32. DRUNK

Hola, apa kabar?

Apa yang kalian lakukan kalo lagi malam mingguan?

Pernah sayang sama orang tapi dikecewakan?

Happy reading!😍

Steven berdeham. "Lo yakin sama keputusan lo? Nggak bakal nyesel ninggalin Nagara?"

"Enggak."

Terdengar helaan napas dari Steven. Ia lelah perseteruan pasutri ini tidak ada habisnya. "Ya udah, gue setengah jam lagi mau latihan, club gue bakal ke Surabaya buat tanding."

"Semangat!" seru Valerie.

"Makasih, Vale," jawab Steven. "Lo jaga diri di sana, bahaya sendirian pas lagi hamil."

"Santai. Gue, kan, cewek strong, dari dulu juga udah biasa tinggal sendiri." Valerie tidak mau membuat Steven khawatir. Meminta tolong kepadanya agar dibantu untuk kabur dari Nagara saja sudah cukup merepotkan Steven.

"Tapi, kan, lo lagi hamil, lebih bahaya kalo sendirian pas hamil."

"Aduh, tenang aja kenapa, sih?" kesal Valerie.

"Lo tenang, gue yang khawatir. Gue yakin Nagara lagi kacau banget sekarang." Tak dipungkiri Steven juga cemas dengan kondisi sobat karibnya. Nagara memang tipe orang yang jarang curhat kalau ada masalah, tapi teman-temannya pasti peka kalau Nagara kenapa-napa.

"Bodo amat sama keadaan Nagara, mau dia mati gue nggak peduli."

"Mulutnya, Vale," tegur Steven.

"Sorry." Emosi melewati batas, membuat Valerie berucap di luar nalar.

"Sebelum lo memutuskan mau cerai, pikirin segala aspek."

"Iya, Steven."

"Gue matiin dulu teleponnya."

"Oke."

Sambungan telepon dimatikan oleh Steven, membuat Valerie kembali menaruh ponsel di atas kasur.

Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar. Lantas, Valerie turun dari ranjang, berjalan ke depan sana, membuka pintu untuk sang pengetuk pintu. Terlihat sang staff cottage membawakan orange juice ke Valerie.

"Permisi, Mbak. Ini welcome drink-nya."

Valerie mengambil orang juice itu. "Makasih banyak, Mbak."

"Sama-sama," jawabnya. "Mari." Wanita itu tersenyum ramah, membungkukkan sedikit tubuh.

Valerie mengangguk, membalas senyuman ramah staff wanita itu. Ia kembali menutup pintu, masuk ke kamar. Gelas itu ia taruh di atas meja, lalu merebahkan tubuh di ranjang.

Valerie menghela napas, merentangkan tangan sembari bergerak seperti penguin di atas hamparan salju. "Enaknya nggak dengerin bacotan Nagara."

"Syukur semua barang endorse udah gue urus, jadinya nggak ada kerjaan lagi."

Ia berdecak malas. "Mending gue turu, daripada mikirin Nagara. Gue sumpahin lo gila biar tau rasanya kehilangan seseorang."

"Gue kayak udah agak mati rasa. Kalo dibilang nggak cinta sama Nagara, gue bohong. Nggak mungkin bisa move on secepet itu, walaupun dia udah jahat ke gue. Kebaikan dia selama ini kayak beliin gue kebab, bantuin gue pas muntah, dan lain sebagainya masih jadi pertimbangan kenapa hati gue masih berlabuh di dia."

Ponsel Valerie bergetar di atas kasur, mencuri atensi sang pemilik benda pipih untuk segera mengambilnya.

Nagara:
Vale, kalo lo mau balik ke rumah, rumah gue selalu terbuka buat lo. Kalo lo udah bener-bener mau pisah sama gue, tolong jaga anak kita, kasih gue sesekali jengukin dia karena gue punya hak sebagai Papanya. Gue minta maaf udah bikin lo sakit hati. Memang permintaan maaf gue sangat terlambat, nggak bisa ngobatin sakit hati lo, yang penting gue udah berusaha buat nurunin ego.

"Halah, basi banget! Minta maafnya aja kayak terpaksa." Baginya, ucapan Nagara sudah tak berarti. Ia ingin memberi pelajaran kepada cowok itu agar kapok dan sadar dengan perbuatannya selama ini.

Valerie menunduk, mengusap perutnya yang kian membesar. "Nak, kita minum juice dulu, yuk? Supaya kamu nggak kekurangan nutrisi."

***

Nabiru FC kini sedang sesi latihan passing atau mengoper bola. Sang pelatih sedari tadi memperhatikan Nagara tak fokus, bahkan ketika Nagara memegang bola, ia malah tidak mengoper ke rekam satu timnya.

"Nagara, passing bolanya!" titah sang pelatih.

Nagara masih melamun, belum sadar kalau dia ditegur sama pelatih.

"Kenapa melamun?" tanyanya.

Ia mengerjap, tersadar dari lamunan. "Enggak apa-apa, Coach."

Sang pelatih menghela napas, berkacak pinggang sembari menggeleng heran melihat Nagara. Tak ayal, hal itu menjadi perhatian rekan satu tim, namun mereka pura-pura cuek agar tidak dimarah pelatih. "Fokus, Nagara! Menjadi pemain bola harus punya visi dan mental yang kuat, jangan lemah. Kalau kamu masih ingin bersaing, buktikan kalau kamu bisa!"

"Baik, Coach."

***

"Ini udah hari kedua lo menghilang. Lo nggak mau balik ke rumah?" Cia sedari tadi bawel menanyakan keadaan Valerie. Ia benar-benar khawatir akan kondisi Valerie. Sebenarnya, ia tak ingin ikut campur urusan rumah tangga orang lain, namun hatinya tergerak untuk mengurus Valerie mengingat wanita itu tengah mengandung.

Decakan meluncur dari bibir Valerie. "Males."

"Gue khawatir lo kenapa-napa, walaupun lo bilang kalo ada penjaga di sana."

"Tenang, gue bisa jaga diri, Cia." Valerie tak suka dirinya dianggap lemah. Wanita independen sepertinya sudah biasa tak membutuhkan bantuan orang lain, tapi kini ia malah terlihat lemah karena ditanyakan terus keadaannya.

"Gini, deh. Biar gue nggak khawatir terus, mending lo balik ke sini." Berbagai alasan sudah Cia coba untuk membujuk Valerie pulang.

"Udah gue bilang, gue nggak mau ketemu Nagara." Valerie tetap pada pendirian.

"Baliknya ke rumah gue," saran Cia.

"Enggak mau, lah! Di rumah lo ada Neron, ya kali gue nebeng di tempat orang?"

"Santai aja kali."

"Enggak mau!" seru Valerie.

"Ya udah, lo mau nginep di mana? Di rumah Steven gitu?"

"Enggak juga," jawab Valerie.

"Gue nggak mau tau, pokoknya besok lo harus udah balik, nanti gue hubungi Steven."

"Udah gue bilang, gue nggak ma—"

Bip.

Sambungan telepon diputus sepihak oleh Cia, membuat Valerie sangat kesal.

"Sialan! Kenapa semua pada dukung Nagara? Emangnya gue salah pergi dari dia? Nggak tau aja kelakuan tuh cowok kayak dajjal jahanam." Valerie mengatur napas, berusaha mengontrol emosi agar anaknya tidak kenapa-napa. "Oke, Cia memang khawatir sama gue, tapi dia harusnya mikir Nagara bakal lebih gampang nemuin gue kalo diem di sana."

Sebuah bohlam kuning terlintas di otak Valerie. "Kayaknya gue harus ubah plan supaya nggak libatin orang lain."

***

Nagara
Ini pesan terakhir gue, pasti lo bakal baca. Lo nggak malu apa ngeribetin orang cuma karena masalah rumah tangga kita? Oke, gue ngaku gue salah, tapi bisa, kan, nggak usah libatin orang lain?

Nagara tak henti mengirim pesan ke Valerie, apa pun akan ia lakukan demi di-notice oleh sang istri. Memang sudah terlambat untuk mengungkapkan rasa, tapi tak ada salahnya mencoba. Siapa tahu keadaan bisa membaik, 'kan?

Valerie
Terus, kalo gue nggak libatin orang lain, lo bakal sadar gitu?

Nagara menghela napas, tak habis pikir akan pola pikir Valerie. Oke, dia tahu kalau Valerie kabur karena ulahnya. Akan tetapi, apakah Valerie tidak bisa kooperatif untuk kali ini saja agar orang lain tidak tahu masalah mereka?

Nagara
Stop childish, Vale.

Valerie
Jawab pertanyaan gue.

Nagara
Gue udah sadar kalo gue salah. Itu semua supaya lo nggak berpaling ke lain hati. Gue akui gue udah cinta sama lo. Itu, kan, yang lo mau?

Valerie
Beneran udah cinta?

Nagara
Udah
Makanya, lo pulang, ya?

Valerie
Wah, gue malah makin tertarik buat bikin lo hancur. Akhirnya, gue bisa bikin lo jatuh cinta. Orang jatuh cinta biasanya goblok, gampang buat dihancurin🤪

Nagara
Oh, jadi lo mau hancurin gue? Silakan.

Valerie
Hebat malah nantangin. Oke, tunggu aja kehancuran lo

Nagara
Siap👍

Nagara kini mencari kontak Steven, menekan tombol hijau untuk menghubungi sang pria melalui sambungan telepon.

"Steven, Valerie sampai kapan di pulau itu?"

"Gue rancang dua hari aja. Sabar, Bro, dia pasti bakal balik, Valerie cuma butuh waktu buat sendiri."

"Makasih udah jadi penengah dalam rumah tangga gue dan Valerie."

"Sama-sama."

"Gue matiin dulu telponnya."

"Siap."

Bip.

"Gue nggak bisa nunggu lusa buat ngelihat Valerie," gumam Nagara.

***

Steven
Gue udah bilang kalo lusa lo bakal balik ke rumah Nagara

Valerie
Bagus. Biarin dia nunggu, jugaan gue nggak bakal balik dalam waktu dekat

Steven
Lo pasti bakal balik dalam waktu dekat, percaya sama gue.

Valerie
Nggak bakal.

"Tai emang! Apa coba maksud Steven ngasi tau Nagara kalo gue bakal balik dua hari lagi? Padahal, gue aja nggak tau kapan gue balik." Valerie merasa tidak adil, seolah semua orang berpihak kepada Nagara. Ia mulai curiga bahwa Steven awalnya membantu dia kabur agar tak terlalu terlihat kalau sebenarnya cowok itu ada di pihak Nagara.

"Pokoknya gue mau Nagara dapat karma yang pantas!" marah Valerie. "Monyet! Kenapa gue mesti sayang sama Nagara? Kenapa gue mesti terlibat insiden sama dia? Gue dulu memang suka sama dia, tapi setelah tau sifatnya kayak dajjal, gue berusaha untuk move on."

Suara notifikasi Whatsapp terdengar dari ponsel Valerie, menyebabkan sang wanita melihat benda pipih berlogo apel digigit tersebut. "Halah, paling Cia nyuruh gue balik."

Cia
Please, kali ini lo harus datang ke sini. Nagara pingsan, dia mabuk sama ngerokok terus di kontrakan

Valerie
Jangan drama.

Cia
Sumpah, dia beneran mabuk sampe pingsan. Gue sama Neron lagi nungguin dia di kontrakan dia

Valerie
Baguslah. Semoga otaknya berfungsi setelah pingsan

Cia
Valerie?! Lo nggak serius, kan, ngomong gini?

Valerie
Serius.

Gue malah seneng dia mabuk-mabukan, ngerokok karena putus asa kehilangan gue. Mampus, makan tuh karma instant!🤣🤪

Cia
Gue paham lo kecewa berat sama Nagara, tapi tolong pake hati nurani lo.

Valerie
Hati nurani rakyat maksudnya?

Cia
Jangan bercanda

Valerie
Duh, mau cairin suasana doang supaya kalian nggak nangis bombay ngelihat Nagara hancur. Masa nggak boleh?

Cia
Lo udah gila.

Valerie
Emang. Itu semua berkat ✨Nagara✨😍

Cia
Oke, syukur dia nggak ke mana-mana pas mabuk, kalo gitu bisa aja dia kecelakaan

Valerie
Wah, bagus kalo gitu! Kalo perlu mati aja biar gue tenang

Cia
Gue yakin hati lo nggak rela dia kayak gini

Valerie
Ah, jangan sok tau. Bayi gue ikutan seneng sampe nendang perut gue

Cia
Oke, enjoy your day.

"Bagus, Gara. Kehancuran pertama udah datang, tinggal tunggu kehancuran selanjutnya. Gue mau tau sampai mana lo bertahan."

***

Seseorang seperti kehilangan arah tengah tergeletak di atas sofa setelah meneguk lima botol beer dan dua batang rokok. Ia sebenarnya tak kuat merokok, namun ia memaksa diri agar diperhatikan Valerie. Setelah Valerie pergi, Nagara sering minum bir sampai mabuk agar Valerie tahu betapa menderitanya dia ditinggal pergi. Ia berharap, setelah mabuk-mabukkan, semoga sang istri mau kembali ke pelukannya. 

"Valerie, Valerie....," lirih Nagara mulai membuka mata.

"Akhirnya lo sadar juga," ujar Neron.

Tadi Neron dan Cia berinisiatif datang ke rumah Valerie setelah mereka sempat ke kontrakan Nagara. Mereka baru tahu kalau selama ini Nagara tinggal di rumah Valerie. Terbukti, feeling jelek Neron akurat dan terpercaya setelah melihat keadaan Nagara.

"Valerie mana?" Nagara masih berharap kalau Valerie pulang ke rumah hari ini.

Neron mengedikkan bahu. "Nggak tau."

"Gimana, ya, caranya supaya di-notice Valerie? Gue udah berusaha mabuk-mabukan dan merokok supaya dia datang ke sini."

"Tolol banget!" seru Neron.

"Neron, udah." Cia berusaha melerai, walaupun di dalam hati ia mengumpat hal yang serupa.

"Bocah tolol jahanam! Pantesan Valerie ninggalin lo, mana sudi dia punya suami tolol kayak lo!" Neron masih marah melihat keadaan Nagara yang kian kacau.

"Gue cuma mau dia datang ke sini. Dia tadi bilang kalo mau gue hancur...," lirih Nagara.

"Terus, sekarang dia datang nggak?" tanya Neron.

"Enggak."

Neron mengatur napas, berusaha mengelola emosinya agar bisa sabar berbicara dengan Nagara. "Denger, kalo lo kayak gini, lo mau dipecat club dan nggak dipanggil ke TC Timnas?"

Nagara menggeleng. "Enggak."

"Makanya, jangan banyak tingkah!"

Nagara mengambil sloki di atas meja, menuangkan bir ke dalam gelas kecil itu, lalu meminumnya hingga tandas. "Gue cuma mau Valerie."

"Dih, nggak nyambung, mana malah nambah minum." Neron terheran.

Nagara tak peduli dengan ucapan Neron, yang ia butuhkan saat ini hanya Valerie. "Valerie, gue bohong waktu itu bilang 'I've fallen for you, Valerie' karena lo bikin gue puas, tapi karena beneran cinta. Gue sayang banget sama lo, mungkin lebih besar dari rasa sayang lo ke gue. I don't know how to tell that I love you more than everything. I am too stubborn to admit my mistake."

Neron tertawa. "Buset, pake bahasa Inggris Si Monyet."

"Neron, nakal banget masih bisa ketawain temennya pas mabuk," peringat Cia.

"Biarin aja, orang gila emang pantes diketawain, yang penting kita jagain dia biar ga ugal-ugalan di jalan atau ke club malam."

Nagara kembali melanjutkan ungkapan perasaannya ke Valerie, walaupun Valerie tidak ada di sana. "Jujur, gue insecure pas tau banyak cowok yang deketin lo. Syukurnya lo terikat sama gue, jadinya nggak bisa deket sama mereka. Gue udah nuduh lo yang enggak-enggak, tapi lo masih sabar mau bertahan sama gue sebelum kabur. Gue tau ini terlambat, tapi lo harus tau kalo gue cinta banget sama lo."

"Gue nggak bisa ungkapin perasaan secara langsung mengingat gue nggak pernah jatuh cinta sedalam ini sama cewek. Kebodohan yang mengalir di sekujur sel tubuh ini membuat gue mikir pendek, seolah semua cowok yang deketin lo itu adalah kesalahan lo. Padahal, lo memang cantik dan menarik, makanya mereka deketin lo.

"Dulu, gue cuma ngelihat lo sebagai selebgram bad girl yang suka mabuk dan cari sensasi. Coba bayangin, dengan image buruk lo aja mereka udah jatuh cinta, apalagi kalo tau sebenernya lo baik banget, bisa mampus gue. Makanya, gue ngekang lo supaya lo nggak naksir mereka."

"Gue ngatain lo murahan, nggak punya harga diri, dan lain-lain supaya lo nggak deket sama cowok lain."

"Sialan, lo jahat banget, pantesan Valerie minggat!" Cia baru tahu kalau ternyata mulut Nagara sejahat itu.

"Tai, lo yang sering saranin gue supaya nggak kasar sama Cia, tapi kelakuan lo jauh lebih bangsat dari gue," kesal Neron.

"Sorry, kali ini aku nggak bisa toleransi kelakuan kayak anjing." Emosi Cia kian meledak, membuatnya semakin yakin untuk mendukung tindakan Valerie. Cia merogoh ponsel di saku, memperlihatkan chat-nya dengan Valerie kepada Neron. "Ini chat aku sama Valerie tadi."

"Kelihatan dia kecewa banget sama Nagara." Neron menanggapi. "Kamu udah rekam, kan, pas Nagara mabuk?"

"Tenang, kan, ada CCTV, Sayang."

"Baguslah."

***

"Anjir, lo baru ngaku di saat gue pergi. Masa gue harus pergi dulu biar lo nyadar?" Valerie menanggapi video yang dikirim oleh Cia via email. "Gue kayaknya harus balik, masih belum puas bikin dia nangis."

Valerie memutuskan untuk menghubungi Steven lewat Whatsapp.

Valerie
Steven, besok gue mau balik.

——

Lumayan gempor ngetiknya gengs xixixi

Ga tau deh feel ngeselinnya si Nagara udh dapat atau blm ekwkk

Terima kasih yaaa buat yg sudah bertahan baca ini, lagi 4/5 part mungkin bakal end hehehe

Yang dukung Valerie cerai komen di sini💪

Yang dukung Valerie bertahan sama Nagara komen di sini👍

Yukkk lakukan tradisi readers cinderianaxx dengan cara:

Spam "Nagara" for next chapter

Spam "Valerie" for next chapter

Spam "Nana Cantik" for next chapter

2k komen + 500 vote aku up yaaa (HARUS TEMBUS YAAA GUISSS!!❤️)

Tbc luv❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top