07 ~ Ribet

Rinduku syahdu, tapi membelenggu.
Rinduku menggebu, berlalu, dan menyesakkan kalbu.
Namun rinduku satu, hanya untukmu.
(Aruan Kumalasari)

🍃🍃🍃

Sudah hampir dua jam Arya memejamkan mata. Jika saja Andre tidak memainkan bulu matanya, mungkin lelaki itu masih merajut mimpi saat matahari masih bersinar. Sayang, tangan sahabatnya itu tidak bisa diam.

Arya mendengkus kesal karena begitu dia membuka mata, wajah Andre berada tepat di depan wajahnya. Mereka berhadapan dan nyaris saja beradu hidung saat Andre hendak bangun.

"Selamat sore, sayang! Sudah baikan?" tanya Andre dengan wajah tak bersalahnya.

"Jijik amat bangun tidur malah disambut sama monyet macem lo, Ndre!" ujar Cio yang duduk dilantai sambil memainkan ponselnya.

"Ngapain pada numpuk di sini? Pantesan gue mimpi buruk barusan. Nggak taunya dua calon penghuni neraka ada di kanan-kiri gue!"

"Asyem, kita bertiga calon penghuni neraka, lah wong kalo bikin dosa bareng-bareng!" kilah Andre.

"Kita? Lo aja kali, Ndre. Gue mah anak baek!" jawab Arya. "Kalian belum balik? Kenapa nggak main di luar? Nonton atau makan gitu, malah nungguin gue yang tidur."

"Ogah!" ujar Cio dan Andre bersaman.

"Kenapa? Kalian dipukul sama Aren? Dibanting? Tu anak keluar lagi?"

"Justru karena Aren masih di sini kita nggak berani sama dia. Sepupu lo itu kalo marah nyeremin. Belum mukul aja Kak Cio udah merinding liat auranya. Macem penyihir yang nggak nemu tumbal, Nyet! Mana pake banting pintu pas masuk kamarnya, untung jantung gue nggak anjlok!" jelas Andre.

"Ho'oh! Udah auranya gelap, dingin pula! Gue mending diomelin, digampar, diteriakin juga nggak masalah daripada didiemin. Rasanya pedih-pedih gimana, gitu," imbuh Cio.

Arya hanya tersenyum tipis. Dia paham bahwa tingkat kekesalan Aren sedang ada di puncak. Jangan tanyakan sudah berapa kali Arya didiamkan oleh Aren karena kesalahan yang selalu berulang.

Jika Aren masih ngomel bahkan mengumpat dengan seluruh isi kebun binatang itu tandanya level marahnya masih bisa ditoleransi. Namun, apabila lelaki itu diam dan tidak menunjukkan kekesalanya maka bersiaplah, Aren sedang berada di puncak emosinya.

🍃🍃🍃

Surat izin sakit yang berasal dari dokter sudah berakhit. Hari ini Arya masuk kuliah seperti biasa. Namun lelaki itu tidak bisa dikatakan sehat.

Demam yang bertahan selama dua hari akhirnya reda di hari ketiga. Namun nyeri dan bengkak persendiannya masih saja menemani pagi ini. Bahkan Arya harus meminta bantuan sepupunya untuk bangun dari tempat tidur.

Separah itukah nyeri sendi yang dirasakan pasien virus chikungunya? Bahkan untuk kategori orang dengan tingkat imunitas tinggi, nyeri sendi bisa berlangsung selama berminggu-minggu. Sedangkan untuk yang tingkat imunitasnya rendah, nyeri sendi itu bisa menemani selama berbulan-bulan atau bahkan dalam hitungan tahun.

Sepengetahuan Arya yang didapat dari membaca berbagai artikel, gejala terparah adalah kelumpuhan sementara. Dan seiring berjalannya waktu kondisi pasien akan membaik. Sedangkan pada kasus yang jarang terjadi, chikungunya bisa menyebakan komplikasi, seperti gangguan pada saraf, mata, jantung, dan saluran pencernaan bisa muncul. Terutama pada orang lanjut usia, penyakit ini dapat mengakibatkan kematian.

Beberapa kali Aren memberikan nasehat pada Arya. "Nggak usah dipikir terlalu berat. Kalo Allah sudah kasih lo sakit, itu artinya lo dikasih kesempatan untuk ngurangi dosa, dikasih kesempatan untuk istirahat. Gunakan kesempatan itu sebaik-baiknya."

Semangat Arya tidak luluh seketika meski harus menyandang sakit sedikit lebih lama. Ayah dan bunda semakin sering menjalin komunikasi dengannya. Ini termasuk salah satu hikmah di balik sakitnya Arya.

🍃🍃🍃

"Nararya Tirtakusuma! Weh, yakin dah baikan lo, Nyet? Itu jari masih kayak jempol semua, lo!" sambut Andre di depan kelas.

"Butuh berapa menit dari parkiran ke sini? Kenapa nggak minta anter sampe depan kelas aja, sih? Tahu gitu gue yang jemput. Jalan aja masih nggak bener gitu, masih pincang. Kaki masih bengkak ya?" cecar Cio

"Nggak apa-apa, Kak. Kalo nggak dibiasakan bawa jalan makin kaku, makin sakit setelehnya. Ini coba jalan pelan-pelan aja dari tadi."

"Sumpah, lo udah mirip aki-aki, Nyet."

"Tahu nggak doa gue selama sakit? Gue minta cukup gue aja yang begini. Semoga orang-orang terdekat gue nggak ngerasain hal yang sama. Keganjel kerikil kecil aja ngilunya innalillah! Sampe ubun-ubun kerasa ngilu, Nyet!"

"Seriusan, Nyet?"

"Nara ...."

Arya belum menjawab pertanyaan dari Andre saat sebuah suara memanggil namanya. Ketiga lelaki yang masih berada di ambang pintu kelas menoleh dan melihat gadis berkacamata melambai.

"Masuk, masuk! Buruan masuk, Ndre!" ujar Arya sambil mendorong Andre

Ketiganya masuk secara bersamaan. Sial, Arya terjepit di antara kedua sahabatnya itu.

"Aa ..., aaa ..., Nyet, gue kegencet. Ndre maju! Kak Cio mundur!" perintah Arya pada keduanya.

Tidak ada pergerakan dari kedua sahabatnya, tetapi justru tubuhnya yang tertarik ke belakang. Mala, gadis berkacamata itu yang menarik dan meloloskan dirinya dari gencetan menyakitkan.

"Nara-ku nggak apa-apa? Ada yang sakit? Kalo masih sakit kenapa udah kuliah?"

"Mal, tangannya bisa dilepas nggak?" pinta Arya dengan nada pelan.

"Nara-cin 'kan masih sakit? Kalo oleng terus nyusruk, gimana?" ujar Mala sambil mengeratkan pelukan di lengan Arya.

Arya menghela napas, dia yakin Mala tidak akan melepaskan pelukan di lengannya. Lelaki itu memelas kepada Cio dan Andre berharap mereka bisa membebaskannya dari Mala. Sayang, keduanya justru melenggang dan meninggalkan Arya begitu saja.

Arya memasuki kelas diiringi dengan seluruh mata tertuju pada dirinya dan Mala. Wajah Arya merah padam menahan malu. Berkali-kali berusaha melepaskan tangan Mala, tetapi pelukan pada lengannya justru semakin erat.

"Nara-yang duduknya sama Mala, ya! Nanti kalo butuh apa-apa biar Mala yang bantu." Nara-ku, Nara-cin, Nara-yang, ketiganya adalah panggilan yang Mala khususkan untuk Arya.

"Mal, aku di belakang aja sama mereka," tunjuk Arya pada Andre dan Cio.

"No! Just stay here! Nara nggak tau kalo Mala kangen?"

"Udah deh turuti ae maunya apa, Ar! Selama nggak ada lo itu anak macem layangan putus. Ngalor-ngidhul nggak jelas!" ujar Uci si kutu buku.

"Uci aja paham sama Mala. Mala tanpa Nara itu hampa. Seharian nggak ketemu itu rasanya seperti udah kayak bertahun lamanya."

"Mal, bukannya lo sama Arya udah kelar, ya? Kok masih lo pepetin terus? Sini sama gue aja kalo si Arya udah nggak mau!" Indra mulai memancing keramaian.

"Kata siapa kita udahan? Mala masih sayang sama Nara! Iya 'kan, Nara-ku?" elak Mala.

Perempuan itu bisa dibilang masih polos. Rasa sayangnya pada Arya begitu besar. Dari yang dia ungkapkan Arya adalah cinta pertamanya. Arya ibarat makan buah simalakama, niat menerima Mala hanyalah untuk menyelamatkannya dari rasa malu.

Mala menyatakan cintanya terlebih dahulu di hadapan teman sekelas. Arya meng-iyakan permintaan Mala untuk menjadi kekasihnya. Namun, Arya justru dilingkupi rasa bersalah karena tidak benar-benar menaruh hati.

Kasihan, satu hal itu yang menjadi dasar jalinan kisah asmara mereka. Lambat laun, Arya sendiri yang merasa jahat. Dia ingin berbuat baik sekaligus menyakiti. Padahal pantang baginya menyakiti hati orang lain, apalagi hati seorang wanita.

"Mala, kita udah selesai."

"Nara yang bilang kita selesai, tapi nggak ada kata selesai bagi Mala."

Arya mengusap kasar wajahnya. Sekali lagi, rasa bersalah yang kemarin sudah mulai menghilang kini hadir lagi. Lelaki itu menyesali perbuatannya. Andai saja waktu bisa berputar tentunya dia akan mengulangi semuanya. Jika benar waktu bisa kembali, Arya akan memilih untuk jujur meski Mala harus menanggung malu.

🍃🍃🍃

Hey! Gimana kabarnya?
Semoga baik-baik saja.
Tetap jaga kesehatan, jangan sering begadang, istirahat yang cukup. 😙😙😙😙

ONE DAY ONE CHAPTER BATCH 3
#DAY7
Bondowoso, 01 Juli 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top