Book I: Vapor - Chapter 13
13. Ulangan.
Cantika mengumpat dalam hati dan merutuki dirinya sendiri tentang bagaimana bodohnya dia.
Bagaimana dirinya bisa menjalani shooting dengan lancar sementara hari Senin sudah memasuki minggu ujian akhir sekolah?
Ah, tentu saja. Karena kalau kata Mamanya, Juliana, kalau kamu pemeran utama, maka jadwal yang mengikutimu. Asal tetap di jalan yang profesional.
Cantika juga bersyukur, karena setidaknya ia bisa pulang cepat kala ujian akhir sekolah. Hanya sampai jam dua belas. Itu artinya, pada jam satu dia sudah bisa berada di lokasi.
Semalam suntuk, Cantika belajar materi untuk dua hari ke depan sekaligus. Ia takut kalau sudah memulai shooting malah tak bisa belajar untuk ujian. Ia sadar bagaimanapun juga dirinya adalah seorang pelajar yang kewajibannya adalah belajar.
Agak kesiangan memang bangunnya, tapi masih beruntung karena di pekan ujian tak ada upacara.
"Gue duluan Bang!" Cantika langsung cepat-cepat keluar dari mobil tanpa memastikan orang lain di sekitarnya dan kemudian berlari.
Claudio menggeleng-gelengkan kepalanya. "Calon artis gue mah beda."
Claudio kemudian menjalankan kembali mobilnya hingga ke parkiran. Keluar dari mobil dan memasuki kawasan sekolah sembari memutar-mutar kunci mobilnya.
Tanpa disadari, ada sepasang mata yang mengamati dari kejauhan.
• • •
Cantika maju-mundur seperti gosokkan. Ia tak dapat menahan hasrat menggebu-gebu dalam dirinya kala melihat dua orang itu bisa-bisanya berjalan santai sembari bergandengan di depan Cantika.
Zanufa menghanpirinya.
"Lari dari pesta Kak Dira sambil nangis, sabtu minggu gak ada kabar, sekarang pas ujian langsung aja ketar-ketir."
Cantika menghadap sahabat satu-satunya itu. Haruskah ia memberitahu Zanufa?
"Zan," panggil Cantika.
"Apa?"
"Kak Vano sama Kak Gilang udah tau kalo gue adeknya Claudio," ucap Cantika yang berhasil membuat mata Zanufa hampir saja keluar dari tempatnya.
"Kok bisa!?"
"Kak Vano waktu itu kerumah gue.. pas gue lagi di ruang latihan, dia nyamperin. Kalo kak Gilang, dia nyadar pas nganterin gue pulang."
Zanufa nampak shock sesaat namun kemudian raut wajahnya berubah. "Jadi, ada yang dianter pulang tapi gak cerita-cerita sama gue. Oh, gitu temen."
"Bukan gitu, Zanufaaaaaa!!"
"Kalo bukan gitu gimana dong?" Zanufa tak tahan melihat ekspresi Cantika dan ingin tertawa sejadi-jadinya tetapi ia menahan karena masih ingin meledek sahabatnya ini.
"Ada masalah yang lebih penting dari ini," katanya dengan kepala tertunduk.
Zanufa menautkan alisnya dan mendekat. "Apa lagi, Tik? Soal Kak Vano sama Kak Dira? Udahlah, emang udah saatnya lo move on aja. Mau gimanapun juga kayaknya perasaan lo sulit kebales. Bukannya gue matahin semangat lo, tapi gue gamau lo sakit hati terus."
"Gitu ya, Zan?" tanya Cantika dengan wajah lesu. Tetapi Zanufa tetap mengangguk tanda mengiyakan. "Tapi gue gabisa.. maksud gue gini, kalo gue sekedar suka biasa mungkin gampang kali gue buat gak suka lagi. Tapi ini bukan soal itu, Zan.. Kak Vano tuh orang pertama yang gue sayang.. Lo tau kan pas waktu di UKS itu—"
"Udah, udah." Zanufa menghampiri Cantika dan mendekapnya ke dalam pelukan. Ia tau pertahanan Cantika sebentar lagi akan roboh karena ia pasti akan menangis.
"Makasih ya, Zan. Lo itu sahabat gue yang paling perhatian."
"Emangnya lo punya sahabat selain gue?" tanya Zanufa dengan nada meledek dan berhasil mendapatkan getokkan cantik dari Cantika.
"Nah, itu dia Babang Dio yang paling ganteng," kata Zanufa kala di lihatnya dari balik punggung Cantika, Claudio sedang berjalan menuju mereka.
"Emang mau ngapain sih kok tumbenan ampe panik banget nungguin Kak Dio?"
Cantika menghapus air matanya yang sudah menetes sedikit dengan gerakkan kasar. "Ehm, itu. Sebenernya, gue hari ini mulai pelatihan buat shooting. Gue main film layar lebar, Zan."
"WHAT!?"
• • •
Cantika hanya petarung biasa, bukan yang mengikuti aturan-aturan atau semacamnya. Mentok-mentok ia hanya belajar Wing Chun.
Cantika tiba di lokasi tepat saat jarum jam menunjukkan pukul satu lewat lima belas. Dan dia langsung di arahkan oleh kak Dicky yang ternyata adalah seorang sutradara untuk berlatih beberapa gerakkan Taekwondo untuk beberapa kilas adegannya.
Hampir satu jam Cantika berlatih dengan sabeum-nim, dan telah diajari berbagai macam teknik Taekwondo. Tak lama setelah itu, terdengar riuh keramaian dari luar gedung. Membuat Cantika lantas menoleh.
Itu dia artis-artis kita.
Eza, Rafa, Kiara dan Renata sudah datang ke lokasi. Dan siapa yang menyangka kalau bakalan ada penonton sebanyak itu di luar gedung?
Tak lama, datang lah sang penulis novel beserta beberapa ajudannya.
Kemudian datang lagi beberapa pemeran penting dan pemeran orang tua dalam kehidupan di cerita ini.
Oke, ini dia.
Cantika meraih jaket dan langsung mengenakannya. Secara asal ia merombak kuncirannya yang memang sejak awal sudah tak berbentuk dengan rapih.
Cantika berjalan bersana dengan kak Dicky menuju ruang meeting di bawah. Dan mereka semua sudah duduk di kursi masing-masing yang sudah di beri nama. Menyisakan dua buah kursi kosong untuk Cantika dan kak Dicky.
Di kursi tengah, duduk sang Produser. Sementara kak Dicky duduk di kursi tengah sisi yang satunya. Cantika duduk di samping kak Dicky pada penghujung kursi dan di sebelah kanannya terdapat Eza, Rafa, Kiara, Renata, co-produser, crew. Sementara di hadapan Cantika, duduklah sang penulis novel sekaligus naskah cerita ini, di sampingnya ada dua orang pemeran pembantu, orangtua, dan juga crew.
Rapat pun dimulai.
Sang Produser begitu senang mendapati Cantika yang ternyata seseorang yang tak asing di dunia bela diri, dan merelakan datang lebih awal untuk latihan.
Rapat selesai sekitar jam tiga sore. Mereka akan segera menuju ke lokasi pertama.
Cantika mandi dan mendapatkan sedikit riasan natural di wajahnya. Kemudian saat ia membalik, betapa kaget dirinya melihat peralatan-peralatan yang di gunakan untuk membuat film. Dan betapa kagetnya juga ia kala melihat orang-orang yang bersemangat walau hari sudah sore.
Adegan ini khusus Cantika, sedangkan yang lain, yang tidak ada dalam adegan tidak berada di lokasi dan baru akan memulai besok untuk adegan-adegan pengisi. Beginilah sistemnya, tidak membuang-buang waktu karena target hanya memerlukan lima belas hari proses pembuatan film, dan itu merupakan yang paling maksimal.
Dan, ini dia.
Cantika pun mulai beraksi.
• • •
Cantika bersyukur dalam hati karena tepat jam sembilan, shooting sudah selesai.
Cantika membaca-baca materi untuk pelajaran yang besok di ujikan sembari menunggu Claudio datang menjemputnya.
Bukankah Claudio adalah kakak impian hampir seluruh gadis?
Tak lama, Claudio pun sampai. Dan di perjalanan Cantika terlelap saking lelahnya. Dan mau tak mau Claudio mengangkat adiknya itu sampai kamar.
Paginya, Cantika ujian. Diantar ke lokasi shooting oleh Claudio, dan di jemput saat malam. Begitu terus sampai ujian telah berakhir.
Cantika sedang duduk di salah satu kursi Starbucks dekat lokasi shootingnya kala Eza menghampiri. Cantika tak sadar karena ia masih sibuk meminum americano dan juga membaca naskahnya.
Sampai tiba-tiba saja Eza mengeluarkan suaranya, "Boleh duduk disini gak?" membuat Cantika tersedak.
"Eh, boleh kok," kata Cantika berusaha terdengar tidak kikuk.
Eza menyeruput caramel macchiatonya dan memerhatikan Cantika dengan seksama.
"Harus gue akuin, acting lo tadi keren banget. Seolah-olah lo itu bener-bener lagi ngalamin itu dalam dunia nyata. I mean, kayak kita ini nyata loh bukan acting doang, gitu."
Cantika menutup naskahnya dan menatap Eza yang tengah tersenyum. Cantika tak mengerti arti dari senyuman itu. Tetapi Cantika merasa pernah melihat senyuman itu.
Dari Gilang.
"Sejujurnya, iya," kata Cantika. "Hampir keseluruhan di cerita ini, gue pernah ngalamin. Kecuali yang di kunci di gudang sih, belom sampe sejahat itu."
Kini giliran Eza yang tersedak.
"Elo?!" Eza terdengar tak percaya, tetapi Cantika mengangguk.
"Gue itu cuman cewek cupu yang suka sama superstar sekolah. Bla bla bla. Gue di bully sana sini," jelas Cantika.
"Tapi lo kan bisa berantem!" tukas Eza, geregetan dengan cerita yang disampaikan oleh Cantika.
"Nggak segampang itu. Pokoknya situasi gak memungkinkan deh. Lagi pula, cowok yang gue taksir juga udah punya pacar."
Eza mendengus kecewa. "Kalo gue jadi itu cowok, gabakal gue sia-siain cinta tulus dari lo."
Cantika yang sedang minum memincingkan matanya. "Eh apa tadi?"
"Engga-engga-engga," jawab Eza.
"Kalo lo tau gue dulu kayak gimana juga lo gabakalan ngomong gitu," gumam Cantika.
"Apa? Gue tau kok lo dulu kayak gimana."
Perkataan Eza sukses membuat Cantika tak dapat berkata-kata. Bagaimana bisa Eza tau sementara mereka bahkan baru bertemu saat casting beberapa waktu lalu.
"Kenalin, gue Eza. Saudara kembar non identiknya Gilang."
• • •
Hari ini classmeeting. Tetapi Cantika tetap masuk sekolah karena masih ada beberapa keperluan yang Cantika urus di sekolah bersama Claudio.
"Lo yakin gak, Dek? Gue sih iya, soalnya gue udah nanda tanganin program sinetron jadi gue gabisa kalo soal beginian."
Cantika mengangguk mantap. "Yakin banget."
"Jadi, lo bener-bener suka sama Vano?" Claudio mengulang pertanyaannya selagi mereka berjalan di koridor setelah keluar dari ruang Tata Usaha. Sama sekali tak memerdulikan perhatian dari banyaknya pasang mata yang memerhatikan.
Cantika bagaikan sudah di latih kepercayaan dirinya. Dan kini ia tak lagi perduli kalaupun orang-orang akan segera mengetahui siapa dirinya.
"Iya, tepatnya gitu sih. Kalo-kalo Vano cerita ke lo, dan lo inget tiap gue beli kue-kue begitu, ya itu buat Vano."
"Gila." Hanya itu yang dapat keluar dari mulut Claudio.
"Malu-maluin banget kan?" tanya Cantika, sebenarnya ia sama sekali tak mau menceritakan ini kepada Claudio. Tapi mau bagaimana lagi, ia merasa perlu.
"Nggak lah, lo itu cewek paling tulus kalo udah sayang. Rasanya gue pengen nonjok si Vano."
Cantika tertawa mendengar pernyataan frontal dari Claudio.
"Well, well, well."
Tiba-tiba sebuah suara cempreng menggelegar di telinga bukan hanya keduanya. Dan tiga sosok berambut merah berdiri di hadapannya.
"Setiap ujian berangkat sekolah bareng, dan sekarang, berani-beraninya jalan berduaan di koridor?"
Jelas, itu Terre.
"Minggir," kata Claudio, terdengar begitu keras dan menarik Cantika untuk melanjutkan berjalan dan tak memerdulikan sosok nenek sihir itu.
"Eit, tunggu dulu."
Cantika hampir saja terjungkal ke belakang kalau saja tangannya tidak di pegang oleh Claudio.
Terre baru saja menarik seluruh rambut Cantika yang di kuncir keras sekali ke belakang.
"Terre!"
Claudio mulai geram dengan tingkah laku semena-mena cewek ini.
"Apa Claudio sayang? Dulu jadiannya sama Catalia yah. Sekarang sama cewek ini yang Catalia usahain buat lindungin. Aduh, TMT banget sih Cantika."
"Terre lo gausah banyak bacot ya."
Tiba-tiba muncul sosok Catalia dari tengah-tengah kerumunan.
Di belakangnya ada Dira yang sedang bersama Vano, Gilang, Adit, Putra, Zanufa dan Audi.
Audi menahan gerak Catalia agar tak tersulut emosi. "Tenang, Cat."
"Ini cewek tuh orang gila, Di. Lo liat aja kelakuannya. Dari dulu sampe sekarang gak pernah berubah."
"Di yang mana maksud lo? Audi, atau Dio si pacar baru dari cewek buruk rupa ini?" tanya Terre dengan seringaian liciknya.
Serius, hampir seluruh warga sekolah menonton. Tanpa guru tentu saja. Karena guru tengah di sibukkan dengan penilaian di ruangannya masing-masing.
Cantika tak masalah dengan ini. Hanya saja, Cantika tidak kuat berlama-lama melihat Vano yang bersebelahan dengan Dira.
"Gue gak ngerti apa masalah lo dari dulu. Tapi setau dan seinget gue. Lo pas masuk SMA sukanya sama Vano kan? Terus kenapa masalahin Dio lagi sih?"
Pertanyaan frontal yang di ajukan Catalia jelas membuat Vano yang namanya di sangkut-sangkut menaikkan alisnya.
Ia memerhatikan Dira yang sepertinya tak nampak shock, rupanya dia sudah tau.
Tetapi pandangan mata Vano melihat sosok Cantika yang entah kenapa seperti sedang menahan tangisnya sembari menggenggam tangan Claudio kuat-kuat di belakangnya.
Vano ingin sekali berdiri di samping cewek itu dan memastikan dia akan baik-baik saja dan tak lagi menyakiti dirinya, tetapi dirinya sadar kalau sudah ada Dira di hidupnya sekarang ini.
Belakangan, perasaan Vano menjadi gundah. Yang dirinya sendiri tak mengerti kenapa.
"Lo nanya soal itu sementara lo jelas-jelas udah tau jawabannya? Lo fikir setelah sekian lama gue nahan perasaan dendam sama lo, dan Dio tiba-tiba aja jadi murid baru di sekolah ini, gue bisa ngelupain semuanya? Enggak! Malah makin menjadi-jadi!" tukas Terre.
Sepertinya yang mengerti disini hanya Claudio, Cantika, Catalia, Audi, Dira dan Terre.
"Terre. Gue emang gak ngerti apa permasalahan diantara kalian. Tapi, emangnya salah Cantika apaan? Lo malah seolah ngelakuin ini gara-gara dia." Vano mengeluarkan suara, membuat seluruh perhatian tertoleh kepadanya.
"Lo juga, lo nanya kenapa? Lo semua, geng kalian semua termasuk cewek udik ini, kalian itu salah! Kalian bener-bener bikin perkumpulan buat mojokkin gue? Oke. Gue bikin si CANTIK yang bakalan jadi korban!"
Perkataan Terre benar-benar seperti orang gila yang kehabisan obatnya.
"Gabakalan gue biarin lo apa-apain Cantika. Dan kalo lo pikir Cantika itu pacar gue, lo salah besar. Cantika Adriana, dia adalah adek gue dan gue gak bakalan ngebiarin siapa aja nyentuh dia, termasuk lo."
Semua mematung. Terlebih Terre dan kawanannya, Dira, Audi, Putra dan juga Adit.
Dan seluruh warga sekolah sudah mendapat jawaban dari pertanyaan di benak mereka masing-masing.
Hari ini, Claudio mengumumkan ke semua orang.
Cantika Adriana adalah adik dari Claudio Adrian.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top