09 ~ Teman Perlu Dibina--sakan!

Tentang waktu yang sudah bergulir.
Tak 'kan pernah terulang.
Tak bisa dibeli, tak bisa kembali lagi.
Bagimu yang merasa memiliki waktu, hargailah!
Tak semua orang memiliki kesempatan sepertimu.
(Nararya Tirtakusuma)

🍃🍃🍃

Sesuai dengan rencananya di kampus, Arya membuat grup untuk tugas diskusinya kali ini. Jumlah anggota ada sembilan orang, termasuk dirinya. Besar harapan Arya dengan adanya grup ini. Semoga teman-temannya bisa lebih produktif lagi dalam bertugas.

Sejak awal pembuatan grup, ada dua orang yang keluar dengan seenaknya. Jika boleh merombak anggota kelompok, ingin sekali rasanya Arya menukar dua anggotanya itu dengan Andre dan Cio.

Yoga dan Indra menjadi "ulat" di dalam kelompoknya. Awalnya bilang iya, kemudian menolak. Tadinya bilang sanggup, sepuluh menit kemudian malah angkat kaki dari grup whatsapp. Arya masih mencoba sabar untuk sesaat karena masih ada anggota yang lainnya.

Saat hari diskusi yang ditentukan tiba. Arya bahkan meminta Aren untuk buru-buru mengantarkannya ke kampus. Namun sesampainya di kampus lelaki itu harus menunggu lebih lama lagi. Berkali-kali helaan napas terembus kasar dari bibirnya.

Mala berlari menghampiri Arya yang sudah menunggu di bangku taman. Kemudian Ana menyusul di belakang Mala. Arya menatap keduanya dengan tatapan sendu.

"Cuma kalian yang datang? Yang lain pada ke mana?" tanya Arya

"Nova sama Riska katanya agak telat. Kalo Rega, Ujang, Yoga sama Indra entahlah, Mala coba telepon nggak ada yang angkat. Di chat juga nggak bales."

"Kita tunggu bentar lagi aja, gimana?" pinta Ana.

"Oke!" jawab Arya.

Lalu, hening tercipta diantara ketiganya. Hingga Ana memulai pembicaraannya dengan Mala. Arya hanya diam, mencoba menghalau suara masuk ke pendengarannya. Lelaki satu-satunya di tempat itu menulis kembali apa saja yang akan dibahas bersama teman-temannya.

Merasa bosan dengan karena merasa tak ada lawan bicara, Arya mengambil headset dan mulai memutar lagu kesukaannya. Sebuah Lagu Duka milik Payung Teduh mengalun dan membuatnya terbawa suasana sendu.

Arya terbawa hingga tanpa sadar turut bernyanyi mengikuti alunan melodi yang terdengar. Jika orang mendengar mungkin seperti musik pengantar tidur. Namun jika menikmatinya sembari meresapi kata demi kata dari lirik lagu tersebut maka akan ada makna yang tersampaikan.

Aku tak ingin duka
Melanda wajah-wajah memuram
Aku tak ingin membuat
Kekisruhan di tempatku bermain

Aku hanya ingin
Menyebarkan rasa bahagia
Dan kegembiraan untuk siapa pun

Tapi semua keinginanku hilang
Luka menghampiri, bahagia menjauh
Tapi semua keinginanku hilang
Luka menghampiri, bahagia menjauh

Kedua gadis di hadapan Arya berhenti berbicara. Mereka menatap Arya bersamaan. Lelaki itu tampak terpejam sambil bersenandung. Suara pelannya mampu menghipnotis Ana dan Mala hingga keduanya lupa untuk berkedip.

🍃🍃🍃

Jenuh menunggu enam orang lainnya tak membuat Arya, Ana, dan Mala berhenti untuk menunggu.  Satu jam lebih mereka menunggu, Riska dan Nova muncul dengan cengiran.

"Udah lama?" ujar Riska

"Emang kamu pikir janjian kumpul jam delapan, kalian datangnya hampir setengah sepuluh itu lama nggak?" sindir Mala.

"Sorry, tadi tuh kita udah beres. Eh ternyata kita lupa belum sarapan. Jadi, ya ..., kita sarapan dulu," elak Nova.

"Kalian udah kenyang 'kan? Kalo gitu gue ke kantin dulu. Soalnya baru inget kalo gue juga belum sarapan dari saking keburunya takut temen-temen udah nungguin." Arya kemudian berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban atau sanggahan dari yang lainnya.

"Ya udah, Nara sarapan aja dulu, biar ini Riska sama Nova kita yang kasih tahu dan koreksikan bagian mereka."

Tidak seperti biasa, Arya yang ramah dan murah senyum, kini seperti menjelma menjadi sosok yang lain. Entah apa yang sedang mengganggu pikirannya kali ini. Mala bahkan sampai mengernyitkan dahinya karena merasa asing dengan sikap Arya yang seperti itu.

Ana yang biasanya minim komentar malah menyikut Mala seolah menuntut jawaban perihal sikap Arya. Mala hanya mengedikkan bahunya dan beralih menatap kedua gadis yang baru saja tiba.

"Si Arya PMS? Tumbenan dia kayak gitu? Biasanya mau kita kayak apa juga dia no comment," cibir Riska.

"Kalo Mala yang ada di posisi Nara pasti jauh lebih marah. Belum sarapan, buru-buru buat sampe kampus, lah sampe kampus malah nunggu sejam lebih! Dan parahnya yang ditunggu dengan santainya bilang 'lupa belum sarapan'! Kalian pikir situasi kayak itu enak?"

"Udah, Mal. Kalo pake emosi, ini tugas nggak ada beresnya," lerai Ana.

🍃🍃🍃

Arya kembali dari kantin dengan wajah yang sedikit berbinar. Berharap teman sekelompoknya sudah berkumpul dan menunggunya. Namun begitu sampai di bangku taman, Arya menatap malas pada gerombolan yang sama.

Empat wanita masih setia menunggunya. Ana, Mala, Riska dan Nova duduk saling berhadapan. Keempatnya terlonjak kaget saat Arya datang dan membanting tasnya yang tak bersalah.

"Mereka belum datang? Maunya apa? Nanti kalo namanya nggak ditulis pada protes. Giliran diajak diskusi pada ngaret! Kalian udah coba ngubungi nggak?" Para ladies hanya menggeleng.

"Itu Ujang sama Rega!" jerit Ana.

Mereka serempak menoleh ke arah yang ditunjuk Ana.

"Hai, ladies! Sorry ! Kita telat, masih ada urusan," jawab ujang sambil mengedipkan mata ke arah Mala.

"Urusan? Matamu sakit? Ngapain kedip-kedip macem lampu dim yang kehabisan daya?" ujar Mala ketus.

"Mataku baik-baik saja, Neng. Ini begini karena Neng Mala yang kelewat geulis!"

"Masih mau kedip-kedip? Sini Mala colok aja sekalian!"

Tawa terdengar riang diantara mereka, tetapi tidak dengan Arya yang menatap sadis pada kedua teman laki-lakinya yang baru saja tiba. Belum selesai rasa kesalnya. Sebuah pukulan keras hinggap di bahunya.

Dengan watados—wajah tanpa dosa—Yoga memukul keras bahu Arya. Indra mengekori Yoga kemudian memilih berdiri dibelakang Riska dan Nova. Arya terdiam dan berusaha meredam bahunya yang terasa panas.

"Yoga nggak bisa nyapa bener, ya? Pake mukul segala!" ujar Mala setelah mendengar suara pukulan yang lumayan keras.

"Masa gitu aja sakit?" tanya Yoga.
"Udah kumpul semua 'kan? Tinggal gabungin bagiannya masing-masing. Kalo sudah nanti biar Riska sama Nova yang bagian cetak dan bendel. Jangan lupa digandakan sesuai dengan jumlah kelompok dan ...." Ucapan Arya terjeda karena melihat teman-temannya justru sibuk dengan dunianya masing-masing.

Apalagi sejak datang,  Yoga dan Indra mereka sekadar datang, duduk, lalu mengeluarkan rokok elektrik dan membuat gumpalan-gumpalan asap. Arya masih bisa terima jika situasi ini sangat tak nyaman. Namun yang membuatnya tak terima adalah saat Yoga dengan sengaja mengembuskan asap rokok elektrik tersebut ke wajahnya.

"Kalian niat mau ngerjain tugas apa nggak?" teriak Arya sambil menggebrak meja.

Ana memundurkan tubuhnya berusaha menjauh dari meja yang di gebrak Arya. Riska yang memulas bibir dengan lipgloss harus rela saat rasa terkejutnya malah membuat pulasannya keluar jalur. Lain halnya dengan Rega dan Ujang, ponsel keduanya sama-sama terjun bebas karena kaget.

Berbeda dengan Yoga dan Indra yang justru tampak santai menghadapi kemarahan Arya.

"Tumben lo marah! Gue pikir lo nggak bisa marah, Ar!" cibir Yoga.
"Makasih, gue masih punya perasaan! Kalo lo emang nggak niat buat nugas, tinggal bilang aja. Gue dengan senang hati nyoret nama kalian berdua. Gue bakal kerjain bagian gue sendiri. Media presentasi 'kan?" ujar Arya ketus.
Ana mengangguk pelan, Mala juga mengangguk mengikuti apa yang dilakukan oleh Ana.

"Gue nggak akan ikut campur untuk urusan bahan makalahnya. Itu semua kalian yang urus sesuai dengan pembagian yang sudah disepakati. Kalo salah satu dari kalian nggak ngumpulin, itu artinya isi makalahnya kurang," ujar Arya kembali dengan beberapa penekanan dalam nada bicaranya.

"Nara! Untuk media presentasi biar Mala saja yang kerjain. Soalnya materinya udah sama kita. Nara persiapkan saja untuk jadi pemateri utama. Kita yang urus soal makalah dan medianya." Mala mencoba untuk mengurangi beban Arya.

"Terserah! Pesen gue satu, yang nggak kerja nggak usah dicantumin namanya. Biar gue yang bilang sama Pak Ardi. Kalian nggak usah susah sendiri kalo yang lain nggak mau diajak susah. Ini kerja tim bukan pekerjaan mandiri! Gue balik!"

"Lo ninggalin kelompok? Mana tanggung jawab lo sebagai ketua kelompok?" tegas Yoga

"Banyak bacot, lo, Ga! Lo yang ke mana dari tadi? Janjian jam delapan jam sebelas baru nongol?" Arya mendekati Yoga dan mencengkeram erat kerah bajunya.

🍃🍃🍃

Alohaaa! Nungguin Aren sama Arya?
Hayooo ngakuuu aja kalo rindu sama mereka.
Sama, aku juga rindu.
Aku rindu kalian ..., kaliaannn ..., iyaa kaliaannn!
Makasih udah nungguin, yaa!

ONE DAY ONE CHAPTER BATCH 3
#DAY9
Bondowoso, 03 Juli 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top