🌸 | Pusat Fokus
Osamu berjalan ke perpustakaan, disuruh oleh Shinsuke untuk belajar. Mengingat lusa akan ada kuis. Mungkin jika bukan karena itu, Osamu tidak akan pernah mau menginjakkan kaki ke perpustakaan.
Permuda berambut kelabu itu tidak mengajak kembarannya, Atsumu, karena ia sedang tidak mau berdekatan dulu dengan duplikatnya itu. Osamu masih ngambek, puding yang tinggal satu-satu ia sisakan malah dihabiskan Atsumu.
Mau mengajak Rintarou pun, pemuda sipit itu hilang entah kemana. Paling-paling kalau tidak sedang tidur, maka tidak lain mengganggu Atsumu. Paling parahnya sedang cari bahan gosipan baru.
“Seharusnya aku langsung ajak saja Kita-san tadi. Nanti bisa cari bukunya bersama. Mana aku kurang mengerti lagi dengan materinya,” gumam Osamu seraya mencari buku yang dibutuhkannya.
Deretan buku pelajaran sejarah menjadi incaran Osamu. Jika saja bukan disuruh seniornya, Osamu sangat ogah untuk membaca buku histori itu. Isinya selalu berhasil membuat ia mengantuk.
Osamu setelah mendapat buku yang dicarinya, lalu mengedarkan pandangan, melihat apakah ada tempat kosong untuk ia duduk. Sayangnya, semua tempat sudah penuh. Kecuali satu tempat, letaknya dekat jendela dan hanya ada seorang gadis yang terfokus pada bukunya.
“Boleh aku duduk di sini?” tanya Osamu seraya meletakkan alat tulis dan buku bacaannya di bagian meja yang kosong.
Entah karena suara Osamu yang terbilang kecil, atau memang gadis itu yang hanya fokus pada buku, kalimat permisi Osamu tidak diindahkan oleh sang gadis.
Osamu menggangkat pundaknya tak acuh dan duduk di samping sang gadis. Dia sudah bilang permisi, tapi tidak ada respons dari gadis itu. Toh, ini juga perpustakaan sekolah. Siapa saja boleh duduk di mana ia mau selama mematuhi tata tertib di perpustakaan.
***
Lama Osamu mencoba memasukkan setiap perkalimat ke dalam otak, tapi tidak kunjung satu kata pun terserap di pikirannya. Ditambah perutnya juga minta diisi.
Melirik ke arah samping, si gadis tidak berkutip sama sekali. Osamu perhatikan raut wajah sang gadis, cukup lama dia tersenyum, tetapi beberapa detik kemudian ada air mata yang keluar.
“H-hei, kau kenapa?” tanya Osamu panik.
Gadis itu menoleh pada Osamu dan berkedip. “Ivy tidak diakui penduduk desa. Padahal dialah yang sudah menyelamatkan mereka dari serangan naga mengamuk,” ujarnya dengan polos. Mengangkat buku yang dari tadi ia baca ke depan wajah Osamu. “Dasar tidak tahu rasa terima kasih. Sudah ditolong bukannya berterima kasih, tapi Ivy diusir dari desa dan dianggap monster.”
“Jadi kau menangis hanya gara-gara ... novel?”
Astaga, ada juga manusia tipe bawa perasaan begini. Bahkan Atsumu yang ekspresif pun saat membaca tidaklah sampai menangis. Palingan kembaran Osamu itu hanya senyum-senyum tidak jelas.
“Kau juga!” Telunjuk sang gadis menunjuk langsung dahi Osamu. “Tidak mengerti bagaimana rasanya hanyut dalam bacaan. Dasar tidak punya hati.”
Kok jadi salahkan Osamu, sih? Padahal dia tanya baik-baik, loh.
“Sudahlah ... mood membacaku seketika turun kerena ulahmu,” kata gadis itu meninggalkan Osamu yang dibuat bingung oleh sikapnya. Perempuan ternyata sulit dimengerti dibandingkan dengan Kita Shinsuke rupanya.
Sebelum benar-benar meninggalkan kursi, Osamu sempatkan membaca name tag di dekat kerah sang gadis.
“(Surname) (Name) ....”
Akan Osamu ingat baik-baik. Pertemuan kedua nanti, pokoknya dia akan meminta maaf dulu karena sudah menganehkan selera orang. Kemudian, tidak ada salahnya juga untuk mengajak gadis itu berkenalan. Dari sepengamatan Osamu, gadis itu satu angkatan dengannya.
“Besok aku harus kembali ke perpustakaan. Siapa tahu (Surname)-san datang lagi.”
Osamu menarik kurva di bibirnya. Biasanya para gadis sering canggung atau yang paling parah genit padanya jika ada dalam jangkauan tempat berdekatan. Namun, (Name) tidak memiliki kedua sikap itu. Dia malah begitu luwes berhadapan dengan Osamu.
“Sepertinya aku akan rajin berada di perpustakaan mulai hari ini.”
__________
10.06.2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top