04 ~ Kesialan Berganda

Sederhananya, manusia dilahirkan untuk saling membantu.
Ketika mendapat hujatan itu bumbu pemanis.
Ketika dihina habis-habisan itu hanya bumbu tambahan
Ketika engkau diabaikan itu hanya pelengkap
Semua tergantung bagaimana logikamu mengendalikan hatimu
(Nararya Tirtakusuma)

🍃🍃🍃

Sekesal apapun Aren pada Arya, lelaki berzodiak virgo itu tak pernah tahan untuk tidak bertegur sapa dalam waktu yang lama. Pagi tadi dia mengabaikan Arya. Sekarang, sebelum mata kuliah terakhir selesai Aren sudah menunggu Arya di depan kelasnya.

Senja sudah mulai menampakkan jingganya. Sinar hangat matahari pun mulai turun ke peraduannya. Sepuluh menit lagi kelas Arya akan selesai. Aren memainkan ponsel pintarnya untuk membunuh sepi.

Dia melirik ke kelas di sebelah kanan, beberapa mahasiswa sudah berhamburan. Sebagian masih berbincang, tetapi tak sedikit juga yang langsung angkat kaki. Tak peduli pada dosen yang masih menata barang bawaannya.

"Bang!" seru Aren sambil melambaikan tangannya.

Arya menoleh dan membalas lambaian tangan. Binar di matanya tak bisa dia tutupi. Ada kelegaan tersendiri saat dia melihat Aren menunggunya untuk pulang bersama.

"Udah lama nungguin?" tanya Arya sambil menyambar helm yang disodorkan oleh Aren.

"Nggak sampe setengah jam. Laper nggak? Lagi pengen mie goreng, nih!"

"Idem ..., mie goreng Jln. Jawa, deh! Enak, murah, banyak," ujar Arya diiringi cengiran khasnya yang membuat kedua mata elangnya hilang dan menyisakan garis saja.

Aren mengangguk lalu melajukan motornya. Tentu dengan Arya yang sudah anteng di belakangnya. Aren memang tak suka melihat Arya yang selalu dimanfaatkan. Namun Aren lebih tak suka lagi melihat tawa sepupunya itu menghilang

🍃🍃🍃

Semalam, sepulang dari makan bersama sang sepupu, Arya masih menikmati waktu senggangnya. Bercerita pada Aren tentang jadwal untuk esok hari. Ada satu presentasi kelompok di jam kedua, kemudian pre-test dan post-test di jam terakhir.

Namun, rencana santai hanyalah wacana. Rega yang bertugas untuk membuat media presentasi mengirim pesan bahwa dia tidak bisa menyelesaikan tugas karena harus menjaga ibunya yang masuk rumah sakit.

Selamat begadang, Arya! Lupakan rencana bersantaimu. Bersantai memang hanyalah sebuah wacana, batin Arya. Akhirnya Arya menyanggupi untuk membuat media presentasi.

Pagi ini, setelah selesai salat Subuh, Arya kembali bergelung di bawah selimutnya. Hawa dingin terasa menusuk tubuhnya. Kepalanya juga terasa pening. Ini bukan vertigonya yang kambuh, tetapi ada yang salah dengan tubuhnya.

Sejak dia membuka mata, seluruh persendiannya terasa sangat nyeri. Kaki yang menyapa dinginnya lantai terasa sangat menyiksa. Apalagi saat dia bersentuhan dengan air, ngilu terasa menghampiri sekujur tubuhnya.

Alarm ponselnya sudah berdering sejak sepuluh menit yang lalu. Namun diabaikan oleh pemiliknya. Hingga sebuah ketukan di pintu memaksa Arya untuk bersuara menjawab pertanyaan Aren.

"Kuliah nggak, Bang? Apa mau libur?"

"Kuliah! Enak aja libur, tugas gue gimana? Gue siap-siap dulu!"Arya membangunkan tubuhnya dengan sedikit paksaan.

Akhirnya Arya menemukan ritme bagaimana supaya nyeri itu tak terasa. Dia bersiap dengan perlahan, berjalan menapaki tangga pun juga perlahan. Arya sudah mirip dengan kakek berusia 85 tahun yang menuruni tangga sambil membungkuk.

"Tumben alon-alon? Biasanya grusak-grusuk! Semalam tidur jam berapa? Lewat tengah malem lampu kamar lo masih nyala 'kan?" tanya Aren.

"Ngilu, tidurnya jam dua, makanya masih nyala lampu kamar."

"Ngapain aja? Bukannya tidur malah begadang." Aren terpancing untuk berdebat dengan abangnya.

"Media presentasi ga selesai, si Rega nungguin emaknya yang masuk RS. Dia juga bakal absen hari ini. Makanya gue yang selesaikan. Dah, berangkat yuk!" ajak Arya.

Kata-kata perdebatan yang sudah tersusun rapi di kepala Aren lenyap begitu saja begitu tangan Arya menariknya untuk segera berangkat kuliah. Tangan Arya terasa menghantarkan panas, seketika itu juga Aren menghempas kasar tangan abangnya.

"Lo demam, Bang! Nggak usah kuliah, ntar gue bilang Andre atau Kak Cio biar diizinkan ke dosen hari ini," desak Aren.

"Terus, gue bakal kehilangan tiga nilai sekaligus? Ogah!"

🍃🍃🍃

Andre dan Cio menatap iba pada Arya yang sedang menjadi pemateri utama. Sebagai pemateri utama dia lebih banyak berdiri daripada kelima teman sekelompoknya. Beberapa kali Arya bersandar pada papan selama teman-teman mengajukan pertanyaan.

Demamnya semakin terasa menganggu konsentrasinya. Belum lagi nyeri yang menghajarnya habis-habisan. Ingin rasanya dia glesotan dan duduk di lantai untuk mengistirahatkan tubuhnya barang sejenak saja.

"Demikan presentasi kelompok pertama pada hari ini, saya selaku moderator mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan saat penyampaian materi. Terima kasih atas waktunya, Wassalamu alaikum," ujar Anggi.

"Oke, give applause dulu untuk kelompok pertama." Gemuruh tepuk tangan mengisi ruang kelas. "Selanjutnya, sedikit review dari saya. Mas Arya? Kalau boleh saya bilang, seluruh rangkaian materi hari ini sangat baik, tapi sayangnya anda terlalu mendominasi. Apakah teman anda yang lain tidak turut andil dalam penyusunan materi?"

Arya mengedipkan mata elangnya lalu menoleh kepada teman kelompoknya. Dia ingin mengangguk sekaligus ingin menggeleng. Dia bimbang harus menjawab apa.

"Tidak apa-apa, akui saja. Dari cara anda menyampaikan materi kemudian cara teman-teman anda menjawab sangat terlihat jika andalah pemeran utama untuk presentasi kali ini. Saya bangga dengan mahasiswa yang bisa menguasai kelas saat presentasi, tetapi ada baiknya jika anda berbagi dengan yang lainnya."

Baru kali ini dosen menyindirnya. Kesan yang ada seperti Arya ingin menguasi presentasi. Padahal teman-temannya yang melemparkan kesempatan untuk menjawab semua pertanyaan dari kelompok lain.

Bukan hanya sekali Arya memberi kesempatan anggota kelompoknya untuk menjawab, tetapi mereka mengembalikan lagi pada Arya. Lalu di mana letak kesalahannya?

Arya menunduk berusaha menghindari tatapan dari teman-teman kelompoknya. Telinganya pun masih berfungsi dengan baik saat salah satu temannya itu berdesis dan mengucapkan kata 'carmuk'.

Sakit di tubuhnya tak lagi dirasakan. Sakit di hatinya justru lebih menyakitkan. Arya kembali ke tempat duduknya. Senyum getir ternyata masih menghiasi bibir pucatnya.

"Lo terbaik, Nyet! Presentasi lo keren bingit. Nggak usah diambil hati omongan si bapak." Andre menyambut Arya dengan tepukan pelan di bahunya.

"Ar, lo oke? Udah banjir keringet gitu," tanya Cio yang dijawab dengan anggukan.

"Nyet, Aren pesen, kalo emang nggak kuat balik aja. Atau mau gue anter balik?"

"Gue masih kuat!" jawab Arya sambil menelungkupkan kepalanya ke meja.

Sebelum Arya memasuki kelas, Aren sudah mengirim pesan pada Andre dan Cio perihal sakitnya sang abang. Berharap kedua sahabat abangnya itu bisa menjagakan hingga Arya berkata tak sanggup lagi.

Meski Aren tahu, mustahil bagi seorang Arya untuk berkata tak sanggup. Apalagi ada hal lain yang dirasa lebih penting dibandingkan kesehatannya sendiri.

🍃🍃🍃

"Arya ..., udahan kalo emang nggak kuat. Ayo gue anter balik!" Cio tampak khawatir melihat raut wajah Arya.

Arya menggelengkan kepalanya kala pening itu kembali datang. "Dikit lagi, Kak. Bentar udah kelar. Habis ini nggak ada kelas lagi 'kan?"

"Nyet, lo itu pinter, lo juga baek banget jadi mahasiswa. Bolos sekali dua kali karena sakit nggak bakal bikin lo tiba-tiba bego! Balik, gih!"

"Berisik lo, nyet!" timpal Arya pada Andre.

Arya lalu menyerahkan lembar jawaban post-test pada Cio. Helaan napas terdengar begitu kasar saat terembus dari mulutnya. Hawa panas juga menguar bahkan Andre duduk bersebelahan tak perlu menyentuh untuk tahu seberapa panas suhu tubuhnya.

"Nyet, kayaknya yah, kalo gue taruh telor di jidat lo bakal mateng dengan sempurna," bisik Andre pada Arya.

"Jangan digangguin, Ndre! Lo kerjain aja itu tugas, biarin Arya istirahat bentar."

Andre bungkam mendapat tatapan sengit dari Cio. Monyet berlesung pipi itu akhirnya mengalah dan fokus pada kerjaannya. Namun, sesekali dia melihat pergerakan sahabatnya.

Beberapa menit yang lalu Andre masih merasakan pergerakan dari Arya, tetapi saat diamati dengan seksama, sahabatnya itu tampak jauh lebih tenang.

"Kak ..., Kak Cio!"

"Apa?" jawab Cio ketus.

"Si monyet ini tidur apa pingsan, sih? Kok anteng banget, Kak?" tanya Andre sambil menoel-noel pipi Arya dengan perlahan.

🍃🍃🍃

Selamat malam! Selamat berjumpa lagi bersama Arya dan Aren!
Doa kita malam ini adalah semoga yang sedang sakit segera diangkat penyakitnya.
Semoga yang sedang sedih segera diberi bahagia.
Semoga yang nggak ada duit, bisa terisi dompetnya.
Semoga yang lagi jomlo segera menemukan hilalnya.
(Aamiin aja yang kenceng, siapa tahu ada malaikat, disampein ke Allah lalu diijabah doanya.)

ONE DAY ONE CHAPTER BATCH 3
#DAY4
Bondowoso, 28 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top