제 6 회
"60 seconds is enough for this story.
You have entered my heart.
I don't doubt that you have taken me in this not-so-short time."
(Kim Sunggyu - 60 Seconds)
***
Ting tong
Bunyi bel berkali-kali membuat tidur Woohyun terganggu. Bel itu terus saja berbunyi. Woohyun mencoba untuk menyadarkan pikirannya. Memfokuskan retinanya agar bisa melihat dengan jelas. “Ah, aku tertidur disini.” gumamnya, ketika mendapati dirinya sendiri tengah terduduk diatas lantai ruang rahasia didalam kamarnya.
Woohyun mencoba untuk membangkitkan tubuhnya. Berjalan menuruni anak tangga satu persatu dengan langkah gontai menuju pintu rumah.
Seseorang diluar sana masih terus memencet bel dengan tidak sabar, dan membuat telinga Woohyun sakit. Woohyun menyalakan layar intercom yang memperlihatkan sosok yeoja yang akhir-akhir ini mulai mengusai pikirannya. “Mau apa dia pagi-pagi kesini?” gumamnya bingung sekaligus kesal.
Tanpa menunggu waktu lagi, Woohyun segera membukakan pintu tersebut. Menyembulkan kepalanya dari balik pintu. “Wae?” tanyanya sedikit kesal. Sementara Chorong hanya bisa menghela napasnya kasar. Ia sudah mulai terbiasa dengan sikap dingin bos nya itu.
“Igeo. Aku membuatkan sarapan untukmu, Naeun dan juga Myungsoo.” ujar Chorong, sambil memberikan sebuah kotak bekal yang terbuat dari kayu yang disusun empat lapis. “Sebagai tanda terima kasih untuk sepatu itu.” sambungnya, mencoba untuk menjelaskan agar tidak terjadi kesalahpahaman, karena raut wajah Woohyun yang saat ini mulai terlihat bingung, dan itu menjengkelkan untuknya.
Woohyun menghela napasnya. “Tidak perlu. Kami tidak biasa sarapan.” ujar Woohyun dingin. Masih belum beranjak dari posisinya yang hanya memperlihatkan separuh tubuhnya saja dibalik pintu. Enggan untuk mempersilahkan Chorong untuk masuk kedalam.
“Ah, molla. Terserah kau saja.” Chorong mulai kesal. Ia lalu meninggalkan begitu saja kotak bekal itu didepan pintu. Meninggalkan rumah itu dengan langkah panjang. Sambil terus mendumel tidak jelas, sementara Woohyun hanya bisa tersenyum cerah. Rupanya ia sangat menikmati melihat wajah kesal Chorong yang membuat yeoja cantik itu terlihat lebih mempesona dimata Woohyun.
“Tidak baik menolak makanan, bukankah begitu?” ujar Woohyun pelan sambil tersenyum, lalu mengambil kotak bekal tersebut dan membawanya masuk kedalam rumah.
Woohyun meletakkan makanan itu diatas meja makan. Mengambil sendok, serta menuangkan minuman favoritnya kedalam gelas berkaki tinggi. Darah domba segar yang ia masukkan kedalam lemari pendingin.
“Ah, andai saja indra pengecapku tidak hilang. Aku penasaran dengan rasa masakan yang Chorong buat.” keluh Woohyun, ketika membuka kotak itu satu per satu. Ada telur gulung, kimbab, kimchi dan sup ikan. Uapnya bahkan masih mengepul diudara. Menandakan kalau makanan itu masih baru.
“Oppa, bau apa ini?” Naeun berjalan menuruni anak tangga sambil berteriak, ketika tidurnya terganggu karena aroma masakan yang Chorong bawakan untuk mereka.
Woohyun mengalihkan pandangannya pada Naeun. Ia mengernyitkan dahinya bingung. Tidak biasanya Naeun keluar dari dalam kamarnya dipagi hari seperti ini, karena biasanya Naeun akan keluar saat waktunya untuk pergi bekerja dikafe setelah ia membukakan kunci yang menutup pintu Naeun. “Naeun-ah, kau keluar dari kamar?”
Naeun melirik Woohyun sebal, lalu kembali fokus menatap sup ikan itu yang uapnya masih terus mengepul diudara dengan senyum cerah. “Aku juga tidak tahu. Sepertinya Myungsoo Oppa lupa mengunci kamarku.” ungkapnya jujur, lalu menarik kotak sup itu lebih mendekat kearahnya. Ia tidak memakannya, karena ia pikir itu akan percuma, toh ia tidak bisa merasakan kenikmatan rasa sup itu. Ia hanya bisa menghirup aromanya saja, dan itu sudah cukup untuk meningkatkan mood Naeun pagi ini.
“Aneh. Tidak biasanya Myungsoo seperti itu. apa dia sudah mulai membiarkanmu bebas?” tanya Woohyun bingung.
“Molla, oppa. Aku tidak peduli.”
Woohyun meneguk habis minumannya, lalu memasukkan kimbab itu kedalam mulutnya satu per satu, mencoba untuk membayangkan rasanya, meski itu tetap saja percuma. “Ah, dimana Myungsoo? Aku tidak melihatnya. Dikamarpun sepertinya tidak ada, karena pintu kamarnya terbuka.” Woohyun kembali membuka suara.
Naeun membuka kedua matanya yang terpejam. Raut wajahnya berubah menjadi kesal. “Semalam dia mendapatka telpon dari Bomi Eonni, kalau Eunji Eonni sedang dirawat dirumah sakit. Karena itu dia langsung pergi begitu saja setelah kami tiba dirumah.” jelas Naeun dengan wajah kesal.
Kedua netra Woohyun melebar. “Mwo? Eunji dirawat? Gawat. Myungsoo bisa hilang akal kalau seperti ini.” ujar Woohyun panik.
Woohyun segera berlari keluar rumah setelah membawa coat coklatnya dan kunci mobil. Ia tidak peduli dengan pakaiannya yang terlihat kusut, karena sejak kemarin, ia tidak mengganti pakaiannya. Ia memacu mobilnya dengan cepat, agar segera tiba dirumah sakit.
Dengan perasaan khawatir, Woohyun terus menambahkan kecepatan mobilnya. Woohyun tahu semua masa lalu Myungsoo. Termasuk hubungannya dengan Eunji dimasa lalu. Itu juga yang membuatnya selalu berusaha untuk bersikap baik kepada Eunji, karena rasa bersalahnya dimasa lalu yang telah merenggut Myungsoo secara paksa dari hidupnya. Menyita semua waktu Myungsoo untuk mengurusnya saat appa-nya meninggal. Woohyun sungguh sangat menyesal akan hal itu, terlebih lagi, ia tidak bisa mengembalikan Myungsoo yang dulu kepada Eunji, karena segalanya telah berubah. Termasuk status Myungsoo yang bukan lagi manusia.
Eunji memang tidak tahu apa-apa tentang Woohyun, karena Myungsoo dulu selalu merahasiakan kegiatannya dirumah besar milik keluarga Nam. Myungsoo hanya bilang kalau dia sedang melakukan penelitian bersama salah satu temannya, dan seperti biasa, Eunji mempercayai itu. Eunji pikir kalau itu adalah urusan pribadi Myungsoo, dan dia tidak berhak untuk ikut campur, sekalipun ia adalah kekasihnya. Eunji memang yeoja yang terlalu baik.
Woohyun memarkirkan mobil Audi hitamnya itu asal dihalaman rumah sakit. Berlari kedalam rumah sakit dengan kaki telanjang, karena Woohyun tidak sempat memakai sepatunya, atau mungkin lupa. Karena ia benar-benar khawatir dengan kondisi Myungsoo saat ini.
Ia menghentikan langkahnya, ketika netranya melihat pergerakan seorang yeoja cantik dengan pakaian serba putih. “Bomi-ssi!” teriak Woohyun keras. Membuat beberapa penghuni rumah sakit pagi itu melihat kearah Woohyun dengan tatapan bingung. Woohyun sama sekali tidak memperdulikan hal itu, ia kembali berjalan cepat menghampiri yeoja cantik itu.
“Bomi-ssi. Dimana Myungsoo?” tanya Woohyun tanpa basa basi lagi.
Bomi memperhatikan Woohyun dengan heran. Tidak biasanya namja yang terkenal perfect itu, kini terlihat begitu berantakan. Kaos putih kusut yang dibalut coat coklat tengah melapisi tubuhnya. Rambutnya mencuat kesana-sini. Kakinya telanjang, dan itu aneh. “Ne?” ujar Bomi bingung.
“Myungsoo, kemana dia? Semalaman dia tidak pulang.” Woohyun mulai emosi pada yeoja yang tengah berdiri dihadapannya. Kalau saja dia bukan sahabat baik Myungsoo, Woohyun pasti sudah membuatnya menjadi kudapan yang nikmat.
“Ah, Dokter Myungsoo? Tadi subuh dia pergi. Dia hanya menitipkan pasien bernama Jung Eunji itu padaku, lalu berlari begitu saja keluar dari rumah sakit sambil menangis. Aku sudah mencoba untuk menghubunginya, tapi ponselnya tidak aktif.” jelas Bomi panjang lebar.
Woohyun mengacak surainya kasar. “Arghh, kemana bocah itu. Sial.” umpatnya kesal. Sementara Bomi hanya bisa memperhatikan Woohyun dengan raut wajah bingung.
“Baiklah, Bomi-ssi. Terima kasih. Tolong jaga Eunji baik-baik.” Woohyun menepukkan tangan kanannya dibahu Bomi, lalu segera pergi keluar rumah sakit setengah berlari. Bomi hanya bisa tersenyum. Memperhatikan namja itu yang berlari semakin menjauh darinya. “Meskipun dia terlihat berantakan, tapi wajah tampannya tidak pernah berubah.” Bomi membatin, lalu segera melangkahkan kakinya menuju kamar rawat Eunji.
Suster cantik itu membuka pintu geser kamar rawat Eunji pelan. Berjalan memasuki kamar tersebut sambil menenteng sebuah papan yang diatasnya terdapat beberapa lembar kertas untuk mencatat hasil pemeriksaan pasiennya pagi ini.
“Selamat pagi, Eunji-ssi. Bagaimana keadaanmu hari ini?” sapa Bomi ramah. Ketika melihat Eunji sudah terbangun dari tidurnya dan tengah duduk terdiam diatas kasurnya.
Eunji mengalihkan pandangannya kearah suster cantik itu. “Pagi, Suster. Aku sudah lebih baik sekarang.” jawab Eunji pelan.
Bomi mulai mengecek keadaan Eunji. Mulai dari suhu tubuhnya, serta mengecek selang infusnya. “Sepertinya dokter akan memperbolehkanmu pulang hari ini.” ujar Bomi tersenyum. Sementara Eunji tidak menjawab, hanya tersenyum.
Pengecekan selesai. Bomi kini berdiri tegak tepat disisi Eunji. “Ah, semalam aku menghubungi Dokter Myungsoo untuk menandatangani lembar khusus keluarga, karena kau tinggal sendirian disini.”
Eunji mengernyitkan keningnya bingung. “Myungsoo? Kim Myungsoo?” tanyanya ragu.
“Ne. Aku sempat bingung harus menghubungi siapa semalam. Tapi saat melihat ada nama Myungsoo dikontakmu, aku langsung menghubunginya. Kau tahu, dia panik sekali saat tahu kau dirawat disini. Dia sampai menangis. Apa kau yeoja chingu-nya?” Bomi mulai berbicara panjang lebar. Sungguh, ia sangat penasaran akan hubungan antara sahabatnya itu dengan pasiennya ini. Tidak biasanya Myungsoo seperti itu. Myungsoo selalu tertutup padanya kalau urusan yeoja.
Eunji menggelengkan kepalanya. “Ah, bukan. Aku hanya karyawan ditempat hyung-nya.” tukas Eunji singkat.
Bomi menganggukkan kepalanya, pertanda mengerti. Meskipun ia masih sedikit bingung dengan sikap Myungsoo yang seakan-akan menganggap kalau yeoja ini sangat penting didalam hidupnya, namun Bomi tidak ingin mengorek informasi itu lebih dalam. Mungkin saja Myungsoo memang tidak ingin masalah percintaannya tersebar kemana-mana.
“Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu, Eunji-ssi. Suster lainnya akan segera datang dan membawakanmu sarapan.” pamit Bomi sopan. Eunji hanya menganggukkan kepalanya saja. Keningnya masih berkerut bingung. Sementara Bomi sudah menghilang dari ruangan itu.
Eunji kembali membaringkan tubuhnya diatas kasur. Kembali memikirkan ucapan Suster tadi. “Myungsoo, menangis?” Eunji terkikik sebentar. “Itu sepertinya mustahil.”
“Semalam aku bermimpi bertemu dengan Minho. Apakah namja didalam mimpiku itu adalah Myungsoo? Ah, sebenarnya aku ini kenapa? Mereka berdua memang sangat mirip. Tapi dia bukan Minho. Minho sudah pergi.” tanpa disadari, airmatanya jatuh menetes begitu saja saat kalimat terakhirnya terucap dari mulutnya.
Perasaan Eunji saat ini sungguh sangat tidak karuan. Seperti fantasy, tapi Eunji benar-benar merasakan kehangatan itu. kehangatan saat ia memeluk Minho semalam. Bahkan Minho membuatnya lebih tenang saat ketakutan itu kembali datang menghampirinya. Eunji masih terus menangis. Ia sungguh merindukan Minho didalam kehidupannya. Andai saja ia memiliki keberanian untuk bunuh diri dan menyusul Minho disana.
Tidak ada lagi yang Eunji miliki didunia ini. Orang tuanya, sahabat ataupun kekasihnya. Eunji sungguh sangat kesepian. Eunji bukanlah yeoja beruntung yang memiliki banyak kasih sayang seperti kebanyakan orang lainnya. Meskipun saat ini tinggal dirumah yang cukup besar, namun kalau ia hanya sendiri disana, apa artinya? Ia hanya merasa kesepian.
Minho, satu-satunya namja yang mampu mengangkat kebahagiaan didalam hidup Eunji, namun begitu teganya ia pergi meninggalkan Eunji dengan tragis. Eunji masih belum bisa melupakan kejadian itu. kecelakaan mengenaskan itu.
“Minho-ya, aku merindukanmu. Sangat.” gumamnya disela tangisnya.
***
Sementara itu, Myungsoo tengah duduk terdiam didalam mobil Hyundai hitamnya. Pandangannya menatap kosong jalanan sepi dipinggiran Sungai Han. Matanya lurus menatap arus sungai yang berjalan tenang. Semalaman ia memarkirkan mobilnya disana. Terus menatap hal yang sama hingga detik ini.
Ada bekas jejak air mata dipipinya. Rambutnya nampak kusut. Begitupun pakaiannya. Myungsoo menarik kedua kakinya keatas jok mobil. Memeluknya dengan begitu erat. Menenggelamkan wajahnya disana. Ia kembali menangis.
Sungguh, sebenarnya ia ingin kembali kerumah sakit dan melihat keadaan yeoja yang sangat dicintainya itu, namun ia tidak memiliki keberanian sedikitpun. Ia hanya tidak ingin membiarkan perasaanya ini membawanya pada kenyataan yang sungguh menyakitkan. Karena memang nyatanya, ia sudah tidak lagi memiliki hak untuk mendekati Eunji. Minho sudah meninggal. Myungsoo tidak memiliki hak untuk menggantikan posisi Minho dihati Eunji.
“Eunji-ya, mianhae. Aku begitu bodoh, hingga tidak bisa melindungimu. Mianhae.” Myungsoo kembali menggumamkan hal yang sama. Ia sungguh sangat menyesal, membiarkan Eunji menjalani sisa hidupnya seperti itu. Berlarut-larut dalam kesedihan karena kepergian dirinya.
Duk duk duk
Suara ketukan dijendela mobilnya mengganggu aktifitas menangis Myungsoo. Ia memutar pandangannya kesamping. Ada Woohyun disana. Dengan ekspresi wajah yang sulit untuk dijelaskan, dan Myungsoo tidak menyukai raut wajah itu, karena itu artinya, telinganya kan panas karena mendapatkan ceramah panjang lebar.
Myungsoo menurunkan kaca jendela mobilnya, namun tidak ada niatan untuk turun dari sana. “Wae, hyung?” tanyanya tenang. Seperti tanpa dosa.
“Yak! Palli nawa!” ujar Woohyun ketus.
Myungsoo menggelengkan kepalanya. Ia kembali menaikkan kaca jendela mobilnya, karena takut dengan amukan Woohyun yang akan membuat telinganya sakit.
“Yak! Yak! Yak! Buka pintunya.” Woohyun semakin meninggikan suaranya. Terus mengetuk-ngetuk jendela mobil Myungsoo. “Myungsoo-ya. Cepat keluar, atau aku akan menendangmu keluar dari rumah dan membawa kabur Eunji.”
Mendengar ancaman Woohyun yang terdengar tidak main-main, Myungsoo segera membuka kunci mobil, dan keluar dari dalam sana. Berdiri sambil tertunduk takut tepat dihadapan Woohyun yang saat itu sudah meletakkan kedua tangannya diatas pinggang.
“Apa yang kau lakukan semalam?” tanya Woohyun pelan. ia berusaha untuk mengintrol emosinya, karena itu tidak baik untuknya. “Cepat jawab, selagi aku masih bisa bertanya dengan halus.” Sambungnya.
Myungsoo mulai bersikap gusar. Ia takut untuk menatap mata hyungnya itu. “Mianhae, hyung. Semalam aku hanya pergi kerumah sakit untuk melihat kondisi Eunji yang sedang memburuk.”
“Kenapa kau tidak pulang? Apa yang kau lakukan ditempat ini? Kau masih belum bisa move on?” Woohyun terus melontarkan pertanyaan yang membuat Myungsoo semakinn kesulitan untuk menelan salivanya sendiri.
“Aku hanya takut terjadi apa-apa dengannya, hyung. Dia syok berat karena kejadian semalam.”
“Myungsoo-ya. Jangan lakukan itu lagi. Jangan terlalu peduli dengan Eunji, atau kau akan ketahuan. Kau bukan lagi Minho. Minho sudah mati. Lima tahun yang lalu. Jangan membuat yeoja itu bingung dengan sikapmu yang seperti ini. Bagaimanapun juga, dia manusia. Bukan vampire seperti kita.” jelas Woohyun panjang lebar.
Myungsoo masih tertunduk. “Hyung, aku menyesal menjadi seperti ini. Aku lebih senang kalau aku mati, dan tidak perlu lagi melihat Eunji yang hidup menderita seperti itu.”
“Myungsoo-ya. Bertahanlah. Eunji pasti akan baik-baik saja kalau kau tidak lagi ikut campur didalam hidupnya. Ingat tujuan kita.”
Myungsoo memberanikan dirinya untuk menatap Woohyun langsung. “Ini ambisimu, hyung. Bukan ambisiku. Aku hanya membantumu membalaskan dendammu pada mereka.” Myungsoo mulai marah. Ia sungguh merasa kesal. Kenapa ia harus ikut terlibat dengan masalah ini begitu jauh. Hingga ia mengabaikan kebahagianya sendiri. Mengabaikan perasaannya kepada yeoja itu.
“Myungsoo-ya. Kenapa kau seperti ini? Jebal, jangan seperti ini.”
“Aku lelah, hyung. Aku lelah karena selalu saja menolongmu. Memberikan segalanya kepadamu. Waktuku, pikiranku, bahkan kehidupanku.” Myungsoo terus saja berteriak dihadapan Woohyun yang Nampak terkejut mendengar apa yang sudah Myungsoo ungkapkan. Pikirannya terasa membeku. Lidahnya kelu, dan ia tidak tahu harus bereaksi apa atas kenyataan yang Myungsoo utarakan. Woohyun tidak bisa berkelit, karena memang itulah kenyataannya.
Tanpa berpikir panjang, Woohyun lantas pergi dari hadapan Myungsoo dengan raut wajah sedih. Mengendarai Audi hitamnya dengan kecepatan yang sangat kencang.
Myungsoo kembali terdiam. Perasaannya serasa teriris, ketika pandangannya melihat hyung-nya yang terlihat sama berantakannya dengan dirinya. Kakinya yang telanjang, lebih membuat perasaannya sakit. Woohyun terlalu mengkhawatirkannya hingga lupa untuk mengurus dirinya sendiri.
Antara cinta dan persaudaraan, Myungsoo dilemma. Keduanya menduduki posisi puncak didalam pikiran Myungsoo. Soal Naeun? Myungsoo sebenarnya tidak mencintai Naeun dengan sepenuh hatinya. Seperti hanya pengalihan pikirannya saja, ketika ia kembali merindukan Eunji. Menyedihkan, bukan?
Langkah kembali membawa tubuhnya masuk kedalam mobil. Memasang seat-belt nya, lalu menyalakan mesin mobil. Menjalankannya menuju rumah. Ia menyesal karena sudah berkata kasar kepada hyung-nya. Ia sudah hilang kendali. Woohyun benar, ini bukan lagi soal dirinya dan Eunji, karena hubungan mereka sudah tak lagi terikat semenjak dirinya dinyatakan meninggal oleh dokter lima tahun lalu.
Ia menekan perasaanya sendiri agar tidak terlalu jauh terbawa arus perasaan yang masih tersisa dimasa lalu untuk Eunji. Bagaimanapun juga, ini adalah kehidupan barunya. Ia harus memikirkan perasaan hyung-nya dan Naeun. Ia tidak bisa egois untuk menyikapi masalah ini, toh Eunji pasti akan baik-baik saja, karena Eunji bukan yeoja yang lemah.
Mobilnya terparkir didepan rumah besarnya. Sudah ada mobil Woohyun disana, dan Myungsoo yakin, Woohyun pasti ada didalam.
Ia melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam rumah. Ada Woohyun disana. Tengah duduk terdiam diatas sofa diruang tamu. Naeun berjalan menghampiri dari arah dapur sambil membawa nampan berisikan segelas minuman favorit Woohyun.
Naeun menghentikan langkahnya, ketika menyadari kehadiran Myungsoo. Tatapannya berubah tajam pada namja tampan itu. Myungsoo tahu, kalau Naeun sedang marah. Naeun meletakkan gelas tersebut diatas meja, lalu kembali melangkahkan kakinya kedapur.
Myungsoo memberanikan dirinya untuk duduk disamping Woohyun, yang masih terdiam. Seolah tidak menyadari kehadiran Myungsoo disampingnya. “Mianhae, hyung.” ujar Myungsoo pelan. Sementara Woohyun masih bungkam. Tidak mau sama sekali mengalihkann pandangannya untuk menatap myungsoo.
“Ah, hyung ... mianhae.” Myungsoo masih mencoba untuk membujuk Woohyun agar mau memaafkannya.
“Myungsoo-ya.”
Myungsoo sedikit tersenyum, lalu menegakkan pandangannya. Menatap Woohyun lamat-lamat. “Ne, hyung?”
“Myungsoo-ya. Mereka sudah kembali.”
Kedua netra Myungsoo membulat. Napasnya seakan tercekat. Ia bingung harus bereaksi bagaimana. Haruskah ia ketakutan, atau bahagia karena apa yang selama ini mereka cari-cari akhirnya mulai menampakkan diri.
***
TBC
Eakkkkkk, tbc lagi... 😁
Btw, ada yg tau apa yang tiba-tiba muncul dan membuat Woohyun n Myungsoo seperti itu?
Hohohhh, yg bisa jawab, kalian hebat.
Well, jangan lupa tinggalkan jejak kalian yeoreobun... 😘❤
Salam,
Aurelia
24 Maret 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top