekali!"
"Terima kasih, Lucia," jawab Amaryllis dengan tersenyum lembut.
Jujur saja gadis itu merasa sedikit kurang percaya diri pada awalnya, tetapi Lucia berhasil membuatnya cukup nyaman.
"Jadi bagaimana, Sam?" tanya Lucia yang menyadarkan laki-laki itu.
Samuel tidak bisa menyangkalnya. Gadis itu memang tampak cantik di matanya sekarang. Amaryllis memang sudah memiliki wajah yang menarik dengan pakaian biasa, tetapi dengan gaun dan riasan yang ia kenakan sekarang justru membuatnya tambah berkilau.
Samuel sedikit berdehem. "Baiklah, aku menerima tawaranmu."
Lucia yang mendengarnya tampak meloncat kegirangan. Wanita itu seperti baru saja tertimpa ribuan keberuntungan. "Okay. Aku tidak akan mengecewakanmu!"
"Dan juga kirim semua koleksi terbarumu ke tempatku. Berikan saja tagihannya nanti. Aku harus segera pergi ke Cascallustre sekarang," ujar Samuel seraya berdiri.
"Baiklah. Tenang saja aku pasti akan mengirimkan yang terbaik," jawab Lucia dengan wajah yang cerah.
"Ayo, Amaryllis kita pergi," ajak Samuel yang berjalan pergi terlebih dahulu.
"Lucia, aku harus pergi dulu," pamit Amaryllis.
"Sampai berjumpa lagi ya, Amaryllis," ujar Lucia sambil melambaikan tangannya.
✬✬✬
✬Terminologi:
Zavesys: Salah satu babak yang ada di Venturion. Sebuah babak yang menilai penampilan dan pesona yang memungkinkan para pemain untuk meraih sponsor sebanyak-banyaknya. Sebuah union akan mengirimkan dua anggotanya untuk ikut serta ke dalam Zavesys, dan babak ini merupakan babak individual yang akan sangat menguntungkan bagi union pemenangnya. Sponsor yang mereka raih dapat membantu mereka untuk bermain di babak lainnya.
✬Holla guys... Stay healthy di rumah yaa. Jangan lupa untuk voment di bawah ya... SEE YOU ~ ❤
2021 © Anna Utara
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top