31. ESCAPE
Nah, ini udah masuk konflik (sebenernya konflik utama sih wkwkwk), kali ini karma untuk Nagara, yaaa🥰
Ada yang masih nungguin cerita ini gaaa?
Sebenernya ini cerita mainstream banget, tapi aku pasti berusaha memberikan yang terbaik. Banyak banget kekurangannya, kalo mau revisi juga bingung mulai dari mana, soalnya banyak dan udah terlanjur ke part jauh wkkwkw
Happy reading😍
Jarum jam menunjukkan pukul satu pagi, udara dingin terasa menusuk ke kulit. Dikarenakan tidur lebih awal dari biasanya, Valerie jadi terbangun jam segini. Keadaan Valerie jauh lebih baik dibanding sebelumnya karena ia sudah mendapat istirahat yang cukup.
Kedua netra dikucek, mengamati lingkungan sekitar. Ternyata, tidak ada keberadaan Nagara di sini. Sepertinya lelaki itu benar-benar enggan tidur bersama Valerie setelah pertengkaran tadi. Kali ini, Nagara tak berusaha untuk meminta maaf, Valerie juga tak berminat untuk berdamai, ia sudah menutup pintu maaf untuk Nagara, membuatnya semakin yakin untuk pergi dari kehidupan lelaki bajingan tersebut.
Valerie melangkah keluar kamar, hendak memastikan keadaan apakah ia hari ini aman untuk kabur atau tidak. Suara dengkuran halus terdengar dari arah sofa ruang tengah, rupanya Nagara sedang tertidur pulas. Hal itu semakin menarik minat Valerie untuk mendekati lelaki itu.
Sepasang tangan ia letakkan di pinggang, menatap Nagara sembari merendahkan sedikit tubuh guna menyamakan posisi. "Tumben tidur di sofa? Biasanya tidur di kasur."
"Kayaknya lo capek, ya, hadapi gue yang bawel pas hamil? Mending gue pergi aja biar lo nggak usah repot ngurus orang yang lo benci. Gue nggak mau lo jadi terbebani tanggung jawab, gue mending milih pisah daripada lo nggak ikhlas ngurus gue."
Air mata mulai membasahi pipi Valerie. Hati terlampau sesak, tak bisa menahan kesedihan lagi. "Kalo ditanya soal perasaan, gue sayang banget sama lo, Nagara. Maaf, kali ini gue nyerah, nggak bisa nepatin janji sama diri sendiri bakal terus ada di sisi lo. Gue juga butuh istirahat, nggak bisa pasang topeng terus biar kelihatan tegar."
"Semoga ke depannya kita sukses dengan kehidupan kita masing-masing, siapa tahu lo dapat cewek yang lebih baik, apalagi lo ganteng, pemain bola terkenal pula. Kalo dibandingin sama gue, gue mah nggak ada apa-apanya. Prestasi nggak punya, cuma ngandelin tampang sama sensasi."
"Kalo lo udah dapat pengganti gue, jangan kasarin dia, ya? Kalo cemburu, tolong dikontrol emosinya, cewek lo pasti bakal muak kalo lo emosi terus."
"Tubuh gue memang pergi, tapi hati gue pasti bakal selalu dihuni sama lo." Satu kecupan ia daratkan di kening Nagara. "Selamat tinggal, Nagara. I love you."
***
Cahaya turut menghiasi pagi, masuk melalui celah jendela ruang tengah villa yang dihuni Nagara. Hari cerah tak menjamin suasana hati penghuni bumi akan ikut cerah, contohnya seperti Nagara.
Ia terusik diiringi napas memburu, mendadak terduduk. "Jangan pergi, Valerie!" Ia mengelus dada. "Ya Tuhan, untung cuma mimpi."
Seingat Nagara, Valerie kemarin tidur di dalam kamar. Oleh karena itu, kedua kaki berpijak di lantai, berjalan ke kamar Valerie. "Vale, lo nggak kabur, 'kan?" tanya Nagara memastikan.
Sepatah kata tak meluncur dari bibir Valerie, membuat Nagara semakin panik. "Woi, jangan diam doang!"
Di panggilan kedua, hasilnya tetap nihil.
Sepasang kaki Nagara melangkah ke kamar sebelah, berusaha berpikir positif bahwa Valerie pindah tidur ke sana. Ia membuka pintu ruangan tersebut. "Valerie!"
Rasa gundah mulai menyeruak ke relung hati, ia tak bisa sesantai tadi karena tak melihat keberadaan Valerie. "Gila, jangan ngumpet lo, nanti anak kita kegencet kalo lo ngumpet di tempat sempit." Nagara mengatur napas sejenak, bertenggang tidak mengikuti intuisi yang berkata Valerie tidak ada di sini. "Ah, pasti dia main ke villa Neron."
Nagara berinisiatif mengambil ponsel di atas nakas ruang tengah, mencari kontak Neron guna menghubungi pria itu. Benda pipih ia tempelkan di telinga, menunggu bunyi sambungan sampai terdengar suara Neron. "Halo, Ron."
"Tumben nelpon jam segini?"
"Valerie ada di sana nggak?" tanya Nagara.
"Nggak ada."
Ketakutan mulai menghantui pikiran Nagara. "Jangan bohong."
"Sumpah, beneran nggak ada. Gue sama Cia aja bentar lagi mau berangkat ke bandara." Neron menjawab begitu serius.
Tanpa persetujuan, Nagara langsung memutus sambungan telepon. Ketika sang pria hendak keluar, terdengar suara bel dari luar. Oleh karena itu, ia membuka pintu. Terlihat keberadaan Neron dan Cia di depan villa yang ia sewa.
"Valerie mana?" tanya Cia.
"Ya Tuhan, Valerie beneran hilang...." Nagara mengacak frustrasi rambutnya.
"Valerie hilang?!" pekik Neron.
"Hah?! Gila, jaga istri segitu doang lo nggak becus?" Cia tak kuasa menahan amarah.
Atensi Nagara teralihkan pada Cia. "Cia, Valerie ada bilang nggak ke lo mau pergi ke mana?"
Cia menggeleng. "Nggak ada."
Satu pukulan Nagara layangkan ke pintu tak bersalah sebagai pelampiasan emosi. "Sialan, dia beneran pergi dari gue!"
"Coba telpon Valerie, siapa tau dia ke mana gitu," saran Cia.
Sebenarnya saran dari Cia itu hal yang harus dilakukan dari tadi oleh Nagara, namun pikirannya sedang kacau. Ia mengangguk. "Oke, gue coba."
Jari jemari tengah mencari kontak Valerie, menekan tombol hijau untuk menyambungkan koneksi telepon.
"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi."
Kedua kaki merosot ke bawah, isak tangis tak terbendung lagi. "Bangsat! Kenapa lo harus pergi di saat gue mau bilang cinta sama lo?" Penyesalan menyelimuti hati Nagara yang tengah terluka karena ulahnya sendiri. "Gue nggak sanggup lo pergi, Valerie...."
"Nagara!" Neron turut berjongkok di depan Nagara, membantunya agar berdiri kembali.
"Valerie beneran pergi...." Air mata tak dapat ditahan Nagara. Cemburu dan kebodohan adalah kombinasi yang tepat untuk menghancurkan diri sendiri.
"Bro, kita cari Valerie sama-sama."
"Lo nggak ke bandara?" tanya Nagara.
"Gue sebenernya rada geli buat bilang ini, tapi gue nggak mungkin biarin lo sendirian cari Valerie."
"Lo ijin sama club gitu?"
"Iyalah."
"Jangan hancurin karir lo demi gue."
"Si Anjing lebay banget! Ijin sehari doang nggak bikin karir gue hancur." Neron tak takut karirnya hancur, semua pemain tahu bahwa Neron adalah pemain kunci di klub, tak mungkin ia izin sehari bisa kena pecat.
Tiba-tiba, suara dering ponsel Nagara terdengar, membuat secercah harapan kembali muncul, apalagi nama Valerie yang tertera.
"Valerie nelpon!" Mata Nagara kembali berbinar.
"Cepetan angkat!" seru Neron dan Cia serempak.
Anggukan diberikan Nagara kepada mereka. "Valerie, lo ke ma—"
"Jangan cari gue, gue baik-baik aja, kok."
"Please, pulang bareng gue, ya?" bujuk Nagara.
"Sorry, gue nggak bisa, Nagara."
"Valerie, gue sa—"
Sambungan telepon langsung dimatikan Valerie, tak ingin mendengar bujuk rayu ataupun tangisan Nagara untuk saat ini. Semua sudah terlambat, penyesalan pasti selalu datang di akhir.
"Anjing! Harusnya dia nggak pergi tanpa kejelasan gini!"
Suara notifikasi Whatsapp terdengar dari ponsel Cia, menarik kedua netra untuk beralih ke layar benda pipih berlogo apel digigit.
Valerie
Pasti Nagara bakal ngerepotin lo berdua. Gue baik-baik aja, Steven yang bantu gue buat booking cottage ke Nusa Penida. Jangan bilang gue masih di Bali. Maaf bikin lo terlibat, tapi gue nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi :(
Nusa Penida adalah sebuah pulau bagian dari negara Republik Indonesia yang terletak di sebelah tenggara Bali yang dipisahkan oleh Selat Badung. Di dekat pulau ini terdapat juga pulau-pulau kecil lainnya yaitu Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan.
Cia
Santai aja. Hati-hati, Valerie.
Kabarin gue kalo ada apa-apa
Cia menyimpan ponsel ke dalam saku, mendongak untuk menatap Nagara. "Mending lo balik dulu ke club, gue yakin Valerie baik-baik aja."
"Lo gampang ngomong gitu, anjing!" Nagara tak terima Cia seolah menganggap enteng kepergian Valerie.
"Jangan ngatain istri gue anjing! Berani lo nyakitin dia, lo berurusan sama gue!" Emosi melingkupi relung Neron.
Cia mengelus bahu Neron. "Gapapa, Sayang. Aku paham Nagara lagi emosi, bingung harus ngapain di keadaan kayak gini."
"Sorry, Cia." Nagara tertunduk sesal.
Seulas senyum ditampilkan Cia. "It's okay."
"Kamu sering bijak tapi nggak pernah mikirin perasaanmu sendiri, Cia. Kamu boleh marah kalau dimaki orang!"
Diam adalah cara Cia untuk menetralkan emosi Neron. Ia tahu sang pria begitu karena begitu sayang dengannya. Namun, ia harus mengerti Nagara membentaknya dikarenakan kepergian Valerie.
"Sorry, Neron. Gue nggak bermaksud ngatain Cia," ujar Nagara.
Neron menatap Nagara penuh amarah, napas memburu naik turun dengan kepalan tangan untuk menahan emosi.
"Udah, jangan ribut lagi, Neron. Kasih waktu Nagara buat mikirin keputusannya," saran Cia.
Neron menghela napas. "Bener kata Cia, mending lo balik dulu, minggu depan kita harus tanding. Lo mau dipecat sama club?"
"Enggak."
"Ya udah, ayo pulang," titah Neron.
"Valerie gimana?" tanya Nagara.
"Dia pasti baik-baik aja. Semakin lo cari, dia semakin menghindar. Valerie cuma butuh waktu buat sendiri."
Kecurigaan mulai terlintas di otak Nagara. Apa jangan-jangan kedua sejoli itu yang membantu Valerie kabur, makanya mereka terlihat santai?
"Nanti gue naik pesawat sendiri, kalian duluan aja."
"Oke, gue ikut." Ini adalah salah satu cara Neron berusaha mencegah Nagara untuk mencari Valerie.
"Tiket pesawat lo nanti hangus."
"Gampang, bisa beli lagi."
"Gila, mahal tau!" seru Nagara.
"Gue kaya," jawab Neron.
Nagara berdecih. "Sombong banget, anjing."
"Nah, karena lo kasian sama gue, mending lo balik sekarang."
"Gue cuma mau mastiin keadaan Valerie."
"Dia, kan, udah bilang kalo dia nggak mau dicari," ujar Neron.
"Lo jangan-jangan sekongkol sama Valerie, ya?" Nagara menatap curiga mereka.
"Tadi dia chat Cia, katanya dia nggak mau dicari. Gue juga nggak tau dia di mana." Tak apa sedikit berbohong, yang penting Nagara mau pulang. Begitu pikir Neron.
"Steven pasti tau di mana Cia." Nagara berspekulasi.
"Nanti kita urus," jawab Neron. "Cepetan berangkat, kasian tiket lo hangus."
"Lo lebih mentingin tiket hangus dibandingin keselamatan Valerie?"
"Woi, goblok! Valerie udah jelas-jelas bilang nggak mau ditemui sama lo. Emangnya kalo lo diem lama di sini, lo udah pasti nemuin dia, hah?" Neron sudah tak habis pikir dengan Nagara.
"Bangsat!" umpat Nagara.
***
Lautan kapuk menjadi tempat peristirahatan Valerie setelah berhasil kabur dari Nagara. Ia bisa refreshing sejenak dari pria sialan tersebut untuk beberapa saat.
Kronologi pelarian tersebut dimulai saat Valerie packing pakaian pada pukul tiga pagi. Pada pukul empat pagi, ia berjalan pelan menuju pintu keluar. Untung saja Nagara tertidur lelap, membuat langkah Valerie berjalan mulus menuju pelabuhan untuk akses ke pulau itu. Butuh waktu satu jam untuk ke pelabuhan menggunakan taksi, sedangkan dari pelabuhan menuju Nusa Penida butuh dua puluh menit menggunakan speed boat.
"Makasih udah booking-in gue tempat tinggal di pulau ini, Stev."
"Sama-sama, Valerie." Steven berdeham. "Lo yakin sama keputusan lo? Nggak bakal nyesel ninggalin Nagara?"
————
Ending sudah aku ketik di draft, mungkin ada beberapa yang nggak terima hehehe. Tebak, sad atau happy ending?
Aku sendiri baca cerita ini dari awal agak malu, kek seharusnya cerita ini bisa lebih mantap lagi kalo aku teliti wkwkwk, soalnya aku nulis cerita nggak pake outline, langsung nulis apa yg aku pikirin saat itu. Aku pun nulis dari awal ga tau ending-nya bakal kayak gimana
Yukkk lakukan tradisi readers cinderianaxx dengan cara:
Spam "Nagara" for next chapter
Spam "Valerie" for next chapter
Spam "Nana Cantik" for next chapter
2k komen + 500 vote aku up yaaa (HARUS TEMBUS YAAA GUISSS!!❤️)
Tbc luv❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top