Chapter 1 (Aku?)

"Andai aku bisa memilih.
Aku lebih baik mati, jika dibandingkan harus hidup sebagai monster penghisap darah."

(Park Cho Rong)

***

Jongno-gu, Seoul
Pukul 08.12 KST
Dua minggu kemudian

Brak

Sebuah pintu kamar berwarna putih yang terbuat dari katu terpisah dari engselnya. Melayang begitu saja menghantam sebuah nakas serta vas bunga di atasnya.

"Cho Rong-ah, tenanglah!"

Ini sudah kesekian kalinya laki-laki bersurai hitam itu mengumpulkan tenaga ekstranya untuk menenangkan Cho Rong yang sedang mengamuk.

Untuk vampire baru seperti Cho Rong, menahan haus akan darah manusia itu tidak mudah. Meski Woo Hyun, si laki-laki bersurai hitam, sudah berkali-kali memberikan darah binatang untuk gadis itu.

"Lepaskan aku Woo Hyun-ah, lepaskan!" jeritnya.

Myung Soo dan Na Eun hanya bisa menatap sedih, memperhatikan perjuangan besar laki-laki itu untuk melindungi gadisnya.

Keduanya akhirnya selamat, setelah Woo Hyun dan Cho Rong membawa mereka kembali ke rumah seusai pertarungan sengit dua minggu yang lalu.

Mereka bisa dikatakan beruntung, karena zat pengurai itu tidak memakan habis sisa-sisa kehidupan di tubuhnya.

"Oppa, apakah sebaiknya kita membantu Woo Hyun Oppa? Aku kasihan melihatnya," ujar Na Eun. Gadis yang kini tengah berdiri di ambang pintu bersama seorang laki-laki tampan bersurai hitam, Myung Soo.

Myung Soo menggeleng pelan. "Ani. Biarkan Woo Hyun Hyung yang menanganinya. Aku hanya tidak ingin membuat Woo Hyun Hyung semakin stress," ujarnya pelan.

"Keundae--"

"Turuti aku saja, Na Eun-ah." Seusai berbicara, Myung Soo langsung pergi menjauh dari depan kamar tak berpintu itu, menuju kamarnya. Diikuti Na Eun di belakangnya.

"Apa yang harus kita lakukan pada Cho Rong Eonni? Dia pasti merasakan sakit yang teramat," gumam Na Eun. "Akupun pernah merasakannya dulu."

Myung Soo membaringkan tubuhnya di atas ranjang king size berseprai putih. "Biarkan saja. Dia harus berusaha untuk melawan hasratnya sendiri. Ada Woo Hyun Hyung bersamanya, kau tidak perlu khawatir," ujar Myung Soo tegas, yang hanya dibalas dengan anggukan oleh Na Eun.

Tak pernah sekalipun terlintas dalam benak Cho Rong kalau ia akhirnya akan berubah menjadi vampire. Hidup berdampingan dengan Woo Hyun saja sudah merupakan kebahagiaan yang besar namun beresiko untuknya.

Cho Rong kadang merutuki ketololannya sendiri. Andai saja ia tak menyerahkan darahnya yang berharga pada Woo Hyun, mungkin ia tidak akan kesakitan dan tersiksa seperti ini.

Namun di satu sisi, iapun bersyukur. Karena keluarga kecil itu kembali utuh seperti semula. Kini, tinggal dirinya saja yang berjuang mati-matian untuk melawan hasratnya meminum darah manusia agar kehausannya mereda.

Setelah melewati masa-masa sulit menjadi vampire baru, Cho Rong menyadari satu hal bahwa kehidupannya dulu ternyata lebih membahagiakan dibandingkan dengan detik ini. Meski kematian terus mengejarnya, Cho Rong tidak pernah takut. Ada Woo Hyun yang melindunginya.

Namun, jika dibandingkan dengan hari ini, Cho Rong lebih memilih untuk mati saja. Sekalipun Woo Hyun ada di sisinya, ia tidak ingin membuat laki-laki yang sangat ia cintai itu terbebani dengan sikapnya yang terkadang tak terkontrol saat kehausan. Seperti pagi tadi.

Cho Rong kini tengah menangis sambil memeluk tubuh Woo Hyun di atas ranjang seusai pergelutan hebat karena dahaganya.

"Woo Hyun-ah, kenapa kau terus memperlakukanku dengan baik? Aku sudah sangat menyusahkanmu selama ini," tanya Cho Rong terbata, karena tangisnya belum juga reda.

Woo Hyun mengelus lembut bahu Cho Rong. Pandangannya menerawang jauh ke langit-langit putih di kamar tersebut. "Aku mencintaimu, Cho Rong-ah. Tak peduli dengan keadaan, aku akan tetap mencintaimu," ujarnya lirih.

"Jika aku boleh memilih, aku lebih memilih untuk mati malam itu, dari pada aku harus membuatmu menderita seperti ini," Cho Rong lebih mengeratkan pelukannya pada tubuh Woo Hyun yang menghangat. Meredam gejolak hebat di dalam dadanya. Sekadar melepaskan sebentar dilema yang tengah bertarung dalam pikirannya.

Woo Hyun lebih erat meraih tubuh itu dalam dekapannya. "Jangan berkata seperti itu, jebal. Aku bisa mati jika kehilanganmu."

***

Pukul 10.21 KST

Myung Soo sudah sibuk mematut pantulan wajahnya di depan cermin besar di dekat lemarinya. Ponselnya sudah bergetar. Menampilkan nomor pemilik rumah sakit, tempat di mana Myung Soo bekerja.

Semenjak kejadian itu, Myung Soo tidak pernah datang ke rumah sakit untuk bekerja. Kondisinya belum cukup pulih saat itu untuk kembali berkutat dengan dunia medis.

Kini ia sudah pulih seutuhnya. Terlalu lama di dalam rumah memang membuatnya jenuh.

"Apa kau harus pergi sekarang?" Na Eun saat ini tengan berdiri di belakang tubuh Myung Soo. Mendekap tubuh laki-laki itu erat dari belakang. Tidak rela jika ia pergi saat ini juga.

Myung Soo tersenyum sambil menatap cermin. Mengelus lingkaran tangan Na Eun di pinggulnya pelan. "Aku akan pulang cepat. Sajang-nim terus menghubungiku dari kemarin. Aku tidak enak kalau harus kembali membolos," jelas Myung Soo.

Tubuh Myung Soo membalik menghadap Na Eun. Membuat pelukan gadis itu terlepas. Dengan gemas, Myung Soo menangkup wajah mungil Na Eun. Membuat bibir gadis itu mengerucut dan itu semakin membuat Myung Soo gemas.

Cup

Myung Soo mengecup sekilas bibir kemerahan itu. "Baik-baiklah di rumah. Ingat perkataanku, jangan ikut campur jika Cho Rong kembali mengamuk, arachi?!" tekan Myung Soo, lalu kembali mengecup bibir lembut itu, setelah Na Eun mengangguk setuju.

Ceklek

Pintu kamar Myung Soo terbuka. Ada Woo Hyun di sana. Menyembulkan sebagian tubuhnya dari balik pintu. "Apa aku mengganggu?" tanyanya pelan.

Myung Soo kembali berdiri tegak di samping Na Eun. "Anio, hyung. Ada apa?"

"Apa kau mau pergi bekerja?" Woo Hyun melangkah masuk menuju kamar. Lebih mendekat ke arah Myung Soo yang tengah merapikan kemeja hitamnya di depan cermin yang kusut karena ulah Na Eun. "Ne, Hyung. Lee Sajang terus-terusan menghubungiku. Aku tidak enak kalau harus membolos lagi," jelas Myung Soo.

Laki-laki bersurai hitam itu mengangguk pelan. "Arasseo," gumamnya pelan.

"Apa kau ada perlu di luar?" tanya Myung Soo. Menatap Woohyun dari pantulan cermin.

Woo Hyun mengangguk. "Ada yang harus aku selesaikan. Tapi jika kau ingin pergi juga, tidak apa-apa. Aku tidak jadi pergi saja."

"Pergilah, Oppa. Aku bisa menjaga Cho Rong Eonni sendiri," sergah Na Eun. Membuat langkah kaki Woo Hyun yang sudah beranjak pergi, tiba-tiba terhenti.

"Na Eun-ah, bukankah sudah aku katakan untuk tidak ikut campur?!" bentak Myung Soo kesal.

Woo Hyun terdiam sejenak. Ia terkejut ketika melihat Myung Soo yang kesal, lalu ia tersenyum. "Tidak apa-apa, Na Eun-ah. Myung Soo benar. Cho Rong sedang labil saat ini. Kau paham situasi ini, bukan?" ujar Woo Hyun pelan. Membuat Na Eun mengangguk patuh. Ia tidak bisa membantah perkataan Woo Hyun.

"Mianhae, hyung." ungkap Myung Soo sedih.

Woo Hyun tersenyum getir, lalu segera melangkahkan kedua kakinya keluar dari dalam ruangan itu.

Na Eun hanya bisa menatap Myung Soo kesal.

***

Cho Rong tengah menatap awan kelabu lewat jendela kamar Woo Hyun. Tatapannya tertuju fokus ke arah sana, namun pikirannya seolah tidak di sana.

Ia sungguh sangat membenci dirinya saat ini. Bagaimana bisa ia menjadi makhluk mengerikan seperti ini? Berkali-kali ia mencoba untuk membunuh dirinya sendiri. Memotong nadinya, menusuk perutnya, bahkan menyayat lehernya sendiri. Itu sama sekali tidak berguna.

Hanya rasa sakit yang ia rasakan.

Namun lebih sakit pada perasaannya.

Air matanya mengalir deras. Membasahi pipi piasnya yang terlihat tidak seperti biasanya. Mengingat siapa dia sekarang.

Semua cermin yang berada di dalam kamar Woo Hyun sudah Cho Rong pecahkan. Darah hitam mengental berceceran di sana. Cho Rong muak melihat wajahnya yang pucat itu.

Kedua lengan kekar Woo Hyun merengkuh tubuh gadis itu dari belakang. Namun itu sama sekali tidak mengganggu aktifitas Cho Rong. Gadis itu hanya bisa bungkam.

Uljima. Kau membuatku khawatir.” Woo Hyun mencoba untuk berbicara sepelan mungkin. Takut jika Cho Rong kembali menumpahkan segala emosinya. Sejujurnya, tenaga Cho Rong sungguh sangat membuat Woo Hyun kewalahan. Gadis itu lebih kuat dari pada dirinya.

“Kau ingin keluar? Melihat kafe kita dulu?” tawar Woo Hyun. Berusaha untuk membujuk gadis itu agar tidak terus-terusan depresi seperti ini.

Mendengar tawaran itu, Cho Rong langsung membalikkan tubuhnya. Melemparkan atensinya pada manik hitam laki-laki di depannya. Wajahnya berubah cerah, meski kulitnya masih pucat. “Jinjja? Apakah boleh?” Sorot mata itu. Woo Hyun sangat menyukainya. Bola mata besar yang terlihat berbinar. Mata yang selalu membuat Woo Hyun tergila-gila. Ia sangat merindukan Cho Rong-nya yang dulu.

Woo Hyun mengangguk cepat. “Tentu saja. Asal kau mau terus tersenyum seperti ini.”

Umh, arasseo. Kaja!” Sikap depresi Cho Rong berubah 180 derajat menjadi ceria. Ia bahkan tidak sabar untuk segera keluar dari dalam rumah yang sudah mengurungnya selama dua minggu, setelah kejadian itu.

Camkanman.” Langkah Woo Hyun terhenti. Membuat langkah Cho Rong yang tengah menarik lengannya ikut terhenti. “Kau harus meminum ini dulu. Tidak apa-apa, kan?” Woo Hyun mengeluarkan sebuah botol kecil transparan dengan cairan berwarna hijau di dalamnya.

Cho Rong tahu apa isi botol tersebut. Tanpa menungg ataupun bertanya, ia segera menenggak habis isi botol tersebut. Membuat Woo Hyun sedikit cemas, karena itu pertama kalinya bagi Cho Rong. Rasanya pasti sakit.

Prang

Botol kaca tersebut jatuh ke atas lantai. Pecah menjadi berkeping-keping. Bersamaan dengan tubuh Cho Rong yang limbung ke kanan.

Gadis itu menggeram kesakitan. “Aaarghh!” sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Pandangannya seperti sedang berputar tak tentu arah. Dadanya terasa sangat sesak. Sakit.

Perlahan, netra Cho Rong mulai memerah. Seiring dengan jeritannya yang semakin melengking keras, lalu tubuh gadis itu jatuh ke dalam pelukan Woo Hyun. Ia tak sadarkan diri.

“Bertahanlah, Cho Rong-ah.”

***

TBC

Yeoreobun, annyeong!!!

Chapter 1 baru nongol.
Semoga ini gak melenceng dari ekspektasi kalian, ya.
Semoga kalian suka.

Ditunggu vomment-nya.

Salam,
Aurelia
30 Januari 2018

Revisi
28 Maret 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top