제 17 회

"When I think about you, tears fall.
Because I'm thankful for you,
for always staying by my side.
When I look at you, my heart races.
Because I see the bright light,
that shines in front of me."
(INFINITE - Together)
***




"Woohyun-ah. Kau sudah sadar?"

Sudah dua hari setelah kejadian itu. Woohyun akhirnya tersadar dari tidur panjangnya. Membuat Chorong begitu resah dan khawatir.

Di sinilah Chorong sekarang. Duduk di sebuah kursi yang ia letakkan tepat di samping ranjang king size milik Woohyun. Terus menunggu dengan perasaan was-was. Berharap namja itu segera tersadar.

Chorong hampir gila, karena ia tidak pernah berhenti menangis. Membuat kedua matanya kini membengkak. Namun senyum di wajahnya kini kembali mengembang, ketika Woohyun tengah mengerjapkan kedua matanya. Membiasakan matanya menerima cahaya sinar mentari pagi yang terasa begitu menyilaukan.

"Ah, ada apa denganku?" keluh Woohyun sedikit. Ia memegangi kepalanya yang terasa begitu sakit. Punggung tangannya masih tertancap dengan sebuah jarum dari selang yang terhubung pada kantong darah, untuk memberikan asupan darah bagi tubuhnya yang nampak lesu dan pucat.

Chorong bergerak lebih mendekat. Membantu namja itu untuk menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang.

"Kau tau, kau membuatku benar-benar ketakutan." ujar Chorong. Ia kembali menangis kali ini.

Woohyun sedikit tersenyum. Yeoja-nya ternyata baik-baik saja. Iapun langsung membawa tubuh yeoja-nya ke dalam pelukannya. "Aku baik-baik saja, Chorong-ah. Kau lihat sendiri, kan?" Woohyun terus mengelus punggung Chorong. Berharap yeoja itu segera menghentikan tangisnya, karena itu sangat melukai perasaannya.

"Jangan pernah tinggalkan aku. Aku hampir mati, melihatmu tidak sadarkan diri selama dua hari." Chorong terus menggerutu. Memukul-mukul punggung Woohyun pelan. "Nappeun namja!"

Woohyun terkekeh sebentar. "Arasseo." Ia melepaskan pelukannya. Membuat sedikit jarak di antara keduanya. "Berjanjilah, untuk tidak berbuat nekat seperti itu. Kau juga membuatku takut, Chorong-ah. Aku benar-benar takut, kalau aku gagal melindungimu." Woohyun kini tertunduk sedih. Menangkup kedua tangan Chorong, di mana salah satunya masih dibebat perban.

"Igeo bwa. Tangan mulusmu menjadi seperti ini. Hah, aku tidak menyukainya." Woohyun mengelus tangan Chorong yang diperban. "Apa ini sakit?" ia menegakkan pandangannya. Menatap manik hitam yang masih terlihat sembab.

Chorong menggeleng. "Ani. Myungsoo sudah merawatku dengan baik. Dia sudah menjahit lukanya, dan sekarang baik-baik saja."

"Jinjja? Apakah dia bersikap baik padamu?"

"Tentu saja. Dia tidak akan berani melukaiku, karena kau ada di sini berasamaku." Chorong kembali menghamburkan tubuhnya untuk mendekap tubuh Woohyun. Ah, dia benar-benar merindukan namja-nya.

Tok tok

Suara ketukan pada pintu membuat mereka berdua segera melepaskan pelukan hangat tersebut. Ada Myungsoo dan Naeun di sana. Tengah berdiri sambil tertawa geli.

"Yak, kalian mengganggu saja." omel Woohyun kesal.

Myungsoo dan Naeun lantas melangkahkan kedua kakinya untuk masuk. "Oh, Woohyun Hyung yang menyebalkan sudah kembali rupanya." ejek Myungsoo.

Woohyun berdecih. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya.

"Aku baik-baik saja, hyung. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku."

"Eomma-mu dan Eunji, bagaimana kabar mereka?" Woohyun kembali melontarkan pertanyaannya.

"Mereka tidak apa-apa. Eomma untuk sementara tinggal bersama Eunji. Sepertinya dia masih trauma." Myungsoo tertunduk sedih. Mengingat bagaimana raut wajah ketakutan yeoja tua tersebut. Hatinya terasa begitu sesak ketika kembali melihat raut wajah itu.

Naeun mengulurkan tangannya. Mengelus pelan bahu Myungsoo. Memberikannya kekuatan dan semangat. Myungsoopun mengangkat wajahnya. Memandang wajah cantik tersebut sambil tersenyum.

"Apakah mereka kembali datang?"

Myungsoo kembali menatap manik hitam Woohyun. "Ani. Kau sudah mematahkan tangan salah satu dari mereka. Sepertinya mereka tidak akan datang dalam waktu dekat ini." jelas Myungsoo.

"Kau benar. Sebaiknya kita lebih berhati-hati lagi. Mereka semakin memupuk dendam pada kita."

Myungsoo menganggukkan kepalanya. "Baiklah, hyung. Ah, Chorong-ssi. Kau harus mengganti perbannya. Aku akan memeriksa lagi lukamu." ujar Myungsoo. Iapun lalu keluar dari dalam kamar Woohyun. Diikuti Chorong di belakangnya. Meninggalkan Woohyun bersama Naeun di dalam sana.

"Chorong-ssi, untuk sementara waktu, kau tidak boleh keluar rumah ini saat malam hari. Kau tidak perlu bekerja. Tinggal saja di sini bersama kami." ujar Myungsoo, begitu keduanya sudah memasuki kamar milik Myungsoo.

Chorong mengernyit heran. "Wae?"

"Kau masih bertanya?" Myungsoo mulai meninggikan suaranya. Ia mulai kesal rupanya. "Mereka akan selalu mengincarmu. Aku tidak ingin Woohyun Hyung selalu mengawasimu. Dipun perlu waktu untuk istirahat. Kumohon, jangan membuat Woohyun Hyung menjadi lebih khawatir dengan sikapmu yang terkadang ceroboh itu." lanjutnya. Masih dengan nada yang ditinggikan.

Chorong bungkam. Perasaannya terasa begitu sakit, begitu mendengar apa yang Myungsoo sampaikan. Ia menyadari hal itu. Ia sudah membuat Woohyun menjadi seperti ini. Ia terlalu gegabah saat itu. Membuat Woohyun mengamuk dan menguras energinya habis-habisan, karena tidak ingin dirinya terluka.

Myungsoo mulai membuka perban lama yang membebat luka Chorong. Lukanya sudah mulai mengering. Iapun mengolesi krim luka, lalu kembali membebat luka tersebut dengan perban baru. "Apa kau mengerti dengan apa yang baru saja aku ucapkan?"

Chorong menganggukkan kepalanya lemas. "Ne. aku mengerti. Aku tidak akan melakukan hal yang bodoh lagi mulai saat ini." ujar Chorong.

Myungsoo tersenyum, begitupun dengan Chorong. Yeoja cantik itupun segera melangkahkan kedua kakinya keluar dari kamar tersebut.

Chorong menyenderkan tubuhnya pada pintu kamar Myungsoo yang baru saja ia tutup. Senyumnya pudar. Berganti dengan raut wajah yang sedih. "Mianhae, Woohyun-ah. Aku sudah membuat hidupmu lebih sulit." batinnya.

***

Malam sudah sampai di puncaknya. Namun Eunji masih saja termenung di depan jendela kamarnya di lantai dua. Sesekali ia menghembuskan napasnya berat. Berusaha untuk mengeluarkan segala beban yang ada di dalam hidupnya.

Perasaannya kini benar-benar diliputi berbagai macam pikiran yang membuatnya kesulitan untuk memejamkan matanya. Ia sungguh merasa bingung harus berbuat apa saat ini. Ia ingin menjadi pendamai dalam hubungan Sunggyu dan Woohyun. Ia tidak ingin melihat perkelahian mengerikan itu lagi. Terlebih, hal itu sudah membuat Choi Ahjumma ketakutan.

Hingga detik ini, Choi Ahjumma masih terus memikirkan hal tersebut. Eunji sudah membawanya ke psikiater berkat saran dari Myungsoo. Namun sepertinya, trauma itu tidak akan sembuh begitu saja. Kalau ia tidak mengetahui siapa Sunggyu sebenarnya, iapun pasti akan mengalami syok berat seperti apa yang dialami oleh Choi Ahjumma.

Ia berdiri sambil memegangi kaca jendela yang terbuka. Perlahan, airmatanya kembali mengalir. Diiringi dengan rasa sakit yang semakin menyiksa perasaannya. "Aku harus bagaimana sekarang? Kau bahkan belum mengunjungiku lagi setelah kejadian itu? Aku merindukanmu, Sunggyu-ya." gumamnya.

"Andwae! Andwae!"

Terdengar teriakan keras dari dalam kamar yang berada di samping kamar Eunji. Tempat di mana Choi Ahjumma tertidur. Eunji segera berlari meninggalkan kamarnya untuk melihat apa yang terjadi pada Choi Ahjumma.

Ia membuka pintu kamar tersebut pelan. Choi Ahjumma saat itu tengah jatuh terduduk di atas lantai. Ia menangis. Kedua bola matanya bergerak gusar. Ia ketakutan.

Eunji segera mendekati yeoja tua tersebut. Memeluknya erat, berusaha untuk menenangkan dirinya yang tengah kalut. "Gwaenchanayo, eomoni. Gwaenchanayo."

"Andwae! Andwae!" Choi Ahjumma terus meracau. Meneriaki kata yang sama. Ia benar-benar sudah seperti orang yang hilang akal.

Hanya beberapa menit, Choi Ahjumma terdiam. Namun tiba-tiba ia kembali mengamuk. Mendorong tubuh Eunji ke belakang dengan keras. Hingga tubuhnya membentur sebuah nakas. Membuat vas bunga itu terjatuh dan melukai tangannya.

Prang

Eunji meringis kesakitan. Memegangi tangannya yang terus mengeluarkan darah. Ia berusaha untuk mendekati Choi Ahjumma, namun ia semakin mengamuk. Ia melempar apapun yang berada dalam jangkauannya ke arah Eunji. "Andwae! Ojima!" teriaknya keras. Membuat Eunji semakin bingung harus berbuat apa.

Terlintas nama Myungsoo di dalam pikiran Eunji. Ia segera keluar dari kamar tersebut. Menguncinya, agar Choi Ahjumma tidak keluar dari sana dan mengamuk semakin parah.

Eunji terdiam sejenak sambil mengenggam ponselnya. "Apa tidak apa-apa menghubunginya di tengah malam seperti ini?" gumamnya ragu. Namun pada akhirnya ia tetap menghubungi Myungsoo. Berharap namja itu bisa segera datang dan membantunya.

Kepala Eunji mulai terasa pusing. Darah yang keluar dari luka di tangannya itu semakin banyak. Lukanya memang cukup dalam. Namun ia terus berusaha untuk menjaga kesadarannya. Namun Myungsoo masih belum mengangkat panggilannya.

Ia terjatuh ke atas lantai. Terbaring di sana, sambil terus memegangi ponselnya agar terus menempel pada telinganya.

"Yeoboseo, Eunji-ssi?" terdengar suara serak khas bangun tidur dari seberang sana.

"Myungsoo-ssi." Eunji menjawab dengan gemetar dan pelan, karena sungguh, ia sudah tidak sanggup lagi menahan sakit di kepalanya. "Aghh." Ia merintih.

"Yeoboseo, Eunji-ssi! Yeoboseo! Kau tidak apa-apa?" Eunji bisa mendengar dengan jelas suara teriakan Myungsoo yang terdengar begitu khawatir. Eunji ingin menjawabnya, namun ia tidak sanggup lagi untuk berkata-kata. Pandangannya semakin memburam. Hingga akhirnya ia tak sadarkan diri.

***

Myungsoo yang saat itu tengah tertidur pulas bersama Naeun di kamarnya, segera melompat dari atas kasur. Menyambar coat hitamnya dan kunci mobil yang diletakkan di atas nakas. Mengabaikan teriakan Naeun yang ingin tau kenapa Myungsoo panik seperti ini.

Ia menyalakan mesin mobilnya. Memacunya dengan kecepatan tinggi agar segera tiba ke rumah Eunji. Pikirannya benar-benar tidak terkendali kali ini. Ia benar-benar khawatir. Dengan keadaan Eunji. Begitupun dengan eomma-nya. Terlebih, ia mendengar suara eomma-nya yang berteriak-teriak. Membuat perasaannya menjadi semakin khawatir.

Hyundai hitamnya kini sudah terparkir di depan rumah Eunji. Keadaan rumah itu nampak sepi dan gelap. Ia menekan bel, namun tak ada yang menjawab ataupun membukakan pintu gerbangnya. "Sial!" rutuk Myungsoo.

Ia lalu menengok ke kana dan ke kiri. Mengawasi sekitarnya. Setelah dirasa aman, iapun melompati gerbang besar tersebut dengan sekali lompatan. Memanjat masuk ke dalam jendela kamar Eunji yang ternyata telah terbuka.

"Eunji-ya!" teriak Myungsoo keras. Ia panik. Eunji tidak ada di dalam kamarnya.

"Andwae! Ojima!" Myungsoo mendengar suara teriakan itu. Itu suara eomma-nya. Iapun segera berlari menuju sumber suara. Meninggalkan kamar Eunji yang kosong.

Langkahnya terhenti tiba-tiba, begitu melihat Eunji yang tergeletak tak sadarkan diri di depan pintu kamar yang berada di sebelah kamar tersebut. Dengan darah yang mengotori sekitar tubuh Eunji. Myungsoo terbelalak kaget, lalu segera memeriksa keadaan yeoja malang itu.

"Eunji-ya. Ireona! Waegeurae?" teriaknya, sambil menepuk-nepuk wajah Eunji. Berharap yeoja itu segera sadar.

Tanpa berpikir lagi, Myungsoo segera mengangkat Eunji ala bridal. Membawanya masuk ke dalam mobil hitam yang tadi ia parkirkan di depan rumah tersebut. Ia lalu kembali lagi ke dalam. Memeriksa keadaan eomma-nya. Mendobrak begitu saja pintu tersebut.

Perasaannya begitu ngilu, begitu melihat keadaan eomma-nya yang berantakan seperti itu. Ia terlihat begitu kacau. Pakaiannya berantakan, begitupun dengan rambutnya. Kedua mata keriputnya sembab. "Eomma, waeyo?" ujarnya pelan.

"Eoh, uri adeul!" teriak Choi Ahjumma. Lalu berlari ke arah Myungsoo. Menubrukkan tubuhnya pada namja itu. memeluknya dengan erat. "Minho-ya. Eommaneun neomu bogoshipeo." ujarnya, lalu kembali menangis keras.

Myungsoopun merasakan hal yang sama. Sangat merindukan eomma-nya. Merindukan pelukan hangatnya. Iapun membalas pelukan tersebut. "Nado, eomma. Nado bogoshipeoseoyo." ujar Myungsoo lirih.

Iapun membawa Choi Ahjumma keluar dari dalam kamar tersebut. Memasukkannya ke dalam mobil, di mana Eunji sudah terbaring di jok belakang.

"Ada apa dengan Eunji? Apa dia sakit?" tanya Choi Ahjumma.

Myungsoo menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera tiba di rumah sakit. Ia mengabaikan pertanyaan eomma-nya. Mengabaikan ponselnya yang terus berdering. Menampilkan nama Naeun di sana. Hingga panggilan tersebut terputus dengan sendirinya.

Ia sungguh dilanda panik yang luar biasa. Luka Eunji terus saja mengeluarkan darah. Myungsoo tidak bisa berlama-lama seperti ini, atau ia akan kembali menjadi monster mengerikan itu lagi.

Tidak peduli dengan lampu merah yang ia terobos, pun dengan beberapa pengendara yang merasa terganggu dengan aksi kebut-kebutan Myungsoo. Begitupun dengan mobil polisi yang saat itu sudah mengekor di belakangnya. Menyebutkan nomor plat mobilnya dengan pengeras suara, agar menghentikan laju mobilnya. Myungsoo mengabaikan itu semua, karena ia benar-benar tidak ingin terjadi hal buruk pada Eunji.

Mobilnya ia paksa berhenti, hingga deru decitan ban terdengar memekakkan telinga. Mobil polisipun ikut berhenti di belakang mobil Myungsoo.

"Jogiyo, bisa kita bicara sebentar?" tanya salah satu polisi yang keluar dari dalam mobil.

"Tidak sekarang. Tolong jaga eomma-ku sebentar." ujar Myungsoo dingin. Iapun lalu mengeluarkan Eunji dari dalam mobilnya. Menggendung yeoja yang saat itu masih belum siuman menuju ruang UGD yang terletak tidak terlalu jauh dari nya. Sudah ada petugas yang berjaga di sana. Yang membatu membawa Eunji menggunakan brankar agar segera mendapatkan penanganan untuk lukanya.

Myungsoo menghela napasnya lega, begitu melihat Eunji sudah masuk ke dalam ruang UGD. Ia berjalan keluar menuju mobilnya. Dua orang polisi masih ada di sana. Tengah berbincang dengan eomma-nya.

"Minho-ya, apa Eunji baik-baik saja?" tanya Choi Ahjumma.

Myungsoo mengangguk. "Ne, eomma. Dia sudah tidak apa-apa."

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya polisi tersebut.

Myungsoo menarik napasnya dalam. Mencoba untuk menenangkan pikirannya dan mencari jawaban yang tepat agar tidak membuat kedua polisi itu curiga. "Dia terjatuh dari lantai dua kamarnya." ujar Myungsoo tenang.

"Bisa kau tunjukkan kartu identitasmu dan SIM-mu?" tanya polisi yang satunya.

Myungsoo masuk ke dalam mobilnya. Membuka sebuah box yang ada di sana. Mengambil sebuah dompet kulit berwarna hitam tebal. "Igeoyeyo." ujarnya, lalu memberikan kartu identitasnya beserta SIM-nya.

Sang pilisi memeriksanya, lalu mengembalikan lagi pada Myungsoo. "Maaf sudah menyita waktumu. Semoga kau tidak berkendara dengan buruk lagi." sang polisi lalu mengembalikan katu-kartu tersebut pada Myungsoo.

"Ne. Maaf kan aku. Aku sedang panik tadi." Myungsoo tersenyum, lalu membungkukkan tubuhnya memohon maaf.

Kedua polisi itupun segera pergi menjauh. Sementara Myungsoo membawa eomma-nya masuk ke dalam rumah sakit. Meminta salah satu perawat untuk mengurus eomma-nya.

Ia bersandar pada dinding sebuah kamar. Ada Eunji di sana. Ia rupanya sudah dipindahkan ke kamar rawat biasa. Myungsoo ingin masuk ke dalam, namun Ia tidak memiliki nyali. Ia terdiam sesaat di sana, hingga akhirnya ponselnya kembali berdering. Kini nama Woohyun yang tertera di sana.

"Yeoboseo, hyung?"

"..."

"Aku sedang di rumah sakit. Eomma kembali mengamuk, dan Eunji terluka. Dia masuk UGD tadi." jelas Myungsoo pelan. menahan tangisnya agar tidak pecah.

"..."

"Andwae, hyung. Kau tidak perlu kemari. Aku titip Naeun sebentar."

"..."

"Arasseo. Aku akan pulang kalau Eunji sudah sadar."

Pip

Myungsoo kembali meletakkan ponselnya ke dalam celana tidur yang ia kenakan. Saking paniknya, ia tidak sempat mengganti pakaiannya. Ia bahkan masih memakai sandal rumah. Untung saja ia bukan manusia. Ia pasti akan kedinginan.

Helaan napas berat kembali keluar dari mulut Myungsoo. Tubuh dan pikirannya saat ini benar-benar lelah. Iapun tertidur sambil duduk di lantai depan kamar rawat Eunji.

***

TBC

Mian, aku update siang2 begini.
Rencananya mau update besok, tapi besok aku bakal sibuk.
Huhuhu...

Just a little bit information.
Tinggal beberapa chap lagi, FF ini bakal kelar.
Huhuhu...
Sedih deh rasanya...

Jangan berhenti nungguin kelanjutannya yak...

Gomabda... 😘❤

Salam,
Aurelia

12 April 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top