01 ~ Alarm
Dia menjadi dentang pelengkapku.
Menyadarkan lalu menemaniku setiap waktu.
Mengisi hariku tanpa keluh kesah.
Dialah Narendra Tirtakusuma
(Nararya Tirtakusuma)
🍃🍃🍃
"Bang, dah bangun belum?" tanya Aren sepelan mungkin.
Sejak kejadian tergulingnya sang abang dari tempat tidur hingga mendapat tujuh jahitan di pelipisnya, Aren mengubah kebiasaannya membangunkan Arya. Biasanya dia berteriak dari kamar atau dapur. Kini Aren menghampiri dan menepuk pelan lengan abangnya.
Sepuluh menit lagi waktu surup akan tiba, mari bagi yang belum melaksanakan salat Subuh, segeralah salat Subuh! Suara dari pengeras suara musola di lingkungan indekos memberikan peringatan.
"Bang, lo ada kelas jam awal! Nggak lupa 'kan?" bisik Aren ke telinga Arya.
Arya langsung saja membuka matanya, berdiri dengan gerakan tiba-tiba bahkan tanpa sengaja kakinya menginjak kaki sang adik.
Namun, belum tegak berdiri dia merasa sekelilingnya berputar. Tubuhnya limbung, jika tak ada Aren di hadapannya dan menahan kedua bahunya, maka dia akan menikmati lantai sebagai sarapan paginya kali ini.
"Udah berapa kali dibilangin, sih? Kalo bangun jangan dadakan, itu yang bikin vertigonya sering kumat. Heran deh, nggak ada kalem-kalemnya jadi laki!"
Aren yang biasanya irit bicara kepada orang lain akan berubah seperti ibu-ibu arisan yang berbincang tak ada habisnya jika sudah berhadapan dengan Arya.
"Kalem itu kerjaannya kaum lelembut! Kaum ciwi-ciwi. Laki mana ada yang kalem, bro?" ujar Arya sembari menormalkan sensasi komidi putar di kepalanya.
Mereka berdua bukan kembar, jangankan kembar identik. Kembar non-identik pun bukan. Kembar siam? Itu apalagi. Mereka adalah saudara sepupu dan sepersusuan yang besar bersama dan tak pernah berjauhan.
Sebenarnya Narendra Tirtakusuma lahir lebih dulu, baru delapan bulan kemudian Nararya Tirtakusuma yang lahir. Secara usia Aren lebih tua, tetapi kata keluarganya Arya lebih tua secara status.
Adat memang sering begitu karena ayah Arya anak pertama dan ibu Aren anak kedua, maka Arya adalah kakaknya. Jadilah abang-adik itu bertukar posisi.
Arya nyengir saat sensasi berputar di kepalanya sudah mereda. "Thank you so much, brother! Lo emang the best dah, gue mandi dulu." Arya berlalu dan bergegas menuju kamar mandi.
🍃🍃🍃
Jika berjalan berdampingan, mereka tampak mirip dari segala sisi. Mata tajam dan lirikan elang yang mereka miliki sanggup meruntuhkan pertahanan para pencari cinta. Alis yang sama tebalnya itu bak ulat bulu yang saling menantang.
Belum lagi dengan senyum yang manisnya benar-benar menggoda. Perbedaan yang terlihat nyata adalah tingginya. Arya lebih tinggi empat sentimeter dari Aren.
"Sarapan dulu!" Aren melirik abangnya yang terlihat sangat terburu-buru.
"Telat, ntar nyarap di kampus," jawab Arya sekenanya sambil berjalan menuju meja makan dan disambut dengan death glare dari Aren menolak untuk sarapan.
Melihat gelagat tak enak, dan tak ingin menjadi santapan adiknya, Arya bergegas duduk dan mengambil roti isi telur yang disiram madu, sarapan sederhana padat gizi ala Chef Aren.
Karena terburu-buru memakan roti isinya, roti isi yang seharusnya bersahabat justru berontak dan mogok untuk turun dari tenggorokan Arya. Dia tersedak dan kebingungan mencari minuman.
Aren mendesah, kesal melihat kelakuan abangnya. "Kebiasaan!" ujar Aren sambil menyodorkan segelas susu hangat ke hadapan Arya.
"Alhamdulillah, makasih Adek. Anterin yaa, motor Abang kehabisan bensin. Berangkat yuk!" ujar Arya sembari berdiri dan menggusak kepala adiknya.
🍃🍃🍃
"Nanti tungguin gue kalo mo balik."
"Siap bos, Abang 'kan selalu menanti!" Jawaban Arya mengundang delik mata dari Aren.
"Dasar, sarap! Inget soal taruhan kita?"
"Siapa yang bisa lulus duluan, dia berhak menjadi majikan selama tiga bulan penuh. Siapa pula yang mau jadi kacung? Tetap Abang yang bakal jadi majikannya. Percayalah!"
"Abang boleh ngimpi setinggi mungkin, asal jangan nangis pas jadi babu, malu sama umur!" balas Aren
"Cailagh! Si gula Aren mabok di pagi buta!" Arya kemudian mencolek dagu Aren.
Aren bergidik ngeri lalu tancap gas melarikan diri secepat mungkin dari abangnya. Sial! Si abang justru tertawa melihat reaksi dari adik sepupunya itu.
Smartphone di saku celananya berbunyi, dengan terburu-buru merogoh saku, dia melongo tak percaya saat pemberitahuan itu berasal dari nomor dosen yang mengajar di jam ke nol.
"Hufth! Sia-sia deh pasta gigi, sabun mandi, sabun wajah, parfum ama minyak rambut gue pagi ini." Arya menggerutu di sepanjang jalan menuju pelataran kampusnya.
"Kenapa ga bilang dari semalam sih kalo mo nitip tugas doang! Udah terlanjur sampe kampus lagi!"
Arya mengetikkan beberapa kata lalu dia kirim ke grup whatsapp kelas Pendidikan Bahasa Indonesia. Tinggal menunggu beberapa saat lagi dan gerombolan orang akan segera menghampirinya.
Selang beberapa menit, mulai tampak beberapa mahasiswa pun memasuki halaman gedung perkuliahan. Arya berusaha membuat wajahnya sedatar mungkin.
"Ehh, kuya! Kok masih di mari? Katanya Bu Hana udah di dalem, gimana sih?" yang bertanya adalah kakak tingkat yang mengulang mata kuliah Sastra Indonesia.
"Bentaran kak, gue disuruh ngumpulin anak-anak dulu baru boleh masuk!" ujar Arya
"Ya udah, buruan hubungin yang lain, gih!" ujar Cio sang kakak kelas
"Udah kak, noohhh mereka udah pada lari pagi sebelum gue suruh!" Arya menahan tawanya
"Heh, mana bu Hana?" Uci si kutu buku langsung bertanya setelah menetralkan nafas akibat lari paginya kali ini.
"Nah, udah pada ngumpul 'kan? Jan lupa cek hp kalian, gue tinggal ke toilet dulu deh, bye!" Arya kemudin berlari ke belakang gedung FKIP.
Belum jauh Arya pergi, suara hp bersahut-sahutan, kompak mereka membukanya bersama.
Arya_Ketua_Kelas
Guys, ini tugas dari bu Hana, beliau gak bisa hadir hari ini.
Berhubung gue udah di kampus
ga mungkin dong gue sendirian nikmatin sehari tanpa Bu Hana?
Wkwkwkww jangan lupa kerjain!
Gue tunggu sampai jam 12 via email yess...!
TTD
K3 (Ketua Kelas Keren)
Nararya Tirtakusuma
"Arya!" koor indah anak Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) membahana di pelataran kampus.
"Sialan si Arya, mending gue molor kalo gitu, awas saja tuh bocah!"
"Si Arya maahhh, iseng!"
"Arya! Gue udah dandan gini, dasar kunyukkk!"
"Awas lo ya, gue bejek-bejek kalo ketemu!"
"Haah, tuh anak lagi kumat isengnya."
Hampir seluruh teman seangkatannya mengumpat, berteriak, menghentak-hentakkan kaki karena kesal dengan tingkah Arya, sementara Arya hanya terkikik melihat tingkah teman seangkatannya.
Lelaki itu menghentikan langkahnya sejenak lalu mengintip kerumunan yang sudah mulai terurai. Sebagian masih memasang wajah sebal, yang lainnya sudah tertawa terbahak karena sekali lagi Arya berhasil membuat mereka kesal sampai ubun-ubun.
Ketua kelas PBI itu akhirnya menuju ruang perpustakaan untuk mengerjakan tugasnya. Tak lupa dia mengabari sang adik di mana dia berada.
Arya bergelut dengan tugas yang diberikan oleh Bu Hana, dosen cantik yang terkenal killer, disiplin dan tak pernah pilih kasih. Dia pun menunggu tugas dari teman-temannya.
Meski sering iseng, Arya tetap disegani karena ketegasan dan kepandaiannya. Tak salah teman-temannya mendaulat dia untuk menjadi Ketua Kelas PBI angkatan 2018.
Beberapa tanda pesan masuk terdengar dari laptopnya. Pertanda beberapa temannya pun sudah rampung mengerjakan.
"Alhamdulillah kelar juga" Arya menyandarkan punggungnya pada sadaran kursi.
Lelah? Pasti, belum lagi dia harus meng-handle dan memastikan tugas temannya itu sudah rapi, dan masuk dalam satu folder sebelum ia kirim pada Dosen cantiknya.
Arya berniat rehat sejenak sebelum Aren menjemput untuk makan siang. Namun istirahatnya terganggu saat bahunya ditepuk dengan keras. Sang pemilik bahu itu menoleh dan melongo.
"Ma-Mala? Ngapain lo di sini?" tanya Arya dengan gugup.
🍃🍃🍃
Hai! Bagaimana kabar kalian?
Tetap jaga kesehatan yaa!
Aku kembali dengan cerita lama yang diperbaharui.
Cerita ini akan menemani kalian selama 30 hari ke depan.
Jangan bosan, ya!
ONE DAY ONE CHAPTER BATCH 3
#DAY1
Bondowoso, 25 Juni 2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top