7. PREGNANCY
Hiiii!!!! Aku update guisss!
Lebih suka cowok ganteng atau manis?
Cowok brewokan atau mulus?
Happy reading!❤️
Valerie:
Nagara, lo di mana?
Nagara:
Di cafe sama temen gue. Kenapa?
Valerie:
Gapapa kok wkwkwk. Ya udah, have fun ya
Nagara:
Y, mksh.
"Ya ampun, perut sama punggung gue kram, gue sendiri aja ke rumah sakit," lirih Valerie menahan sakit.
Wanita itu mengambil ponsel seraya menahan nyeri di panggul, menekan aplikasi "Bagong" untuk memesan Bagong Car—ojek mobil online yang terkenal murah dengan fasilitas bagus. Di aplikasi itu memberitahukan bahwa Valerie sudah mendapatkan supir, lima menit lagi akan sampai.
"Pak, tolong jaga rumah, saya mau pergi dulu!" seru Valerie pada sang satpam yang berjaga di dekat gerbang rumah megahnya.
Sang satpam pria—Azis mengacungkan jari jempol sebagai balasan untuk Valerie. "Siap, Non Valerie!"
Valerie kembali menatap layar ponsel, berharap ojek mobil yang ia pesan akan cepat sampai. Selang waktu lima menit, akhirnya sang supir dengan mobil Kijang Innova datang memasuki pekarangan rumah.
Sang supir membuka jendela mobil. "Atas nama Neng Valerie?" tanyanya.
Valerie mengangguk. "Iya, betul."
Supir ojek online itu turun dari mobil, membukakan pintu untuk Valerie. Sedari tadi ia perhatikan cewek itu memegang panggul dan perut, seperti menahan sakit, namun tak bisa teriak.
"Silakan masuk, Kak." Pria paruh baya itu mempersilakan.
Anggukan diberikan Valerie sebagai balasan untuk pria itu. "Terima kasih."
Setelah dirasa beres, pengendara beroda empat tersebut masuk ke bagian kursi khusus pengemudi.
"Neng sendirian aja di rumah?" Pengendara itu membuka topik pembicaraan.
"Ada satpam, Pak. Kenapa emangnya?" tanya Valerie.
"Kamu kayaknya sakit, saya khawatir kalau kamu kenapa-napa di mobil saya." Terlihat dari wajahnya kalau sang supir takut Valerie sakit. Selain nanti dikira ia menyakiti Valerie, ia tak mau cewek itu kenapa-napa. Keselamatan penumpang adalah prioritas baginya.
"Kayaknya saya cuma kram panggul sama perut." Valerie paling tak suka merepotkan orang dan terlihat lemah tak berdaya.
Selama ini ia cukup kuat menghadapi semua permasalahan hidup sendirian tanpa cerita ke siapapun, walaupun sering menangis karena tak kuat memendam sendiri.
Matanya seketika terbelalak. "Waduh! Kok, mirip sama istri saya pas hamil di bulan pertama, ya?"
"Bapak serius?" Valerie ikut kaget.
"Iya, Neng," jawabnya mengangguk. Ia tak terlihat ingin membohongi Valerie. "Waduh ... saya temani saja kalau begitu, ya?" tawarnya.
"Nggak usah, Pak. Saya bisa sendiri, nanti Bapak nggak bisa ngejar order-an." Valerie tak mau merepotkan orang lain, apalagi orang yang tak ia kenal.
"Gapapa, Neng. Daripada kamu sendirian di rumah sakit."
"Nggak usah, Pak," tolak Valerie. Jujur, hatinya tersentuh dengan niat baik sang supir, namun tak mau juga memutus rejeki orang. Menolong dirinya pasti memakan waktu lama, lebih baik ia yang mengurus sendiri sakit yang ia alami.
"Ya Tuhan, Neng ... ya sudah, tapi saya pulang setelah Neng masuk ke ruangan dokter, ya?"
"Siap, Pak."
***
Entah sekarang musim sakit atau bagaimana, tapi di rumah sakit ini dipenuhi oleh lautan manusia, terutama di bagian dokter umum. Sudah lima belas menit waktu berlalu, tapi nama Valerie belum dipanggil jua. Ia sudah mendaftar untuk konsultasi dengan dokter umum, itupun didaftarkan oleh sang supir karena ia terlihat lelah.
"Memang lama, ya, Pak?" tanya Valerie pada sang supir.
"Kalau di sini iya, soalnya ramai," jawab sang supir.
"Untuk nomor antrean lima kosong empat, silakan masuk!" Panggilan itu bergema ke seluruh penjuru area dokter umum.
Valerie bersyukur akhirnya ia dipanggil. Ia berdiri sembari memegang perut. Atensinya kini kepada sang supir. "Saya udah dipanggil, Pak. Bapak boleh lanjut nyari order-an."
Sang supir mengangguk paham. Ia menghela napas gusar. "Baik, Neng. Kalau begitu jaga diri, ya."
"Siap, Pak," jawab Valerie, kemudian masuk ke ruangan dokter umum.
Sesampainya di dalam ruangan, bau obat-obatan menyeruak ke dalam indera penciuman. Suasana khas rumah sakit sangat terasa di sini.
"Permisi, Dok." Valerie berujar dengan sopan.
"Silakan duduk, Mbak. Atas nama Valerie Adaire, ya?" Sang dokter wanita paruh baya menyapanya begitu ramah.
Anggukan diberikan oleh Valerie. "Iya, Dok."
"Apa keluhannya, Mbak?" tanya sang dokter.
"Punggung sama perut saya kram, nggak nyaman gitu rasanya."
Dokter itu mengangguk paham. "Baik, coba saya periksa dulu, ya."
"Iya, Dokter," jawab Valerie.
Sang dokter bangkit dari kursi, mengajak Valerie untuk tidur terlentang di atas kasur khusus pemeriksaan kesehatan. Stetoskop yang dikalungkan di leher tersebut mulai menyentuh perut Valerie. Wanita paruh baya itu mengamati kondisi Valerie.
Ia mengembalikan stetoskop ke tempat semula. "Kapan terakhir kamu menstruasi?"
"Dua bulan lalu," balas Valerie. Ia sadar dirinya telat datang bulan, namun tak sadar bahwa itu salah satu tanda kehamilan.
"Pernah mual nggak?" tanya sang dokter.
Valerie mengangguk lesu. "Pernah, tapi nggak keluar isi."
"Udah pernah pake testpack?"
"Belum, Dok," tutur Valerie.
Tanpaknya wanita itu sudah paham bagaimana kondisi Valerie sedikit demi sedikit. "Baik, saya cek tensi dulu."
"Baik, Dokter."
Sang dokter mengambil alat pengecek tensi, memasangkannya pada lengan Valerie. Ia memencet alat berbentuk seperti balon kecil sampai kain yang melapisi lengan sang perempuan kian mencekik.
Ia melepas alat tersebut dari lengan Valerie. "Tekanannya 120/80, ya."
Valerie mengangguk. "Iya."
"Selamat, Mbak Valerie. Anda telah mengandung satu bulan. Tolong perhatikan pola makan, jangan sampai stress. Jangan sering merokok, apalagi minum minuman beralkohol."
"Apa?" Valerie terkejut. Cepat atau lambat, pasti hal ini akan datang.
"Kamu harus sering-sering konsultasi, kalo perlu harus dianter suami ya supaya jaga hubungan," tuturnya.
"Baik, Dokter."
"Untuk jenis kelaminnya masih belum diketahui karena di sini dokter umum, tak ada mesin USG. Saya sarankan kamu ke dokter kandungan." Sang dokter ke meja, mengambil secarik kertas dan pulpen, menuliskan sesuatu di atasnya. "Di rumah sakit ini ada dokter kandungan, ini nomor teleponnya kalau ingin membuat janji." Di kertas kedua, ia menuliskan resep obat. "Ini resep obat pereda nyeri."
"Baik, Dokter. Kalau begitu saya permisi."
***
Valerie sudah menebus obat berdasarkan resep dokter, kini ia sudah sampai di rumah menggunakan Bagong Car. Keadaannya sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelumnya. Ia terkejut tatkala melihat Nagara berdiri di depan pintu rumahnya.
"Astaga! Lo ngapain di sini?" tanya Valerie menatap heran cowok itu.
Nagara sontak menghadap ke Valerie. "Gue baru peka kalo lo pengin gue ke sini pas baca ulang chat tadi."
"Nggak usah, lo pulang aja." Valerie terlanjur kesal. Di sisi lain, ia tak mau mengganggu kebersamaan Nagara dengan temannya, namun ia butuh keberadaan Nagara di sisinya.
Nagara mengerut kening. "Lah, kenapa?"
"Gapapa," jawab Valerie.
Nagara mulai kesal. Ia berdecak. "Kenapa, sih? Udah syukur gue ke sini."
"Sana pulang, gih. Gue bisa jaga anak ini sendiri," ujar Valerie sambil memegang perutnya. Ia masih terkejut dirinya hamil. Sebenarnya sudah tahu, tapi ia agak tidak siap mengalami fase ini.
Nagara mengacak kasar rambutnya. "Aduh, kayaknya lo nggak ngerti point omongan gue."
"Makanya, ngomong to the point, Anjing. Lo pikir gue bisa langsung ngerti dipakein kode?" Emosi Valerie mulai meletup-letup bagai lava yang ingin meledak dari inti gunung.
Nagara tertawa sinis. "Oh, iya. Gue lupa otak lo goblok."
"Bangsat, gue nggak mau ngomong lagi sama lo." Kehamilan ini membuat Valerie lebih sensitif.
"Lo hamil berapa lama?" tanya Nagara menatap perut Valerie.
"Sebulan," jawba Valerie.
"Anjir! Lo baru nyadar?" Nagara tak menyangka bahwa segitu tak pedulinya Valerie dengan kondisinya.
"Gue sibuk kerja, mana sempet mikir kondisi diri sendiri," jelas Valerie.
Nagara menatap malas cewek itu. "Iya, si paling sibuk kerja."
"Tai, diem lo," marah Valerie. Ia kemudian masuk ke rumah tanpa mengajak Nagara. Kali ini ia tak bisa menahan emosi. Terserah apa tanggapan Nagara, ia tak peduli.
Nagara menahan pintu rumah Valerie. "Valerie, tunggu!"
"Kenapa?" tanya Valerie berdecak.
Tanpa permisi, Nagara masuk ke dalam rumah Valerie. Cewek itu menatap tajam perilaku Nagara yang tak punya sopan santun. "Kasih gue diem di sini sampe lo tidur."
"LO MAU NGINEP GITU? JANGAN, NANTI LO KEBABLASAN LAGI!" hebohnya.
"Anjir, nggak gitu. Gue takut anak kita kenapa-napa. Gue harus jagain lo demi anak kita. Lagian, gue nggak nafsu sama barang murah kayak lo."
Valerie berdecih. "Nggak nafsu tapi muji body gue bagus."
"Gue mabuk waktu itu," elak Nagara.
"Terserah lo," jawab Valerie pada akhirnya. Ia tak mau memperpanjang debat tak penting.
"Ya."
Valerie duduk di sofa panjang, disusul oleh Nagara yang duduk di sampingnya. "Tadi lo ngapain nggak bilang ke rumah sakit?"
"Katanya lo lagi nongkrong, ya udah gue langsung mesen Bagong Car ke rumah sakit. Untung supirnya baik," tutur Valerie.
"Nikah aja sana sama supirnya." Ada nada tak suka tersirat dari ucapan Nagara.
"Dih, nggak jelas!" seru Valerie.
"Terus, tadi dikasih obat nggak?" Nagara membuka topik baru.
"Dapet obat pereda nyeri aja, besok gue mau ke dokter kandungan buat konsultasi," balas Valerie.
"Oh, ya udah. Lo bisa ke sana sendiri, kan?" tanya Nagara.
"Bisa." Valerie sudah duga bahwa Nagara tak akan mau mengantarnya.
"Lain kali jangan sendirian ke dokter, telpon gue biar gue bertanggung jawab." Nagara menatap serius cewek itu.
"Semoga lo waras terus, ya."
Nagara memukul kepala Valerie. "Sialan lo, gue lagi baik dikatain mulu."
"Sehari nggak ngatain lo rasanya mulut gue sepet," balas Valerie turut memukul kepala Nagara.
"Bangke."
"Gue sebenernya gapapa kalo lo nggak di sini, jugaan baru hamil sebulan," kata Valerie menghela napas. Ia tak mau kalau Nagara memaksakan diri demi bertanggung jawab.
"Gapapa kepala kau borok! Gue nggak mau kalo kehilangan anak cuma gara-gara lo yang terlalu nganggap enteng kehamilan."
"Dih, lagaknya seolah gue doang yang punya tanggung jawab buat jaga anak," cibir Valerie.
Nagara bingung mau pakai bahasa apa lagi biar Valerie tidak salah paham terus kepadanya. "Ya Tuhan, maksud gue supaya lo lebih waspada. Ini demi kebaikan anak, kok."
"Cerewet."
"Lo nggak pernah denger omongan gue." Nagara kesal.
"Omongan lo nggak ada yang guna. Kalo nggak ngatain gue, ya nyalahin gue," ungkap Valerie.
"Kali ini gue serius."
"Terserah, gue mau mesen makan dulu."
"Lo nggak bisa masak?" tanya Nagara.
"Cuma bisa masak telor goreng sama mie. Kenapa?" Valerie menatap Nagara.
"Belajar masak, Mama gue nggak suka cewek yang nggak bisa masak," titah Nagara.
"Kapan-kapan. Gue juga pengin, kok, cuma belum sempet," jelas Valerie.
"Awas kalo lo nggak belajar," ancam Nagara dengan tatapan serius.
"Iya, iya," balas Valerie. "Lo mau makan apa?"
"Tumben baik." Nagara tersenyum tipis.
"Cepet jawab," ketus Valerie.
"Cap cay tanpa micin. Gue tau lo pasti mau beli yang murah."
"Muka lo murahan!" maki Valerie.
"Yeu, nyolot."
"Nggak pake nasi?" tanyanya.
"Pake setengah aja," balas Nagara.
"Pantesan otak lo setengah," ejek Valerie.
Nagara menggeleng heran. "Nggak jelas."
"Ya udah, gue pesenin. Nanti ambilin, gue mau tiduran dulu."
Nagara berdecak malas. "Yeu, ternyata modus."
"Gue bayarin lo, tenang aja."
"Bukan masalah dibayar—"
"Bisa diem nggak?" Valerie tak mau dibantah.
"Hadeh, belum jadi istri kelakuan kayak anjing rabies ...."
Ia menatap Nagara penuh emosi. "Pergi lo dari sini!"
"Iya, iya. Gue di sini, lo tidur sana di kamar. Katanya mau tiduran, kan?
Valerie berdecak. "Gitu, kek, dari tadi. Pesenin gue fuyung hai sama nasi."
"Iyaaa."
***
Steven: Hai ayang😘
Valerie: Apa lo ayang-ayang?
Steven: Jiah, jutek banget, yank....
Valerie: Typing lo jelek, gue ga suka.
Steven: Gue masih kepo sebenernya lo ada hubungan apa sama Nagara
Valerie: Udah gue bilang kalo gue cuma fans, Bajigur.
Steven: Gue nggak percaya. Ini bukan lo banget. Lo pasti ada hubungan sama Nagara.
Valerie: Kalopun gue ada hubungan, apa urusannya sama lo?
Steven: Gue yakin ada yang nggak beres, Nagara tipe ceweknya bukan kayak lo.
Valerie: Auk deh.
"Makanannya udah dateng."
—-
Gimana ya kalo kisah ini aku buat sad end?🤗😍🙂❤️😘
Spam "Nagara" for next chapter
Spam "Cia" for next chapter
Spam apa aja di sini
2k komen aku up heheheh
Tbc❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top