Book I: Vapor - Chapter 4

4. Geng Terre dan Geng Catalia.

Perasaannya campur aduk, pikirannya kian kini makin bercabang atas apa yang terjadi di kehidupannya. Merasa tak adil dengan apa yang ia alami dan dapatkan.

"Kenapa, Tik?" tanya Zanufa, yang sedari tadi tak kunjung mendapatkan jawaban dari sahabatnya.

Kini mereka berada di perpustakaan. Agaknya sebal karena Claudio dan Vano menjadi perhatian bagi seluruh siswa sekolah, Cantika jadi mengajak Zanufa kesini.

"Kalo abang gue main sama kak Vano, gue gimana ngasih ini makanan buat dia?" Cantika menunjukkan kantung plastik berisi dua buah roti yang sedari tadi dibawa-bawa olehnya.

"Emang kakak lo sekelas sama kak Vano apa, sampe-sampe bareng melulu?" Zanufa balik bertanya. Cantika terlihat menimang-nimang, menggigit bibir bawahnya lantaran bepikir.

"Gatau juga sih," jawabnya.

"Tanya gih."

"Ntar abang gue curiga dong kalo gue nanya yang enggak-enggak soal Vano," ujar Cantika yang terdengar ragu. Ia menggigiti buku jarinya karena bimbang yang melanda.

"Kan lo cuman nanya sekelas apa enggak doang, Cantika Adrianaaaaaaa," pekik Zanufa dengan gondok.

"Gimana cara nanyanya, Zanufa Tazqiaaaaaaa," balas Cantika. Ia kemudian menangkup seluruh wajahnya dengan tangannya. Zanufa berdecak sebal.

"Yaudah ah gue aja deh yang nanya!"

Zanufa lantas keluar meninggalkan Cantika sendiri. Dan kembali setelah beberapa menit pergi.

"Dia sekelas, Tik."

Cantika menghela nafasnya lega tapi ada perasaan tidak enak begitu tau mereka sekelas. Ia fikir Zanufa akan bertanya kepada Claudio atau bahkan bertanya langsung kepada Vano, kacau. Ternyata Zanufa menanyai teman kelasan Vano, bertanya apakah anak baru itu—Claudio—di kelas Vano atau tidak. Dan, jawabannya adalah ya.

"Aduh." Cantika menggerutu, semakin dibuat bingung dengan keadaan.

"Terus sekarang gimana?" tanya Zanufa, duduk di samping kanan Cantika. Kini mereka tengah berada di luar perpustakaan, menghadap ke arah lapangan. Memerhatikan dari jauh.

"Eh, itu kakak lo kemana tuh?! Samperin kak Vano sekarang aja buru!" pekik Zanufa yang tak sabaran. Cantika agaknya ragu sebelum memastikan kakaknya tak terlihat lagi karena sudah naik ke lantai atas. Semoga kakaknya kembali ke kelas dan tidak turun lagi.

"Tunggu semenit. Kali aja dia belom masuk kelas," ujar Cantika. Zanufa mengangguk mengiyakan pada akhirnya, setuju. Dan setelah memastikan semuanya aman, Cantika mulai bangkit dan akan segera melaksanakan keinginannya.

Kantung pelastik bening berisikan roti itu ia tenteng sementara langkahnya sedikit kaku untuk melangkah menuju seorang cowok yang tak hanya sekedar di taksirnya itu. Bulu kuduknya berdiri seketika, kala mata mereka bertemu. Detak jantungnya semakin tak karuan. Takut kejadian beberapa bulan lalu saat cowok itu membuang makanannya di tengah lapangan terulang kembali. Ia meneguk salivanya dan meneruskan langkah.

Teman-temannya turut memerhatikan kedatangan Cantika, begitu juga dengan si pangeran.

Tangannya terjulur untuk memberikan kantung itu. Namun, hal yang tak ia sangka adalah kala Vano malah justru menerimanya, walau dengan alis sebelah kanannya yang sedikit naik ke atas karena sadad Cantika sedari tadi menunduk, lebih tepatnya kala siluet mereka berpapasan.

"Makasih ya," ucap Vano membuat Cantika sontak mendongak. Dan yang ia dapatkan adalah senyuman dari Vano, entah tulus atau tidak ia bahkan tak perduli karena intinya adalah hatinya tengah di kunjungi jutaan kupu-kupu karena seorang Revano Prasetya tersenyum kepadanya.

Namun dengan cepat Cantika menepis pikirannya itu jauh-jauh. Bukan itu maksud kedatangannya.

"Di makan ya kak. Gak aku kasih racun kok. Jangan di kasih ke temen kakak ya. Aku berharap banget kakak suka sama yang ini, soalnya aku abis ini gabakalan ganggu kakak lagi kok. Janji." Cantika tersenyum simpul, tanpa menunggu jawaban apapun ia segera membalik badannya dan melangkah menjauh.

• • •

"Hah!? Apaan sih lo, Tik!? Udah gila lo ya!?"

Zanufa tidak habis fikir dengan pemikiran Cantika. Ia stress bukan main apalagi setelah mendengar cerita Cantika.

"Gila. Hidup lo tuh ya... complicated banget," ujar Zanufa, hampir speechless. Ia menangkup wajahnya di antara kedua tangannya. Sudah benar-benar tak mengerti dengan jalan pemikiran Cantika, apalagi hidupnya.

"Terus sekarang kalo udah kayak gini lo mau gimana?" tanya Zanufa, menghentikan langkahnya dan meletakkan jari telunjuknya di mesin absen, begitu juga Cantika.

"Ada satu lagi yang perlu gue urus. Kak Catalia," jawab Cantika, lanjut melangkahkan kakinya menyusuri koridor.

Zanufa menyejajarkan langkahnya. "Mau ngapain?"

Langkah Zanufa terhenti kala melihat Catalia bersama dua temannya, Audi dan juga Dira. Cantika menghampiri mereka sementara Zanufa hanya termangu di tempatnya.

"Hai kak," sapa Cantika, mencoba menyapa dengan seramah mungkin. Ia pikir Catalia akan memusuhinya karena perilaku Claudio dan bersikap acuh padanya. Namun ternyata Catalia malah balas tersenyum, begitu juga dengan Audi dan Dira.

"Hai, kenapa Can?"

Ya, sejak dulu berpacaran dengan Claudio, Catalia selalu memanggilnya dengan sebutan 'Can'. Catalia berasal dari SMP yang sama dengan Cantika dan Claudio, maka dari itu ia dapat berpacaran dengan Claudio, satu tahun lebih dua bulan.

"Itu kak--"

Baru saja Cantika hendak melanjutkan kata-katanya, suara tepuk tangan terdengar dari balik tubuhnya. Lantas ia menoleh, begitu juga dengan Catalia serta teman-temannya yang menatap tajam si 'pelaku'.

"Wuhuw, ada si buruk rupa and all of princess resque." Itu Terre yang berucap. Di belakangnya ada Tiara dan Rachel, sahabat sekaligus anak buah mereka.

Cantika menghela napasnya panjang, agak ngeri kalau cewek yang menurutnya agak sinting itu mengerjainya lagi dan lagi untuk ke sekian kalinya.

"Oh, jadi Cantika anak buruk lupa yang sering lo omongin di kelas itu dengan bangganya karena lo berhasil mojokin dia hm," balas Catalia, terlihat tidak takut sama sekali dan itu membuat Terre geram. Audi menarik Cantika dan sedikit berbisik agar Cantika mendekat kearahnya.

"Lo gak tau dia ini siapa, hah?" tanya Catalia dengan nyolot, kesal dengan perilaku Terre dan gengnya yang semena-mena.

"Si buruk rupa kan?" celetuk Tiara. Terre dan Rachel tertawa hambar yang terdengar begitu memuakkan di telinga Catalia.

Baru saja Catalia hendak menjawab, namun tangan Cantika menahannya, seolah memeringati agar Catalia tak perlu berbicara lebih tentangnya. Karena itulah yang sebenarnya ingin ia bicarakan dan menjadi alasan ia kemari.

"Bu Siska dateng!" pekik sebuah suara dengan keras. Terre dan geng-nya panik, langsung berlari menuju gerbang utama. Dari belakang kemudian muncul sosok Zanufa yang terengah-engah.

"Mana Bu Siska?" tanya Audi yang menyadari kalau tak ada Bu Siska di mana-mana. Zanufa menaikkan bahunya dan tersenyum penuh kemenangan.

Bu Siska adalah kepala bidang kesiswaan yang mengurus urusan dalam menggunting celana cowok yang di pensil, rok yang di span, dan baju yang di kecilkan. Geng Terre melakukan itu, jadilah mereka kabur untuk menghindari guntingan yang kesekian kalinya.

"Gokil lo!" pekik Dira, tertawa terbahak-bahak apalagi kala mengingat ekspresi panik mereka.

Zanufa balas tertawa, kemudian memberi aba-aba kepada Cantika untuk menuju gerbang utama karena dirinya sudah mau pulang.

"Duluan aja gapapa Zan," kata Cantika. Zanufa terlihat ragu awalnya. Tapi ia menuruti juga akhirnya.

"Yaudah, duluan ya Tik. Kak. Duluan."

Sepeninggalan Zanufa, mereka masih berdiri di posisi sebelumnya. Agak hening sebelum Catalia membuka suaranya.

"Tadi mau ngomong apa, Dek?" tanya Catalia yang seolah ingat kenapa tiba-tiba Cantika menghampirinya.

Cantika menimang-nimang sesaat. Bingung, ia merenas dan menelintir ujung dasinya.

"Anu kak," ujarnya setidik terbata karena ragu. "Jangan bilang siapa-siapa, yah.."

Dahi Catalia berkerut tanda bingung. "Jangan bilang-bilang apaan?"

"Gimana sih maksudnya anjir," ujar Audi yang juga mendengarkan. Dira hanya menatap seolah menunggu Cantika meneruskan kata-katanya.

"Jangan bilang siapa-siapa kalo gue adeknya abang," ujar Cantika pada akhirnya. Mulut Catalia membentuk 'o'.

"Emang abang lo siapa?" kini Dira yang bertanya.

Catalia menebas tangannya seolah meminta kedua temannya untuk tidak ikut andil dalam berbicara. Ia menarik tangan Cantika untuk sedikit menjauh dari kedua sahabatnya itu, agar pembicaraan mereka jadi lebih privasi.

"Jangan bilang-bilang kalo lo adeknya Claudio? Emang kenapa?" tanya Catalia setelah memastikan posisi mereka berjauhan dengan Audi dan Dira.

Cantika akhirnya memberanikan diri untuk menatap Catalia.

"Anu.. gue gamau bikin abang malu. Dia udah cukup di katain gara-gara punya adek kayak gue waktu SMP. Di tambah lagi sekarang dia kan udah jadi.... ya gitu deh, ngerti kan? Gue gamau ngehalangin popularitas dia cuman gara-gara punya adek macem gue."

Catalia menghela nafasnya panjang. "Gue dari dulu juga gak pernah ngatain lo atau apa kan waktu SMP? Santai aja kali, gak semua orang kayak gitu kok."

"Ya, itu alesan gue setuju lo sama abang gue. Tapi kan ini masalahnya beda, Kak. Ini di lingkungan SMA yang pembullyannya bener-bener nusuk banget. Gue udah cukup di bully dan gue ngerti banget rasanya itu sakit gak ketolongan. Abang mungkin bisa nanganin karena dia cowok. Tapi gue enggak, dan gue juga gak mau kalo dia sampe keluar dari dunia hiburan gara-gara gue. Please kak, bantuin gue."

Walau awalnya ragu, Catalia kini hanya dapat mengangguk. Ia pun kembali menarik Cantika untuk menuju dua sahabatnya.

"Guys," panggil Catalia kepada dua temannya.

"Cantika sering banget di bully sama Terre and the genk nih," ucap Catalia. Membuat Audi menghela nafasnya.

"Gak ada capek-capeknya ya itu cabe." Audi muak dengan perlakuan Terre dan teman-temannya yang semena-mena apalagi terhadap juniornya. Padahal mereka baru menginjak bangku kelas 11, gimana kalau sudah kelas 12?

Cantika menyenggol tangan Catalia dan Catalia menoleh.

"Bukan Terre doang kok yang gituin."

Maksud Cantika adalah Terre tidak sepenuhnya membully dirinya. Hanya terkadang kalau kebetulan mereka berpapasan atau genk mereka sedang dalam fase iseng. Namun sepertinya Dira menangkap itu dengan pemikiran yang berbeda.

"Iya sih. Anak satu sekolah pasti banyak juga kan yang ngata-ngatain lo." Ucapan Dira seratus persen benar adanya, namun Cantika menggelengkan kepalanya cepat.

"Yaudah, kalo ada apa-apa yang terjadi sama lo. Lo bilang ke kita ya. Apalagi kalo kita ngeliat kejadian kayak lo di bully atau segala macem. Abis dah."

Cantika termangu. Itu artinya, Catalia dan teman-temannya baru saja menawarkan sebuah pertolongan.

Atau malah akan menjadi ancaman karena orang-orang yang menganggap Cantika memanfaatkan popularitas mereka bertiga?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top