9. JEALOUS

Maaf telat update, serius perutku sakit karena baru datang bulan, banyak tugas video jg wkwkkw. Kalian yg cewek biasanya kalo sakit perut pas datang bln pake apa biar reda sakitnya?

Say "hello" pake bahasa daerahmu

Cerita ini akan ada banyak quotes hehee, siapkan saja mentalnya ya bestie. Ringan sih sebenernya, cuma yaaa gitu hehehhe

Happy reading!❤️

"Aku tak suka melihatmu dengan yang lain, bukan berarti aku cemburu." —Nagara Mahaputra.

"Aku bukan tempat pelampiasan atas ketidakjujuran perasaanmu. Sialnya, semakin aku ingin menyerah, semakin keras magnet menarik." —Valerie Adaire.

***

"Valerie, gue udah di depan."

Kalimat itu pertama kali dilontarkan oleh Nagara setelah menelepon Valerie dari depan rumah wanita tersebut.

"Masuk aja, pintu nggak dikunci," suruh Valerie.

"Iya."

Suara derap langkah terdengar menuju ke lantai atas, semakin mendekat ke depan pintu kamar Valerie. Gagang pintu dibuka oleh Nagara, terlihat cowok itu membawa kresek berisi sapo tahu di dalamnya. Kedua netra sang lelaki menangkap Valerie tengah rebahan sambil bermain ponsel.

Ia masuk ke dalam kamar, menutup pintu, lalu menaruh benda tersebut di atas nakas. Bokongnya ia daratkan di tepi ranjang Valerie. "Mumpung gue lagi baik, gue bawain sapo tahu biar lo makan makanan sehat."

"Makasih," ujar Valerie tersenyum tipis.

Nagara mengangguk. "Iya."

"Sering-sering, deh, lo baik sama gue, mulut lo sering nyakitin." Terdengar nada cibiran dari kalimat yang Valerie lontarkan.

Nagara tak terima seolah dirinya saja yang sering menyakiti Valerie. Lagipula, ia hanya berpendapat berdasarkan sudut pandangnya mengenai Valerie, bukan bermaksud untuk menjatuhkan perempuan itu.

Kilatan amarah tampak jelas di wajah Nagara. "Lo nggak sadar kalo lo nyakitin gue juga?"

Valerie berdecih. "Coba lo sebutin gue nyakitin lo dalam hal apa?"

"Lo udah bikin gue terjebak di kamar hotel pake pura-pura mabuk segala. Lo emang naksir, kan, sama gue?" tuduh Nagara.

Valerie merasa harga dirinya direndahkan. "Anjing, gue nggak sejahat itu! Sumpah, demi Tuhan nggak ada niatan kayak gitu. Gue nggak semurahan itu buat dapetin cowok. Waktu itu gue kasihan lihat lo kacau, ya udah gue temenin karena tau lo sekilas dari sosmed."

"Tapi, lo beneran naksir gue?" tanya Nagara.

"Nggak." Valerie berbohong.

"Bagus. Jangan pernah jatuh cinta sama gue, apalagi sampe ngarep gue cinta sama lo, semua itu nggak bakal pernah terjadi."

"Siapa juga yang ngarep? Kalo lo nggak mau sama gue, gue juga banyak yang naksir, tinggal pilih aja siapa yang mau gue jadiin pacar," angkuh Valerie, padahal ia juga tak yakin bisa berpaling ke lain hati.

Nagara menggeleng heran. "Lagak lo sebelas dua belas kayak Steven."

Tiba-tiba, dentingan suara ponsel Valerie terdengar dari atas nakas. Oleh karena itu, sang puan mengambil benda pipih tersebut dari sana, menatap notifikasi di layar.

Steven
Valerie, gue udah di depan.

Raut wajah Valerie seketika berubah. Keadaan kini mulai tegang. Satu kalimat yang terlihat santai kini berujung kepanikan. "WADUH, GAWAT!"

Sontak, Nagara berdiri dari tepi ranjang. "Kenapa?" paniknya.

"Steven ke sini, nanti ketahuan kalo gue hamil." Valerie menatap gusar cowok itu.

"Bangsat! Makanya, lo jangan jual diri ke Steven." Nagara menyalahkan seolah semua ini karena Valerie.

Valerie seketika berdiri, mendorong dada bidang Nagara hingga badannya sedikit bergeser ke belakang. Kedua retina menatap Nagara penuh amarah. "Mulut lo, ya, Anjing! Gue nggak pernah jual diri ke siapapun. Lagipula, dia yang duluan deketin gue, gue nggak pernah obral diri kayak cd bekas."

"Habisnya lo banyak banget yang deketin," jawab Nagara, santai. Ia tak gentar sedikit pun terhadap Valerie. Baginya, cewek itu hanya cewek sok pemberani yang menutupi luka dengan arogansi.

Valerie tertawa sinis. "Terus, kalo gue dideketin banyak cowok, berarti gue murahan gitu?"

"Eng—"

Suara ponsel Valerie kembali berbunyi, membuat cewek itu mengalihkan atensi sejenak ke benda pipih berlogo apel. Ia menatap pesan dari Steven di layar tanpa berani menekannya agar tak terbaca.

Steven:
Woi, buka!😡

"Astaga ...." Valerie mengacak frustrasi surainya. "Perut gue nggak kelihatan gede, kan?" Ia seolah sudah lupa kalau tadi berdebat dengan Nagara.

Nagara menggeleng. "Enggak, cuma agak gemukan."

"Okelah, gue ke depan dulu, lo sembunyi di mana gitu," titah Valerie menatap ke sekitar kamar, siapa tahu ada tempat yang pas untuk Nagara bersembunyi.

Nagara menggeleng keras. "Nggak mau, biarin aja dia tau."

"Ya udah, yang penting lo nggak keceplosan kalo kita pernah gitu." Valerie tak mau memperpanjang perdebatan ini, mungkin akan dilanjut nanti setelah urusannya dengan Steven sudah usai.

Nagara menatap tak suka cewek itu. "Iya, Anjing. Bawel banget."

Valerie cepat-cepat turun ke lantai bawah, lalu disusul oleh Nagara tanpa menutup pintu kamar terlebih dahulu. Tangga demi tangga mereka tapaki agar sampai di hadapan Steven.

Setelah sampai, Nagara membuka pintu seolah bangunan ini adalah rumahnya sendiri. Cowok itu sempat terpaku melihat Steven membawa kotak yang sudah dihias cantik, namun ia segera menetralkan ekspresi agar tak ketahuan.

Ia tersenyum, menyambut kedatangan Steven sembari sedikit membungkukkan badan. "Silakan masuk, Tuan Steven."

Kedua lelaki tampan utu berjalan ke dalam rumah Valerie. Tak lupa perempuan itu menutup pintu rumah, lalu turut masuk ke sana. Ia duduk di sofa panjang ruang tamu, lalu di samping kiri ada Nagara, sedangkan di samping kanan ada Steven.

"Widih, ada pawangnya." Steven menatap penuh arti cowok itu. Ia kembali menetralkan ekspresinya. "Lo ngapain di sini?" tanyanya pada Nagara.

Nagara berdecak malas. "Harusnya gue yang nanya gitu."

"Gue cuma mau mampir ke rumah mantan gebetan. Emangnya nggak boleh?" tanya Steven menaikkan kedua alis bergantian.

"Boleh, sangat boleh." Terlihat bahwa Nagara tak ikhlas mengucapkannya.

Steven tersenyum puas. Ia menepuk bahu Nagara. "Baguslah."

Valerie bangkit dari sofa, atensinya ia alihkan ke Steven. "Minum kayak biasa?" tawarnya.

"Iya. Makasih, Valerie," jawab Steven sembari mengangguk.

"Minuman kayak biasa gimana?" Nagara mengerut bingung. Ia makin penasaran sejauh apa hubungan mereka dulu sampai Valerie bisa tahu minuman kesukaan Steven. Dirinya yang notabenenya sahabat Steven tak tahu apa minuman kesukaan cowok itu.

"Valerie hapal apa aja minuman kesukaan gue, dulu, kan, sering jalan bareng." Steven semakin semangat memanas-manasi cowok itu.

"Oh," sergah Nagara sekedar.

Jujur saja, lelaki bertubuh atletis tersebut tak ada niat untuk merebut Valerie. Dirinya ahli berlagak jatuh cinta pada seorang perempuan, padahal sebenarnya tidak cinta. Makanya, banyak yang menjulukinya playboy cap terasi.

"Suka nginep di sini juga?" tanya Steven. Kata "juga" sengaja ia lontarkan seolah dirinya sering menginap di sini. Sementara itu, sebenarnya ia tak pernah bermalam di sini sekali pun.

"Enggaklah. Gue bukan cowok bajingan yang ngambil kesempatan dalam kesempitan," tegas Nagara.

"Semoga ucapan lo bisa dipegang," balas Steven tersenyum penuh arti.

"Bisa, dong. Buktinya nggak ada cewek yang hamil di luar nikah karena gue." Nagara berbohong.

"Terserah lo aja," jawab Steven pada akhirnya.

Di sisi lain, Valerie membawa segelas air mineral untuk Steven. Ia sedikit membungkuk, menaruhnya di atas meja. "Ini minumnya."

"Makasih, Cantik," sahut Steven mengedipkan sebelah mata.

Valerie tertawa melihat tingkah Steven. "Sama-sama." Lalu, ia kembali duduk di tengah kedua pangeran lapangan hijau tersebut.

"Kedip-kedip kayak mata kelilipan," cibir Nagara menatap tak suka cowok itu. "Lagian, cuma air putih, gue kira minuman spesial."

"Hubungan gue sama Valerie nggak spesial, ngapain mesti dikasih minuman spesial?" tanya Steven, lalu meneguk minuman itu.

"Ya udah, sana, gih, jadian sama Valerie biar punya hubungan spesial," sewot Nagara.

"Enggak, ah. Nanti pawang monyetnya marah," ujarnya, menekan kata "monyet".

"Lo ngatain gue monyet, hah?" Nagara tak terima.

"Lo monyet atau bukan?" tanya Steven tersenyum jahil. Di antara Neron dan Nagara, Nagara yang paling gampang dibodohi. Lagaknya sok bijak, padahal dirinya ada kebusukan.

Nagara menggeleng dengan wajah polosnya. "Bukan."

Percakapan itu membuat Valerie tertawa kecil. Sudah lama dirinya tak tertawa bahagia sejak kejadian malam itu. Steven memang penyelamat hatinya di kala gundah.

"Ya udah, jangan tersinggung."

"Gue nggak tersinggung, cuma nanya," kilah Nagara. Ia sudah sebal dipermainkan oleh Steven.

"Udah, Steven, jangan dilanjutin lagi debatnya. Gue ingetin lo karena gue tau kalo lo gampang dibilangin." Valerie nimbrung.

"Memangnya siapa yang susah dibilangin?" Nagara menatap tajam Valerie.

Valerie mengerut heran. "Kenapa, sih? Sensi amat."

"Aneh lo pada, setiap gue nanya, gue dikira sensi mulu. Gue bukan masker!" protes Nagara.

"Dikit lagi lucu," celetuk Steven.

"Nyebelin." Nagara ngambek.

"Nagara, ini bukan lo banget. Kenapa hari ini lo ngambekan? Biasanya nggak pernah," ujar Steven.

"Mau PMS," jawab Nagara.

"Gimana cara pasang pembalutnya? Corong bensin lo dibalut gitu pake pembalut?" Steven penasaran.

"Lagi nggak pengin nyaut," ketus Nagara.

Steven menggeleng heran. "Hadeh ...."

"Udah, biarin aja, anggap aja itu setan," sindir Valerie, membuat Nagara menatap tajam cewek itu, namun ia tak peduli.

"Setan ganteng, kan?" Steven bertanya.

"Iyain aja," jawab Valerie.

Tanpa sadar, kedua sudut bibir Nagara tertarik tipis mendengar jawaban Valerie. Ketika ia sadar, ia cepat-cepat mengubah ekspresi menjadi datar.

"Lo ngapain beneran ke sini? Gue pikir lo basa-basi doang." Valerie bicara pada Steven.

"Gue nggak mungkin basa-basi doang, bukan cowok sejati, tuh, namanya."

"I love your confident!" seru Valerie.

"I love you too!" Balasan Steven malah melantur.

Valerie berdecak malas. "Anjir, gue kagak ada bilang gitu."

"Semua aja lo bilang love, Asu," sinis Nagara pada Steven.

"Nagara, mending lo pulang, deh, daripada ganggu orang ngobrol di sini," saran Valerie. Ia malas melihat cowok itu membuat keributan di sini.

"Apa hak lo nyuruh gue pulang?" Nagara marah.

Valerie tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada Nagara. Kadang marah, kadang sedikit normal. "Dih, aneh."

"Valerie, lo inget nggak waktu—" Ucapan Steven seketika terpotong oleh Nagara.

"GAK INGET!" seru Nagara.

"Woi! Kok, lo yang nyaut? Kayaknya lo kudu tukeran otak sama jin tomang biar waras." Steven peka bahwa Nagara cemburu, namun cowok itu tetap memanasinya agar drama ini semakin seru.

"Muka lo kayak jin tomang!" maki Nagara menatap malas Steven.

Steven tak menjawab lagi pernyataan dari Nagara. Ia kembali menatap Valerie, mengambil kotak yang ia bawa dari tadi. "Oh, iya, Valerie. Gue bawa sesuatu buat lo."

"Apa, tuh?" tanya Valerie melirik kotak besar berwarna biru muda dengan pita merah muda.

"Ini." Steven menyodorkan kotak itu pada Valerie.

Valerie menerima pemberian Steven, lalu membuka tutup kotak tersebut. Rupanya, di dalamnya ada banyak snack yang sudah ditata rapi. "Aaaa, snack kesukaan gue, lucu banget dipakein kotak gini." Ia kembali menatap Steven. "Makasih, ya!"

"Hm, sama-sama. Jangan kasih snack-nya ke Nagara, dia nggak boleh makan gitu."

"Gue emang nggak ada niatan buat ngasih dia," jawab Valerie sembari melirik Nagara.

"Dih! Gue juga nggak tertarik. Makanan nggak sehat, bikin stamina kendor," ketus Nagara.

"Selagi gue bukan atlet, gue nggak perlu banget jaga makanan, sesekali boleh, dong, makan ginian," jelas Valerie.

"Terserah lo, yang sakit juga lo," kata Nagara.

"Sakit apa?" tanya Valerie.

"Sakit jiwa!" jawab Nagara.

"Lama-lama lo nggak jelas, ya!"

***

Valerie masa bodoh dengan berat badan, yang penting ia menikmati snack dengan nikmat. Sungguh, hiasan lucu di snack box itu membuat dirinya semakin semangat menghabiskan berbagai makanan ringan di dalamnya.

"Enak banget, ya, makanan pemberian mantan gebetan." Nagara melirik sinis Valerie.

"Enaklah! Yang namanya makanan gratisan itu pasti enak!" seru Valerie memasukkan sampah bekas makanan ringan itu ke dalam kotak.

"Jangan kebanyakan makan micin, nanti anak kita otaknya bego kayak Mamanya," peringat Nagara.

"Amit-amit anak gue julid kayak Papanya."

"Apa lo bilang? Anak gue? Anak kita, anjir!" seru Nagara tak terima.

"Lo kenapa, ya, dari tadi berusaha banget biar debat sama gue? Gue padahal udah males nanggapin lo." Valerie terheran.

"Ya udah, sih, nggak usah ditanggapi," jawab Nagara.

"Hush, sana pergi!" usir Valerie pada Nagara.

"Awas aja kalo lo muntah," peringat Nagara. Ia tahu dirinya dibutuhkan Valerie saat ini.

"Gapapa, jugaan ada Pak Satpam di depan."

"Kayak lo akrab aja sama Pak Satpam, ngobrol aja jarang," kata Nagara.

"Diem kenapa, sih? Dari tadi ngelantur ke mana-mana."

"Ya, gue diem!" seru Nagara.

"Aduh!"

—-

Kenapa tuh aduh adu aduahhhh?

Spam "Nagara" for next chapter

Spam "Valerie" for next chapter

Spam "Nana Cantik" for next chapter

1k komen aku up yaa

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top