28. SUSHI DATE

Pagi guis! Tumben bgt aku up pagi wkwkwkw. Semangat menjalankan aktivitas, guis!

Jam segini pada sekolah yaa?

Happy reading!

Sesuai janji Nagara kemarin, mereka akhirnya jalan-jalan ke mall untuk makan sushi. Terlihat tempat duduk sudah penuh, membuat wajah mereka kecewa. Ketika hendak mencari restoran lain, Nagara dipanggil oleh seseorang.

Ia berseru, "Valerie, Nagara!"

Lantas, Nagara dan Valerie menengok ke arah suara itu. Ternyata, Neron dan Cia juga berada di sini, mereka sudah duduk di depan meja.

"Woi!" sahut Nagara.

"Ayo ke sana, Gara," ajak Valerie pada Nagara.

"Iya," sahut Nagara.

Cowok itu menggandeng Valerie ke meja mereka. Bukannya ia cinta dengan cewek itu sampai menggandeng, tapi takut Valerie hilang ke meja lain. Seperti yang kalian tahu bahwa orang itu tak bisa diam.

"Gila, kita ketemu di sini. Tumben lo ke sini." Neron terlihat antusias melihat kedatangan Nagara.

Nagara duduk di samping Neron. "Biasa, bumil ngidam sushi, harus makan di tempatnya."

Neron mengangguk paham. Ia jadi berhalusinasi suatu saat nanti kalau Cia hamil dan ngidam sesuatu, ia harus membawa cewek itu ke tempat yang diinginkan.

Valerie turut duduk di samping Cia. "Halo, Cia," sapanya.

"Hai, Valerie," sahut Cia tersenyum ramah.

"Nanti kalo sushi lo udah dateng, gue minta, ya? Laper." Tatapan Valerie berbinar, berharap bahwa Cia menuruti permintaannya. Sejak hamil, ia merasa keinginannya harus benar-benar dipenuhi, tidak seperti dulu kalau ingin sesuatu tak mesti dipenuhi.

"Valerie, jangan gitu." Nagara tak enak hati dengan mereka, apalagi kedua sejoli itu sudah menunggu pesanan dari tadi.

Valerie mencengkram ujung baju bagian bahu Nagara. "Pengin sushi...."

Nagara berdecak malas kalau Valerie sudah ngidam begini, tak akan ada yang bisa menentangnya.

Neron menatap iba cewek itu. Pandangannya beralih ke Nagara. "Santai, Bro. Gapapa, kok. Gue pesen banyak sushi."

Valerie tepuk tangan dengan mata berbinar. "Yey!"

Nagara memijat kepala, malu melihat kelakuan Valerie. "Astaga ...."

Valerie berdecak malas. "Lo kenapa, sih?"

"Norak tau nggak," ketus Nagara pada Valerie.

"Siapa yang norak?" tanya Valerie.

"Lo, anjir," jawab Nagara.

"Tega banget gue dibilang norak."

"Emang norak, Setan."

"Kalo gue setan, lo genderuwo!"

"Lo lebih, anjir!"

"Lo!"

Setelah sekian lama, akhirnya sang pelayan datang membawakan pesanan Neron dan Cia ke meja mereka. "Mohon maaf, Kak. Paket capital party set-nya satu dan salmon cheese roll satu. Untuk menu lainnya silakan ditunggu, ya."

"Baik, Kak," jawab Cia.

"Mbak, tunggu sebentar. Saya mau pesan," ujar Nagara.

"Baik, Kak. Mau pesan apa?"

"Capital party set satu, chicken teriyaki donburi dua, air mineral dua."

"Baik, Kak. Ditunggu sebentar, ya."

"Oke," ujar Nagara.

Pelayan tersebut berjalan ke meja lain guna membawakan makanan untuk pengunjung lain.

Di sisi lain, Valerie sudah menatap sushi itu sembari meneguk ludah. Ia tak tahan melihat makanan kecil itu berjejer rapi. "Minta, Cia!"

"Hehhh!" tegur Nagara.

Valerie mencebik gemas. "Aaa, minta ...."

"Iya, iya." Cia tertawa kecil. Ia mengambilkan beberapa sushi, menaruhnya di piring kecil. "Ini, ya."

"Makasih banyak, Cia," ujar Valerie tersenyum manis.

"Sama Neron juga bilang makasih, dong," kata Cia.

Atensinya beralih ke Neron. "Makasih, Neron."

Neron mengangguk. "Sama-sama."

"Maaf, ya, Guys, Si Monyet emang suka bawel akhir-akhir ini. Minta makan mulu nggak tau waktu," ucap Nagara menatap Cia dan Neron. Sungguh, ia tak enak hati.

Cia tersenyum maklum. "Gapapa, namanya juga ngidam."

"Tuh, Cia aja ngerti!" marahnya pada Nagara.

"Caper banget sama Cia," cibir Nagara.

"Dia baik dan pengertian, makanya gue ngobrol sama dia terus!" balas Valerie tak kalah ngegas.

"Udah, udah. Jangan di-bully terus Valerie-nya, nanti bad mood." Cia berusaha meredakan situasi. "Selamat makan, Valerie."

"Makasih banyak, Cia."

Valerie langsung menyantap makanan itu dengan cepat sampai bibirnya belepotan penuh mayonise dan shoyu.

"Ya ampun, belepotan gitu makannya." Nagara heran melihat tingkah Valerie yang tak tahu malu.

Cia melihat Valerie rasanya sudah kenyang makan, padahal ia belum mencicipi makanan tersebut.

Valerie tetap cuek, ia tetap makan tanpa mendengar julidan dari Nagara.

"Bro, susah nggak, sih, ngurus ibu hamil? Gue nanya gini buat jaga-jaga pas Cia hamil nanti." Tampaknya Neron hendak konsultasi dengan Nagara.

"Rada susah, sih, apalagi kalo rewelnya kayak Valerie. Beuh, mintanya aneh-aneh, syukur kali ini permintaannya normal," tutur Nagara.

"Emang biasanya minta apa?" Neron penasaran.

"Kadang gue disuruh manjat pohon cabe, kadang minta martabak yang harus dimasakkin sama pelatih Timnas, Coach Made. Kan gue nggak enak, anjir, minta pelatih masakkin martabak." Nagara mengarang indah.

Mendengarnya saja membuat Neron terkekeh. "Terus, martabaknya enak?" tanyanya.

Mengingat momen itu, membuat Nagara menatap sinis cewek yang sibuk makan itu. "Gosong, hampir aja dapur Coach Made kebakaran, mana Valerie pake ngakak di depan beliau. Udah ngerepotin, nggak tau diri."

"Nggak denger, gue pake airpods," celetuk Valerie. Ia sebal Nagara malah berbohong.

Nagara berdecak malas. "Tuh, kan, dia tuh emang ngerepotin mulu."

"Jangan gitu, Gara, ibu hamil kadang emang ada yang bawel, lo harus sabar," peringat Cia.

"Nggak hamil aja udah cerewet," ketus Nagara.

Valerie menghentikan aktivitasnya. Syukur saja ia tak tersedak karena belum minum air. Ia mengusap sudut mata yang berair dengan tisu. "Apa, sih? Sewot mulu!"

"Nah, loh, anak orang nangis," ujar Neron.

"Enggak, kok, Valerie, Gara nggak bermaksud kayak gitu. Lanjutin makannya, ya." Cia menenangkan Valerie.

"Anak orang? Dia istri gue," ungkap Nagara.

"Hah?" pekik Cia dan Neron serempak.

Nagara rasa ini saat yang tepat untuk mengungkapkan semuanya ke mereka. Ia melirik Valerie sekilas, meminta persetujuan dari sorot mata untuk menceritakan tentang mereka.

Cewek itu mengangguk kecil, pertanda ia setuju dengan Nagara.

Nagara memainkan tangan di atas meja. "Lo inget nggak waktu itu gue ke rumah lo?"

Cia dan Neron kompak mengangguk. "Inget."

"Setelah mikir panjang, akhirnya kemarin gue nikahin Valerie di Gereja." Ungkapan Nagara membuat kedua sejoli tersebut terkejut.

"Buset! Serius?" pekik Neron.

Nagara mengangguk pelan. "Iya."

"Tanggapan orang tua lo gimana?" Neron semakin kepo.

Mengingat kejadian itu, Nagara tertawa miris. Rentetan peristiwa mulai dari di club malam, hingga di rumah orang tuanya seolah muncul bagaikan kepingan puzzle. Sungguh, ia tak mengerti mengapa Tuhan memberikan jalan ini kepadanya? Padahal, ia baru sekali ke club malam untuk melupakan masalah, tapi malah mendapat masalah.

"Gue yang kena gampar karena hamilin anak orang, Valerie juga kena marah dikatain efek pergaulan bebas blablabla," jelas Nagara.

Valerie merasa bersalah karena secara tidak langsung ia menjerumuskan Nagara. Ia memang sering bergaul di dunia malam, mamun dirinya juga masih shock ketika mengandung anak dari pemain bola itu.

Kini ia tahu mengapa sejak sekolah digencarkan bahwa pergaulan bebas itu berbahaya, bukan omong kosong belaka.

Neron menatap iba cowok itu. "Wajar, sih, orang tua lo marah."

"Ya, emang wajar, tapi gue belum siap sebenernya digampar karena ulah gue." Ia menarik napas sejenak. "Syukurnya, Mama baik sama Valerie, dia diajarin masak sama Mama sampe lumayan bisa."

"Syukurlah kalo gitu." Neron mengangguk lega, ia khawatir sahabatnya kenapa-napa. "Kalo ada apa-apa, bilang ke gue atau Cia, siapa tau kita bisa bantu."

"Iya, bener. Bilang aja kalo butuh bantuan," timpal Cia.

Nagara menjawab, "Sip."

Di sisi lain, sang pelayan membawa makanan dan minuman pesanan pasangan suami istri itu ke meja mereka. "Permisi, Kak." Pelayan itu menaruh semua makanan dan minuman di atas meja. "Ini chicken teriyaki donburi satu, blackcurrant satu, air mineral satu. Pesanannya sudah lengkap, ya, Kak."

Cia mengangguk. "Sudah, Mbak."

"Saya permisi, Kak," ujarnya.

"Makasih banyak, Mbak," balas Cia tersenyum ramah.

Lantas, orang itu melempar senyuman ramah pada Cia. Ia pergi ke dapur guna mengambil pesanan selanjutnya.

Valerie meneguk ludah melihat deretan makanan dan minuman Neron dan Cia. Ia menatap Nagara penuh harap. "Pesanan kita kapan datang? Gue udah laper."

"Valerie, sabar dikit kenapa, sih? Kita baru aja order." Nagara berusaha sabar.

"Mau sushi...."

Nagara berdecak malas. "Bisa diem gak?"

Valerie cemberut. Padahal, ia tak ada berbuat salah, tapi dimarah terus. "Dari tadi gue dibentak terus...."

"Lo nyebelin, nggak ada akhlak."

"Ci—"

"Jangan ngadu ke Cia mulu, kasian orang mau makan nggak tenang gara-gara lo."

"Gue makan pas pesenan kalian dateng, kok, gue nggak merasa terganggu sama Valerie." Cia berusaha meredakan situasi.

"Tuh, kan, Cia aja—"

"Diam, anjir, diam!" Nagara tak kuasa menahan emosi. Mempunyai istri bawel dan manja membuatnya ingin mengubur diri.

"Jahat!" seru Valerie mencebik kesal.

"Bawel banget jadi cewek. Dasar manusia rempong dan lembek!"

Sang pelayan kembali datang membawa makanan dan minuman pesanan pasangan itu ke meja mereka. "Permisi, Kak. Capital party set satu, chicken teriyaki donburi dua, air mineral dua. Semua pesanan sudah lengkap, ya, Kak."

Nagara menghela napas, ia tak mau menyalurkan emosinya ke sang pelayan. "Sudah, Kak. Terima kasih."

"Sama-sama, Kak. Mari."

"Mari," balas Nagara.

Valerie menatap punggung sang pelayan yang kian menjauh. Setelah itu, ia bertepuk tangan, kedua mata berbinar seolah dapat rejeki nomplok. "Yey! Akhirnya sushi udah dateng!"

Ketika Valerie hendak makan sushi, Nagara memukul tangan cewek itu. "Heh, berdoa dulu sebelum makan! Makan doang, tapi lupa sama Tuhan," peringat Nagara.

Valerie menarik tangan dari depan sushi. "Iya, iya. Makasih udah diingetin." Cewek itu menunduk, memegang tangan satu sama lain untuk mengambil sikap doa. "Berdoa selesai." Ia mendongak, lalu mengambil makanan dengan tidak sabaran. "Yey, makan sampe anak kenyang!"

"Ibu puas, anak tewas kalo lo kebanyakan makan," cibir Nagara.

Neron menatap heran kedua sejoli itu. "Pasutri baru ini dari tadi gelut mulu."

"Tanda-tanda kayak kita, Neron. Awalnya aku sebel sama kamu, tapi lama-lama cinta," ungkap Cia tersenyum kecil.

"Setuju, Cia." Neron menunjuk Nagara dan Valerie. "Lihat aja, tuh, wajahnya, serasi."

"Terasi baru bener," celetuk Valerie berusaha melawak.

"Garing!" ketus Nagara.

"Gue yang sekalinya ke club malam langsung nyungsep ke kubangan neraka lo bilang cocok sama cewek yang emang jago main di club? Mana cocok!" seru Nagara tak terima.

"Awas aja lo kalo cinta mati sama Valerie," ujar Neron.

"Kayaknya nggak bakal, tapi kalo beneran kejadian, baguslah. Gue nggak perlu bertahan buat anak doang, tapi karena cinta," papar Nagara.

Neron tersenyum penuh arti. "Berarti ada harapan, ya, lo sayang sama Valerie?"

Nagara melirik sinis Valerie, lalu kembali menatap Neron. "Terpaksa ada karena di perutnya ada anak gue."

"Anak kita," ralat Valerie.

"Iya, anak lo juga biar lo seneng," cibir Nagara.

"Lah? Kan emang anak gue juga, Babi!" marah Valerie.

"Mulut lo kasar banget, nanti anak kita ketularan kasar!" seru Nagara.

Valerie berdecak malas. "Habisnya lo nyebelin."

Neron menggeleng heran melihat keduanya bertengkar sepanjang diam di sini. "Lo berdua main FTV aja jadi pemeran utama, gih. Gue sama Cia berasa figuran di sini. Dunia serasa milik berdua sampe gelut nggak tau tempat."

Cia menatap Neron. "Gelut mereka lucu, kayak FTV benci jadi cinta. Kebanyakan cerita di FTV cowoknya miskin, ceweknya kaya, tapi kalo Valerie sama Nagara sama-sama kaya."

"Halu aja sesuka kalian, anjrit," ujar Nagara pada mereka.

"Ya emang suka-suka gue," jawab Neron.

Nagara memutar malas bola matanya. "Terserah lo."

"Yuk, dimakan makanannya, jangan ngedumel mulu di depan makanan, nanti sushi-nya nangis bombay," peringat Cia pada mereka.

Valerie mengerut heran. "Emang sushi pake bawang bombay?"

Cia tersenyum. "Itu cuma perumpamaan, Vale."

"Oh, gitu." Valerie mengangguk paham. "Ya udah, gue lanjut makan, semua makanan ini gue yang traktir, nggak enak dari tadi ngerepotin kalian mulu. Kalo kalian mau nambah lagi boleh, loh."

"Enggak, ah. Segini aja gue udah kenyang," jawab Neron.

"Me too," timpal Cia.

"Oke kalo gitu," jawab Valerie. "Btw, habis ini kalian mau ke mana?"

"Mau main ke timezone," balas Cia.

"Apa nggak terkocok?" tanya Valerie.

Cia mengerut bingung. "Apanya yang terkocok?"

"Perutnya," tutur Valerie.

"Oh, gue kira apaan." Cia tertawa kecil. "Duduk dulu di sini, nanti kalo makanannya udah turun, baru gue sama Neron main ke sana. Kalian mau ikut?"

"Eng—"

"Ikut!" seru Valerie.

"Valerie! Dari tadi kita udah ngerepotin mereka, terus sekarang lo mau ikutin mereka. Tau diri dikit kalo lo beban di sini!" peringat Nagara.

"Nagara, jangan ngomong gitu. Turutin aja kemauannya, ya?" Cia tak mau Valerie sakit hati karena ucapan cowok itu.

"Nagara, boleh, ya?" Valerie menatap penuh harap.

Nagara mengacak kasar rambutnya. "Ya Tuhan ... ya, ya, ya, kita main ke sana habis makan."

"Yey!" seru Valerie kegirangan.

Mereka pun melanjutkan makan masing-masing hingga tandas, walaupun Valerie mengoceh terus. Namun, hal itu tak membuat Cia marah, ia maklum cewek itu begitu karena hamil di luar nikah. Kalau dirinya menjadi Valerie, belum tentu bisa sekuat itu.

***

Acara makan-makan telah usai, kini mereka sudah sampai di Timezone, letaknya tak jauh dari tempat makan sushi. Cia dan Valerie menatap kagum tempat ini, rasanya sudah lama tak main ke sini.

"Hore! Akhirnya kita main ke sini!" Valerie melompat kegirangan.

"Valerie, jangan norak. Lo dilihatin sama orang-orang," peringat Nagara seraya mencubit pinggang Valerie.

"Biarin lah!" seru Valerie tak terima.

Ketika mereka ribut, ada remaja perempuan yang Valerie taksir berumur tujuh belas tahun datang mendekati mereka. "Kak Valerie, boleh nggak aku minta foto? Soalnya aku suka ngelihat postingan Kakak di Instagram. Kakak salah satu idolaku, loh!"

Valerie mengangguk antusias. "Boleh, boleh. Sini fotoan."

"Asik! Terima kasih banyak!" seru cewek itu kegirangan.

"Iya, sama-sama," balas Valerie. Cewek itu menatap Nagara, memberikan ponselnya pada cowok itu. "Tolong fotoin gue sama ..." ia mengalihkan atensinya sejenak pada cewek itu, "... siapa nama kamu?"

"Lala, Kak," jawab Lala, lalu memberikan ponselnya pada Valerie.

"Nah, iya. Tolong fotoin gue sama Lala."

"Lo—"

"Yuk, pose." Valerie merangkul bahu Lala.

Mau tak mau, Nagara memotret kedua perempuan itu. Padahal, ia malas jadi tukang foto, mana tidak dibayar. Huft! "Satu ..., dua ..., tiga!"

Tangan Valerie kini membentuk gunting dengan jari telunjuk dan jari tengah, membuat Lala mengikuti pose cewek itu.

"Lagi sekali! Satu ..., dua ..., tiga!" seru Nagara.

"Terima kasih, ya," ujar Lala tersenyum senang.

"Iya, Lala. Sama-sama," jawab Valerie.

Lala menatap perut Valerie yang mulai membesar. Ia berbisik, "Kakak hamil, ya?"

"Hm, iya. Sebenernya aku udah nikah, cuma jarang publish aja." Valerie membuat alasan.

"Oh, suami Kakak yang itu, ya?" Lala menunjuk Nagara.

"Iya. Kalo kamu nggak ngikutin bola, kayaknya nggak tau dia siapa," ujar Valerie.

"Tau, kok, Kak. Kak Nagara bukan? Temenku suka banget lihat dia, apalagi kalo editan jedag-jedugnya lewat fyp tiktok, langsung histeris kayak kesurupan reog," jelas Lala.

"Wow! Segitunya? Gila, nggak nyangka." Kini Neron menyahut.

Nagara seketika tersenyum cerah, padahal tadi sudah bete karena ulah Valerie. "Titip salam buat temen kamu, ya."

"Iya, Kak. Aku pamit dulu, ya," tutur Lala.

"Hati-hati, Lala!" Valerie dan Nagara melambaikan tangan pada Lala.

Neron menatap kepergian Lala, lalu beralih pafa Nagara. "Buset, hebat lo bikin anak orang histeris kayak kesurupan reog. Bikin adek teriak juga, dong, Bang Nagara," celetuknya, mengedipkan sebelah mata seperti orang genit.

Nagara bergidik geli. "Najis!"

"Cuma gue yang boleh dibikin teriak sama Nagara," ungkap Valerie.

"Anjir, cepet nyambung otak lo kalo yang kayak gini," tawa Neron.

"Sttt, ayo kita main," ujar Nagara.

"Gue isi saldo kartu dulu," balas Cia.

"Iya. Gue sama Nagara juga mau isi," sahut Valerie.

Keempat orang itu berjalan ke tempat pengisian saldo kartu. Pertama, Neron dan Cia dulu yang mengantre, lalu disusul oleh Valerie dan Nagara. "Permisi, Kak. Saya mau isi saldo kartu." Neron memberikan kartunya pada pria itu.

"Mau isi berapa, Kak?" tanya sang kasir pria, lalu mengambil kartu tersebut.

"Satu juta, Kak," jawab Neron, memberikan uang dan kartu pada sang kasir.

Sang kasir pria mengangguk paham. "Baik, ditunggu sebentar, ya." Pria itu mengambil kartu Neron, memproses pengisian saldo kartu.

"Nggak kebanyakan?" tanya Cia.

"Enggak, kok. Kan nggak dihabisin sekarang, bisa buat kapan-kapan," jelas Neron.

Cia mengangguk paham. "Oh, iya, ya."

Pria itu memberi benda pipih tersebut pada Neron. "Sudah, ya, Kak."

"Baik, terima kasih," jawab Neron.

Neron dan Cia menepi ke samping Valerie dan Nagara.

"Lo mau isi berapa, Gara?" tanya Valerie.

"Sama, sejuta juga. Kayaknya lo bakal minta main terus, jadi gue isi sejuta sekalian," jawab Nagara.

Kedua sudut bibir Valerie tertarik. "Makasih udah ngertiin gue."

"Gue ngertiin anak kita, bukan ngertiin lo," elak Nagara.

"Apa pun itu alasan lo, makasih udah baik sama gue," ujar Valerie.

"Bacotan lebay," ketus Nagara. Cowok itu memberi kartu timezone dan uang satu juta rupiah pada kasir. "Mau isi sejuta juga, Kak."

Kasir itu mengambil kartu dan uang yang disodorkan Nagara. "Baik, ditunggu sebentar."

Nagara mengangguk.

"Sudah, Kak." Kasir itu mengembalikan kartu Nagara.

"Terima kasih, Kak," ujar Nagara tersenyum ramah, lalu menghampiri Neron dan Cia.

Kasir itu hanya mengangguk, kemudian melayani orang yang sudah mengantre di belakang mereka.

"Untung gue tajir, kalo kagak bisa mampus," gumam Nagara. "Mau main apa?" tanyanya pada Valerie.

"Balap motor," jawab Valerie.

"Hah?" Nagara menatap Valerie tak percaya.

"Balap motor biar kayak Valentino Jebret," jelas Valerie.

"Valentino Rossi, Valerie. Nggak ada pembalap yang namanya gitu," koreksi Nagara menggeleng heran.

Valerie menjentikkan jari. "Nah, itu maksud gue."

Nagara menggandeng tangan Valerie, membawanya ke tempat mainan balap motor. Syukurnya, mainan itu tak ada yang menempati, sehingga mereka bisa langsung main di sana. "Ya udah, ayo, asalkan lo nggak kecapekan."

"Aduh, jadi baper diperhatiin." Valerie memang beneran baper, tapi dia berusaha menutupinya dari Nagara dengan candaan.

"Lebaynya mulai kumat," cibir Nagara.

Di sisi lain, Neron dan Cia melihat-lihat mainan di area ini. "Kamu mau main apa, Cia?" tanyanya.

"Balap mobil lawan kamu, tapi nantian, ya, mau lihat Nagara sama Valerie balap motor," jawab Cia.

"Oke," balas Neron.

Di lain tempat, Valerie menatap sengit Nagara. Tangannya sudah bersiap ngegas seolah dirinya pembalap internasional. Padahal, dulu belajar naik motor dikit saja nyungsep ke got. "Gue pasti menang lawan lo!"

"Lihat aja nanti, Monyet!" balas Nagara tak mau kalah.

Pertandingan sudah dimulai. Ekspresi keduanya begitu fokus dan serius menatap layar, membelokkan badan ke kiri dan kanan sampai motor miring supaya menjadi juara.

Ketika motor Nagara berada di samping Valerie, ia sengaja menyerempet motor cewek itu hingga jatuh agar ia tak bisa dikejar.

"Ah, curang lo pake nyerempet gue segala!" umpat Valerie.

"Bukan curang, tapi cerdik," ujar Nagara tersenyum miring.

"Halah!" Valerie dongkol.

"Valerie, jangan terlalu bungkuk, nanti bayi lo gepeng!" peringat Cia.

"Lo kira bayi gue anime pake gepeng segala?" tanya Valerie, tetap fokus menatap layar permainan.

Nagara berteriak ketika sudah mencapai garis finish, "Yuhu! Gue menang!"

Valerie berdecak malas. Ia memukul motor yang ia pakai. "Curang lo!"

"Curang gimana, sih, Buntelan Kentut?" tanya Nagara pura-pura tak tahu.

"Kalo gue kalah, berarti lo curang," jawab Valerie.

"Nggak masuk akal," elak Nagara.

"Masuk akal," balas Valerie.

Neron menggeleng heran melihat kelakuan kedua sejoli itu. "Hadeh, ribut mulu." Kini tatapannya beralih ke Cia. "Sayang, kita main aja, yuk? Biarin mereka ribut."

"Woi, ikut!" seru Valerie.

***

Setelah jalan-jalan dari mall, Valerie dan Nagara baru saja sampai di rumah. Sedari di mobil, cewek itu mendadak diam. Perubahan drastis sikap sang puan membuat cowok itu bingung. Bertanya segan, tak bertanya penasaran.

Kini Valerie termenung di sofa ruang tengah, air mata perlahan meluncur begitu saja dari kedua netra perempuan itu. Tatapannya kosong, entah apa yang ada di pikirannya.

Sontak, Nagara yang tadinya mau masuk kamar seketika menghampiri Valerie. "Valerie, lo kenapa?" Sorot mata khawatir tampak jelas terlihat.

Valerie menengok sekilas ke arah Nagara—mengusap kasar air matanya. "Lo bentak gue terus dari tadi."

Nagara tak menyangka bahwa omelannya di mall membuat Valerie tersinggung. "S-sorry ...."

Valerie bangkit dari sofa. "Gue mau ke dalam dulu."

Nagara turut bangkit dari sofa. Ia memegang pundak cewek itu. "Are you okay?"

Cewek itu menggeleng. "Enggak."

Nagara mau tak mau harus menghilangkan gengsinya. Ia merentangkan kedua tangan, memberi isyarat bahwa dirinya mau dipeluk oleh Valerie. "Sini."

Valerie menabrakkan tubuh ke Nagara, kedua tangan memeluk cowok itu. Ia terisak daam dekapan hangat sang lelaki, "Jangan marah-marah kayak tadi, gue beneran sakit hati. Gue juga nggak mau ngerepotin lo terus, tapi si bayi minta nempel sama Papanya terus."

Nagara mengelus surai Valerie. "Gue nggak masalah lo repotin, walaupun kadang rada kesel, tapi gue nggak enak sama Neron dan Cia."

"Mereka pasti ngerti karena gue lagi hamil. Gue bukannya mau dimaklumin terus, tapi gue gak bisa kontrol diri kayak biasanya. Sejak hamil, gue jadi banyak mau. Sorry, gue ngerepotin orang-orang terus."

Nagara tak mau berdebat lagi. "Hm."

Valerie melepas pelukannya. Ia mendongak menatap Nagara. "Nagara."

"Hm?" sahutnya.

"Mau cium lo."

"Hah?"

"Gue mau cium lo. Boleh, nggak?" ulang Valerie.

Nagara mengangguk pelan. Ia tak mau membuat Valerie kecewa. Bukannya ia cinta dengan cewek itu sampai menjaga perasaannya, tapi karena anaknya ada di dalam kandungan sang perempuan, ia berusaha baik kepadanya. "Boleh."

Valerie perlahan berjinjit, mendekatkan bibir ke bibir Nagara, membuat sang pria memejamkan mata. Tempo lambat ini menyebabkan kedua tangan mereka refleks saling mengusap punggung.

Valerie melepas tautannya. Ia tersenyum sembari menatap kedua retina Nagara. "Makasih."

Nagara mengangguk.

"Gara, makasih banyak udah ngajak gue ke mall. Gue seneng banget kita tadi nggak ribut yang serius."

"Seneng banget, ya?" Nagara tersenyum senang.

"Hm."

Nagara menarik pinggang Valerie, mengecup kilat pipi wanita itu. "Semoga kita gini terus, gue capek kita ribut."

Seulas senyum ditampilkan Valerie. "Gue juga capek."

Nagara mengusap lembut surai Valerie, lalu memeluk cewek itu.

"Btw, pas kita habis gituan, lo bilang, 'I've fallen for you, Valerie.', berarti lo udah cinta sama gue?"

"Gue bilang gitu bukan karena cinta, tapi terbawa suasana karena lo mau ngelayanin gue sampe puas."

Valerie ternyata salah presepsi, Nagara hanya menganggapnya pemuas. Sampai kapan ia harus bertahan kalau ia hanya dianggap sebagai penghangat ranjang?

———

Sad end ga nih?

Yukkk lakukan tradisi readers cinderianaxx dengan cara:

Spam "Nagara" for next chapter

Spam "Valerie" for next chapter

Spam "Nana Cantik" for next chapter

2k komen + 500 vote aku up yaaa (HARUS TEMBUS YAAA GUISSS!!❤️)

Tbc luv❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top