BAB 5: Program Dream

|Word: 2623|
|Sekali lagi Orca ingatkan untuk vomment ya, guys. Aman gak bakal meledak kok. *Duarrr!*|

Aku sungguh tidak bisa menahan rasa keingintahuanku, setelah mendengar percakapan Keranu dengan orang bernama Din. Bu Desi, Kadisdikbud, dan gaji buta, aku memikirkan sosok Keranu itu adalah agen yang menyamar sebagai siswa. Rasanya agak tidak mungkin jika pihak BIN merekrut anak sekolahan sebagai agen, terlebih lagi mereka masih dibawah umur.

Tidak perlu basa-basi, seusai pulang sekolah aku langsung mengunci diri di dalam kamar untuk mulai mencari informasi. Tetapi sebelum itu, aku meminta ijin pada Diana terlebih dahulu untuk menggunakan salah satu kamar dan PC-nya seharian. Dan tentu saja, gadis itu hanya mengiyakan tanpa berpikir panjang. Bahkan ia juga menyuruhku menganggap rumahnya sebagai rumahku juga. Astaga Naraya, apa yang telah kau lakukan hingga gadis ini hingga begitu bucin padamu?

Seharian itu kuhabiskan waktu untuk menatap monitor PC yang menunjukkan layar dashboard python. Segala macam kode kuketik untuk menembus website-website yang berkaitan dengan BIN dan Kemendikbud. Firewall, demi firewall kulumpuhkan demi informasi tentang dunia ini. Menyadap atau memasuki sistem website itu sangatlah mudah, namun yang sulit adalah menyamarkan identitas dan lokasi. Aku sampai harus membuat email dengan identitas lain serta mengaktifkan VPN agar tidak terlacak. Ya, ya aku tahu yang kulakukan ini licik, tetapi mau bagaimana lagi?

Langit mulai menggelap saat aku berhasil menemukan jawaban atas keingintahuanku. Ada empat berkas yang kudapatkan. Tiga dari Kemendikbud, sementara satu berkas dari BIN.

Kuarahkan kursor ke berkas yang berasal dari BIN lalu meng-klik dua kali. Berkas itu terbuka, menampilkan kop surat dengan logo BIN tepat dibawah kop itu diikuti dengan pesan pembuka yang menyatakan bahwa surat itu hanya milik BIN dan tidak boleh dibuka selain pembuat ataupun penerima. Oh, sayangku, aku sudah terlanjur membukanya, xixixixi.

Berkas itu merupakan ijin pembentukan program khusus bernama Dream. Dream dibentuk untuk mencari bibit-bibit unggul yang ada di penjuru Indonesia dan telah berjalan sejak dua tahun yang lalu. Program ini dilancarkan secara senyap dan bekerja sama dengan banyak sekolah, termasuk SMA Paramitha.

Tugas mereka sebenarnya tidak terlalu berat. Siswa atau siswi yang terpilih mengikuti program ini hanya ditugaskan untuk mendata hal-hal ganjil yang terjadi di sekolah mereka dan melaporkannya ke dinas terkait. Entah itu kasus penggelapan dana bantuan untuk siswa miskin, pungli, murid bermasalah yang sering terlibat tawuran mau pun kecenderungan terhadap narkotika, dan adanya koersi yang dialami murid karena tekanan pengajar atau staff sekolah. Istilahnya agen lepas.

Setelah lulus dari sekolah pun, mereka yang terpilih dibolehkan untuk tetap berkarir di dunia intelijen atau lepas dari program tersebut. Yang tetap ingin berkarir biasanya akan diarahkan untuk mengikuti seleksi STIN atau langsung mendaftar sebagai CPNS BIN. Sementara yang ingin lepas dari program harus menandatangani segudang berkas diatas materai, yang menerangkan segala kegiatan Dream tidak boleh dibocorkan karena termasuk rahasia negara atau akan dijatuhi hukuman kurungan.

Sebelum menjalankan tugas, mereka yang terpilih akan dikirim ke Sumurbatu selama sebulan. Disana mereka akan dilatih serta dibekali dengan pemahaman intelijen. Aku rasa pelatihan mereka tidak akan sekeras ketika pelatihanku dulu. Mengingat mereka hanya anak-anak baru puber, pastilah pelatihannya hanya sekelas pelatihan paskibraka.

Usai membaca berkas itu aku langsung mengeluarkannya dan beralih ke berkas lain. Tiga berkas dari Kemendikbud pastilah berisi data anak-anak yang mengikuti program ini. Dan benar saja, ketika dibuka langsung terpampang biodata anak-anak yang terpilih untuk mengikuti program. Di berkas itu berisi 54 biodata siswa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Hanya saja, aku tidak menemukan nama Keranu di berkas ini, yang kutemukan malah nama dua orang alumni SMA Paramitha.

Di berkas kedua lah baru aku menemukan nama Keranu. Keranu Narendra direkrut dalam program Dream tahun lalu. Ia direkrut karena berhasil menjuarai SEA Games tahun lalu dicabang olahraga karate. Ditambah bocah itu juga masuk lima besar peringkat paralel di Paramitha. Peringkat paralel itu sama dengan juara umum. Bedanya jika juara umum hanya diumumkan dari peringkat 1-3, maka peringkat paralel diumumkan berdasarkan berapa banyak siswa setiap angkatan.

Keranu menempati posisi pertama peringkat paralel angkatan kami, karena itulah mengapa ia direkrut sebagai anggota Dream. Agak menyedihkan ketika melihat nilai Naraya yang hanya mendapatkan posisi di 101 diantara 235 siswa, bahkan Felicia yang rada-rada sinting itu berada diatas Naraya.

Ketiga berkas itu telah kuperiksa, hanya enam orang yang kudapati berasal dari SMA Paramitha. Dua orang alumni, dua siswa kelas 12 yang tidak terlalu kukenal, Keranu, dan seorang adik kelas yang cukup populer di sekolah. Yang satu angkatan denganku hanya Keranu seorang, padahal Diana menempati peringkat dua paralel tahun lalu. Apakah dia tidak direkrut juga?

Yang ditelepon Keranu kemarin kupastikan bukanlah Diana. Di berkas itu ada seseorang bernama Dinda yang tinggal satu komplek asrama dengan Keranu. Kemungkinan besar gadis itulah yang kemarin berbincang-bincang dengan Keranu di-rooftop. Jadi bisa kupastikan Diana tidak ikut serta dengan program ini.

Apa mungkin dia pernah mendapat "undangan" tetapi menolak untuk bergabung? Mungkin saja, aku akan menanyakannya nanti.

Kutarik tanganku keatas dengan niat meregangkan tubuh. Bunyi "krek" terdengar tatkala aku memutar pinggang ke kanan dan ke kiri. Lega rasanya setelah meregangkan tubuh sehabis duduk berjam-jam. Aku memang agak adiktif dengan komputer atau teknologi. Kadang aku berniat mencari data penting, biasanya malah meleng ke hal lain. Selama mencari empat berkas tadi, aku berkali-kali bolak-balik meretas website lain lalu kembali lagi ke website sebelumnya. Ya, aku agak mudah terdistraksi ketika menemukan hal unik.

Aku menangkup kepalaku sambil menunduk dalam. Sudah kutemukan program ini, lalu apa yang harus kulakukan selanjutnya? Kulihat dari biodata para siswa itu, mereka direkrut karena menempati juara umum 1-3 atau memiliki prestasi yang telah mencapai taraf internasional. Sedangkan apa bekalku untuk masuk?

Naraya hanya menempati posisi 101 di peringkat paralel. Dia pastinya tidak punya prestasi apapun karena terlalu sering ngelendot dengan Michaelangelo. Sekali lagi, rasanya menyedihkan ketika tahu Felicia punya beberapa prestasi di bidang debat tetapi masih kalah dengan upik abu satu ini. Jangan tanya mengapa aku begitu tahu karakter Felicia, aku sudah bilang dia merupakan karakter ikonik yang tidak bisa kulupakan, bukan?

Aku suka karakter macam Felicia ini, pintar-aku enggan menyebut dia cerdas, karena dia masih tergolong biasa saja di mataku. Grammar-nya kemarin saja masih acakadut, bagaimana mungkin aku bisa menyebutnya cerdas-namun gila. Sayangnya, ia malah diletakkan sebagai antagonis bodoh karena cinta. Padahal jika karakter Felicia ini dikembangkan, mungkin dapat meng-highlight cerita menjadi lebih menarik. Kapan lagi di cerita transmigrasi ada antagonis yang lebih cerdas daripada protagonis-nya.

Kembali lagi ke topik sebelumnya. Aku tidak mungkin menempati peringkat paralel, setidaknya 20 besar. Kulihat-lihat isi buku gadis ini pun nilainya pas-pas KKM, jarang mencatat bahkan buku catatannya nyaris kosong. Haahh ..., mau jadi apa sebenarnya anak ini?

Mau memperbaiki nilai pun pasti sudah telat karena seminggu lagi sudah ujian akhir semester. Belum lagi, seluruh anak kelas 10 dan 11 diliburkan karena diselenggarakan PSSP bagi murid kelas 12 untuk menentukan kelulusan mereka. Berarti aku harus berusaha keras di kelas 12 nanti, semoga saja mereka masih merekrut anggota.

Kalau begitu, selama menunggu tahun depan, aku harus mengirim sinyal keberadaanku. Sinyal yang kumaksud adalah menunjukkan keberadaanku secara bertahap, entah itu dengan mengirim pesan, mengintai, atau meretas website-website kementerian. Intinya, aku harus menunjukkan keberadaanku ke orang-orang perekrut ini. Sebenarnya hal ini cukup beresiko, bisa saja aku dikira tengah mengirimkan teror dan berakhir dibui. Tapi tenang saja, aku akan melangkah dengan lebih hati-hati.

Ah, bukan 'kah mereka akan ke rumah Kadisdikbud malam ini?

Kulihat jam yang menggantung didinding kamar. Waktu menunjukkan pukul enam sore lewat lima belas menit. Masih sore, masih ada waktu untuk memata-matai mereka. Anggap saja ini misi pertamaku untuk bergabung dengan Dream.

Suara ketukan pintu membuyarkan rencanaku. "Ray, makan yuk, disuruh Papa," sahut Diana dari balik pintu.

Sebagai orang yang hanya menumpang tidur disini, aku hanya bisa mengiyakan. Buru-buru aku mandi dan mengganti baju yang lebih pantas. Hanya butuh enam menit bagiku untuk berganti mandi dan berganti pakaian. Setelah usai mematut diri didepan cermin, aku langsung menyusul ke ruang makan.

Suara denting peralatan makan mengiringi makan malam keluarga Diana. Aku duduk diantara Diana dan seorang wanita paruh baya berhijab dan mengenakan daster merah bercorak bunga-bunga yang merupakan ibu Diana, bernama Oktavia Ardiningrum. Bu Okta-panggilanku kepadanya-adalah seorang analis di rumah sakit militer yang ada di Bandung. Ia telah berkecimpung di dunia kesehatan selama kurang lebih 10 tahun dan sudah sering dikirim ke WHO untuk mewakili Indonesia dalam berbagai pertemuan. Sementara pria yang duduk didepanku ini adalah ayah Diana, seorang pria yang cukup tambun namun memiliki wajah yang ramah.

Handoko Srimulyo menjabat sebagai bupati di Bogor selama empat tahun terakhir. Sebelumnya ia menjabat sebagai kadisnaker di Bandung sebelum akhirnya dipindahkan ke Bogor. Terlepas dari posisinya sebagai bupati, Pak Handoko sama sekali tidak masalah mengenakan kaus singlet berwarna putih yang dipadukan dengan sarung kotak-kotak hitam sebagai bawahan.

Jangan tanya seberapa besar rumah mereka, aku bahkan sempat mengira ini adalah istana merdeka saking besarnya. Sebagai putri bungsu bupati, Diana tentu saja menunjukkan gerak-gerik seorang nona muda dari keluarga bangsawan. Bak seorang bangsawan kelas atas, Diana selalu bergerak dengan elegan dan tertata. Sangat mengherankan mengapa ia mau berteman dengan Naraya, bahkan menganggap gadis lusuh ini sebagai sahabatnya. Jika aku jadi dia, mungkin aku lebih memilih mencari relasi dan fokus mengejar karir daripada menolong anak bermasalah yang hanya menjadikan seorang pria sebagai pusat kehidupan.

Ah, aku menyebut dia putri bungsu karena Diana memiliki seorang kakak laki-laki bernama Angkasa Hadimulyo. Usia mereka terpaut lima tahun. Setahuku kakak laki-laki Diana sekarang tengah menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Udara. Mengingat ia sudah tingkat akhir berarti pangkatnya sekarang adalah sermatutar.

"Saya dengar kamu mengunci diri di dalam kamar seharian." Aku menghentikan kegiatan makan lalu memandang Pak Handoko yang kini tengah menunjukkan senyum ramah padaku. "Apa anaknya Pak Pram mengganggumu lagi, Nara?"

Prambudi Adhitama adalah ayahnya Michaelangelo. Seorang pengusaha sukses yang memiliki ratusan perusahaan yang tersebar di penjuru Asia Tenggara, dan sebagian Asia Selatan. Bukan hanya pengusaha, Prambudi juga seorang elitis politik yang menduduki salah satu kursi parlemen di gedung DPR Pusat. Jadi tidak heran mengapa Michaelangelo seenak jidatnya memperlakukan orang-orang seperti pembantu, karena bocah itu merasa memiliki kekuasaan setara seorang presiden. Aku sungguh menunggu ayahnya mengalami kebangkrutan agar bisa menertawai wajah bocah itu sesuka hati.

Aku menggeleng pelan sambil menunjukkan senyum kecil. "Tidak ada masalah, Pak. Saya hanya mencari informasi."

"Informasi?" sahut Diana penasaran sambil mengenggam potongan paha ayam yang hendak ia gigit. Aku nyaris menyemburkan tawa saat tangan gadis itu dipukul oleh Bu Okta karena dianggap tidak etis.

Aku memotong daging ayam diatas piring lalu memakannya dengan khidmat. "Ya, informasi sekolah kedinasan gitu, Di. Dicari tahu dari sekarang biar gak keteteran sehabis lulus nanti."

Diana menganggukkan kepala paham. Ia kembali menggigit paha ayam itu dengan beringas. Ah, aku rasa dia tidak se-elegan yang kukira.

"Jadi, target kamu mau masuk kemana nanti?" Kali ini Bu Okta yang bertanya. Wanita itu menunjukkan senyuman ramah yang menyebabkan kerutan-kerutan di sekitar mata tertarik, membuatnya terlihat dua kali lebih muda dari usia asli.

Perawakan Bu Okta membuatku merindukan ibuku di dunia sebelumnya. Sontak aku tersedak ketika tak sengaja mengingat kebersamaanku bersama ibuku di dunia yang sebelumnya. Ibuku adalah wanita ramah dan humoris. Walaupun sedikit galak dan mudah emosian, aku tahu didalam lubuk hatinya ia menyayangi semua anak-anaknya. Aku bahkan menitikkan air mata saat skenario palsu tentang bagaimana reaksi ibu ketika menerima jasadku muncul di kepala.

Namun penghuni meja ini mengira aku menangis karena tersedak potongan wortel dari sayur lodeh yang kumakan. Diana menepuk-nepuk punggungku keras seperti tengah memukul kasur yang dipenuhi debu. Tingkah Diana itu dihadiahi omelan panjang dari Bu Okta yang kini tengah menyodorkan segelas air putih.

Setelah keadaanku mulai tenang usai meminum segelas air putih yang disodorkan, Bu Okta langsung menyampaikan permintaan maafnya. "Maaf, ya, Raya. Tante gak bermaksud bikin kamu kaget, tante cuman mau tahu tujuanmu untuk kedepannya mau seperti apa. Ayahnya Diana memiliki banyak kenalan di setiap sekolah kedinasan yang ada di daerah sini, belum lagi ada Akang Angkasa di AAU. Barangkali kamu memang berminat masuk sekolah kedinasan, kami bisa mengenalkanmu kepada orang yang berasal dari sekolah kedinasan incaranmu."

Aku hanya menunjukkan senyum kecil, memaklumi penjelasan Bu Okta. Oh, astaga, sudah kuduga mereka akan menawariku sogokan orang dalam. Cepat masuknya memang, tetapi rasanya tidak adil bagi mereka yang sudah berusaha selama bertahun-tahun harus kalah dengan pengguna orang dalam. Ketika masuk STIN dulu aku tidak menggunakan orang dalam walaupun ada anggota keluarga yang lulusan sana, aku tetap tidak menggunakannya.

Pertama, menggunakan orang dalam untuk mendapatkan pekerjaan itu tidak manusiawi, jatuhnya malah menyulitkan orang lain. Kedua, pendapatan yang diterima menjadi tidak berkah karena memotong jalan orang lain. Lalu ketiga, buang-buang waktu, tenaga, dan uang. Calo-calo yang mengatasnamakan mereka adalah orang dalam dari instansi terkait pun terkadang belum tentu benar. Kebanyakan hanyalah seorang penipu ulung yang mencuri uang dari orang-orang yang ingin pekerjaan instan. Perilaku macam ini harus segera dimusnahkan.

Karena tak enak hati untuk menyanggah, aku hanya bisa mengiyakan. "Iya, tante."

Usai makan malam aku meminta ijin pada Pak Handoko untuk keluar sebentar dan meminjam salah satu motor mereka. Ada banyak pertimbangan yang kurasakan ketika hendak meminta ijin. Aku takut dikira tidak tahu diri karena sudah menumpang tidur dan makan, kini malah meminjam motor untuk pergi ke tempat yang tidak jelas. Selain itu, aku juga takut mereka akan mengiraku ingin membawa kabur salah satu harta mereka. Namun reaksi yang Pak Handoko tunjukkan justru berbanding terbalik dengan espektasiku.

"Oh, boleh-boleh, asalkan pulang jangan lewat dari jam 10 malam." Pak Handoko berujar dengan senyuman ramah diwajahnya. "Mau ajak Diana juga?" tawarnya lagi.

Respons Pak Handoko tentu saja hampir membuat rahangku jatuh keatas tanah. Mereka ini sungguh ...- aku tidak tahu harus mengatakan apa. Mereka benar-benar tidak mencurigai keberadaan Naraya yang notebene-nya seorang gadis miskin yang memerlukan uang. Entah apa yang diceritakan Diana tentang Naraya kepada kedua orang tuanya, yang pasti pasangan penuh prestasi gemilang itu benar-benar percaya dengan sosok Naraya.

Tawaran terakhir Pak Handoko tentu saja kutolak dengan halus. Kegiatan malam ini akan menjadi misi spionase pertamaku, jadi mana mungkin aku mengajak orang lain yang tidak memiliki basis intelijen. Namun, ada kemungkinan dimana Diana mendapatkan undangan dari Dream, tetapi jika dia menolaknya sama saja bohong, toh.

Sampai di garasi yang berukuran dua kali lebih besar dari rumah lamaku, mataku disuguhi dengan berbagai macam kendaraan yang bertengger didalam sana. Ada lima macam mobil yang terdiri dari Pajero, SUV, Mercedez-Benz, Alphard, hingga Porsche Boxster yang terparkir berbaris didepan pintu garasi. Sementara dibelakang mobil barulah terlihat beberapa jenis motor mulai dari motor gigi hingga matic. Ada sekitar delapan motor yang terpakir dibelakang sana. Dan tentu saja terdiri dari berbagai jenis motor. Mulai dari Honda Beat hingga Harley Davidson. Itu baru mobil dan motor belum berbagai jenis sepeda yang berbaris dengan berbagai merk terkenal seharga puluhan juta.

Damn ..., gaji bupati itu berapa sih?

Bukan berarti aku menuduh Pak Handoko melakukan tindakan korupsi. Tidak, sama sekali tidak, hanya saja ... aku sedang tercengang. Tetapi setelah melihat jam terbangnya di dunia politik, belum lagi pengalaman Bu Okta yang tergolong sesepuh. Serta uang dari penjualan rumah makan mereka yang saat ini tengah naik daun karena menjual makanan-makanan khas Asia Timur. Aku paham mengapa pemasukan mereka begitu besar.

Aku kemari hanya untuk meminjam motor, tetapi entah mengapa malah mendapat serangan mental seperti ini. Pak Handoko datang sambil membawa beberapa jenis kunci motor yang dijadikan satu menggunakan tali rapia. "Mau pakai yang mana, Ra?"

Oh, aku diperbolehkan memilih? Kalau begitu ... karena aku sedang dalam misi senyap lebih baik untuk tidak terlihat mencolok. Ada dua Honda Beat disana, satu berwarna merah, yang satunya lagi berwarna putih. Aku menunjuk Beat putih menggunakan jempol tangan sesuai dengan adab kesopanan. "Yang itu aja, Pak."

"Waduh!" Aku berjengit kaget mendengar suara kencang Pak Handoko. "Yang itu jarang saya pakai Ra, mau dipanasin dulu kalau mau dipakai."

Jadi, bagaimana?

"Pakai yang Aerox atau Nmax aja, dua itu yang paling sering saya gunakan." Yeeuu, kalau gitu kenapa aku disuruh memilih tadi.

"Ya, udah, Pak. Saya pakai yang Nmax aja."

Apa kabar kalean semua? Baik? Baik lah ya pasti. Jadi so far, apa menurut kalian tentang novel ini?

Baik? Buruk? Atau ada baik, ada buruk?

Next chap kita mulai stalking-stalking orang.

Oh iya, Orca ingatkan lagi. Bagi kalian yang bingung dengan singkatan-singkatan yang ada di novel ini, bisa langsung ditanyakan di kolom komentar. Gak sempet bikin daftar pustaka soalnya.

So, bye bye!

Selasa, 1 Agustus 2023

Orca_Cancii🐳

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top