24. YOU ARE MINE

Halo, guis. Lama tak jumpa heheheh

Ada yang kangen sama cerita ini?

Coba say 'hello' dong!🥰

Happy reading!❤️

Warning: 18+

Now playing: Animals - Maroon 5

Tak terasa Valerie telah mengandung selama empat bulan. Di umur segitu, biasanya ibu hamil lebih sensitif dan banyak ngidam, apalagi makin hari makin menempel terus dengan Nagara, membuat sifat manjanya terus diperlihatkan kepada cowok itu.

Mengenai Nagara, ia sudah mulai bersikap baik kepada Valerie sejak kejadian itu. Ia tak masalah sang wanita manja, malah dirinya senang sudah mulai tidak ada drama yang tercipta di antara kedua sejoli.

Kalau ditanya perihal perasaan, cowok itu tak berani mendeklarasikan bahwa rasa yang ia alami dengan Valerie adalah cinta. Akan tetapi, setap sang perempuan interaksi dengan lelaki lain, emosi seketika meletup. Nagara sudah mulai bisa mengontrol emosi, walau kadang kelepasan ketika melihat ada yang merayu Valerie.

Rutinitas Valerie sejak hamil empat bulan adalah bersandar di dada bidang milik Nagara. Pria itu membalasnya dengan belaian hangat di sekujur kepala. "Valerie, gue udah siap nikah, tapi kita nikah tertutup supaya orang nggak salfok sama perut lo. Kapan mau bilang ke Tante lo?"

"Lo serius?" Valerie seketika terbelalak. Bukannya ia tak senang, ia terkejut akan keputusan Nagara mengingat dulu sang lelaki sering memakinya.

"Iya." Nagara mengangguk. "Pasti perut lo bakal membesar, takut nanti orang nganggap lo cewek nggak bener karena hamil di luar nikah. Padahal, gue juga salah di sini." Dia memang sering menyakiti Valerie secara verbal, namun ia tak mau wanita itu disakiti oleh orang lain.

Valerie beringsut, memiringkan sedikit tubuh guna menatap Nagara. "Tumben baik."

Nagara berdecak malas. "Serba salah jadi gue. Baik salah, jahat apalagi."

Salah paham kerap kali dialami oleh mereka. Rasa gengsi Nagara dan sifat keras kepala Valerie membuat keduanya susah saling memahami. "Gue nggak bermaksud nyalahin lo, cuma heran aja semenjak gue mimpi, lo jadi baik banget."

Jari jemari Nagara menerpa sekujur wajah Valerie, menelusupkan anak rambut sang calon istri ke daun telinga. "Gue nggak mau bikin lo ketakutan. Ada masanya gue pengin marah, cuma gue tahan demi kebaikan kita."

Nagara mode garang saja Valerie masih cinta, apalagi mode manis. Apa tidak makin meleleh? "Makasih udah mau ngertiin gue."

"Hm." Nagara peka bahwa Valerie senang kalau dia mode manis. Bibirnya ingin sekali mendarat di kening wanita itu, namun logikanya masih dalam kendalinya.

Intinya begini, selama Valerie sejalan dengan dia, dia bakal baik banget, tapi kalau sudah ditentang, aura mematikan seketika menguar.

"So, gimana? Lo udah siap nikah bulan ini sama gue?" Wajahnya datar seperti mengajak beli cilok, tapi Nagara berharap Valerie mau menikah bulan ini dengannya.

Memang, sih, cepat atau lambat, mereka memang akan menikah. Akan tetapi, Nagara tak mau menunggu lama. Sejak wanita itu bermimpi buruk, ia bertekad untuk memiliki Valerie. Stress melanda tatkala terus saja rayuan datang dari direct message akun Instagram sang wanita. Hal itu yang membuat Nagara akan melakukan apa pun demi memiliki Valerie.

Apakah perasaan yang dialami Nagara obsesi? Atau mungkin cinta? We never know.

"Udah." Valerie kapan pun bakal siap menikah dengan Nagara.

Elusan lembut diberikan Nagara kepada Valerie. "Oke, bilang ke Tante lo lewat telepon."

Aliran listrik mengalir ke seluruh tubuh Valerie, penangkaran kupu-kupu mendadak tercipta di perutnya. Sentuhan singkat berdampak luas. "Siap."

Pergerakan Valerie mulai dari bangkit dari tempat tidur, lalu mengambil ponsel tak terlewatkan dari pantauan Nagara. Tak henti kedua sudut bibir lelaki bertubuh maskulin itu tertarik tipis.

Valerie mencari kontak ponsel sang Tante, menekan tombol hijau untuk menyambungkan koneksi panggilan. Setelah berbunyi, ia berkata, "Halo, Tante."

"Ada apa kamu nelpon Tante?" Nada wanita itu sudah tak sedingin dan ketus seperti saat tahu Valerie hamil di luar nikah.

Valerie menggigit bibir, menahan rasa takut terkena marah. "Valerie mau nikah Tante, cuma ngundang keluarga kecil aja."

"Kapan kamu nikah?" tanyanya.

Valerie menjauhkan ponsel dari telinga, menengok pada Nagara yang sedari tadi menatapnya. "Tanggal berapa, Gara?"

Nagara menetralkan ekspresi, tak mau terlihat begitu memuja Valerie melalui mimik muka. "Dua puluh lima. Tadi gue lihat tanggal segitu tanggal baik."

"Tanggal dua puluh lima, Tante."

"Baik, nanti Tante datang, kamu jangan menjemput ke sini."

"Baik, Tante. Makasih banyak udah mau datang nanti." Valerie menduga bahwa beliau tak mau dijemput kemungkinan ada dua pilihan, antara malu mempunyai ponakan hamil di luar nikah atau tak mau dirinya dicemooh oleh warga sekitar.

"Semoga lancar nanti prosesnya."

"Amin."

"Kalau begitu Tante tutup dulu teleponnya ya."

"Baik, Tante," jawab Valerie.

Bip.

Wanita paruh baya itu memutus sambungan telepon sebagai akhir dari percakapan. Valerie menaruh benda pipih dengan kamera boba di atas meja, bergabung kembali di samping Nagara. "Syukur Tante udah nggak marah lagi."

"Syukurlah." Nagara turut merasa lega. Ia kembali membawa Valerie bersandar di dadanya. "Jangan kebanyakan stress, Valerie. Kalo ada masalah, kita hadapi sama-sama."

Valerie mengangguk. "Iya, Gara."

"Mau refreshing bareng gue nggak?" tawar Nagara.

"Ke mana?"

"Ke pantai," jawab Nagara.

"Mau!" Valerie antusias. "Kepala gue agak mumet. Katanya, kalo lihat ombak pantai, perasaan jadi lebih tenang."

"Tapi, kita bukan ke pantai daerah sini."

Valerie mulai penasaran. "Ke mana?"

"Ke Bali," jawab Nagara, enteng.

"Hah?" Valerie kontan melongo.

Senang, sih, tapi terlalu dadakan seperti tahu bulat.

"Tenang, gue udah siapin tiket pesawat, baju lo udah gue packing." Dalaman Valerie juga ia masukkan ke dalam koper. Ia sudah biasa melihat underwear dan bra wanita itu, apalagi mereka satu jemuran.

Valerie terkagum akan sikap manis Nagara. "Aaa, so sweet. Makasih banyak, Gara."

Nagara ingin merengkuh erat tubuh Valerie, namun ia urungkan karena tak ingin terlihat kalau dirinya sangat menginginkan sang wanita. "Iya, Vale. Gue juga mumet, makanya pengin ke Bali."

"Tiketnya gratis, kan?" tanya Valerie.

"Gratis, lah. Gue yang bayar."

"Makin sayang sama Gara!" Valerie menerjang Nagara dengan dekapan hangat dari samping.

"Dih, clingy banget." Nagara ingin membalas pelukan Valerie, tapi dia gengsi.

"Boleh, ya, gue clingy? Entah kenapa pas hamil gue pengin nempel terus sama lo." Valerie menatap Nagara penuh harap.

"Boleh, kok," balas Nagara sembari mengangguk. "Gue cuma heran, sosok lo yang ganas itu tiba-tiba menghilang."

"Karena gue udah mulai nyaman sama lo. Gue kalo bucin memang rada manja, sorry kalo lo risih."

"Enggak risih, tenang aja." Nagara malah senang. "Tapi, pas sama mantan lo suka manja juga?" Ia mulai menginterogasi.

"Kadang."

"Berarti gue nggak ada spesialnya di mata lo, sama aja kayak mantan-mantan lo." Nagara mencebik kesal.

"Bukan gitu." Valerie menggeleng cepat, tak mau Nagara salah paham. "Ya ampun, gue bingung jelasinnya." Ia mengacak frustrasi surainya.

"Lo bingung gimana cara ngelesnya, kan?" Api cemburu meletup, hendak meletus dari dalam diri Nagara. Sialan, ternyata selama ini dirinya tidak dianggap spesial. Ia harus mencari cara lain agar Valerie benar-benar menjadi miliknya, serta tak memikirkan lelaki lain.

Kepala Valerie tersandar di dada Nagara, memainkan perut kotak itu dengan jari. "Gara, gue sayang sama lo, gue masih bertahan walaupun lo udah sakitin. Biasanya, gue langsung pergi kalo udah disakitin, sekalipun udah terikat sama lo, tapi gue nggak ngelakuin itu karena gue cinta."

Nagara memejamkan mata, menikmati sentuhan yang Valerie berikan. Efek jari wanita itu begitu dahsyat. Baru disentuh saja sudah ingin melakukan hal lebih dengan Valerie. "Jangan sedih lagi, Valerie. Gue nggak bisa handle perasaan gue setiap kali lo ngomongin cowok lain, apalagi sampai berduaan sama cowok lain. Gue sakit hati, sedangkan lo kelihatannya nggak mikirin perasaan gue pas lo ngelakuinnya." Ia berusaha mengalihkan rasa sengatan listrik yang mengalir ke seluruh tubuh dengan penjelasan yang akan berujung pertengkaran.

Valerie menghentikan gerakan jari di perut Nagara. "Lo nggak cinta sama gue, buat apa lo sakit hati?"

Efek sengatan itu berangsur pulih, tergantikan oleh amarah. Nagara berdiri dari tempat tidur, menatap pancaran diri di cermin besar yang menempel di lemari. "Lo bayangin aja cewek yang bakal jadi istri lo malah ketawa dan seneng bareng cowok lain, apa nggak sakit hati digituin?" tanyanya.

Valerie tahu Nagara sedang kecewa. Kedua kaki berjalan, turut berdiri di belakang Nagara. "Itu tandanya lo cinta sama gue."

Nagara menghadap ke Valerie. "Gue nggak mau buru-buru bilang kalo perasaan yang gue alami ini namanya cinta, takut lo sakit hati pas tau ternyata perasaan gue ke lo cuma sebatas simpati."

"Gampang. Gue memang bakal sakit hati, tapi gue bisa cari cowok la—"

Nagara kali ini tak lagi menahan gengsi, ia sudah tertekan oleh kalimat Valerie. Lantas, pria itu mendorong Valerie ke tembok dekat almari, mengunci pergerakan, menaruh kedua tangan di sisi kepala wanita itu. "Jangan, gue bisa gila, Valerie!"

Valerie mengatur napas, masih terkejut akan perilaku Nagara. "Gue juga gila kalo pergi dari lo, tapi gue harus mikirin perasaan gue kalo udah nggak dihargai."

"Jangan pernah lo ngelakuin itu," peringat Nagara.

"Tergantung sama sifat dan perlakuan lo kayak gimana."

Nagara mendekatkan bibir ke benda kenyal milik Valerie, mendaratkan sejenak, lalu menarik kembali. "Kalo kayak gini, lo suka?"

Valerie mengangguk. "Suka."

"Boleh gue lanjut?" Tatapan Nagara begitu dalam.

Valerie terbius oleh tatapan penuh mohon dari Nagara. Ia mengangguk sebagai tanda persetujuan. "Boleh."

Nagara tersenyum senang. Ia kembali mempertemukan kedua bibir, saling mengeksplorasi. Lambat laun, sang lelaki mempercepat tempo, menggigit bibir bawah Valerie agar memperdalam penyaluran afeksi melalui benda kenyal. Kedua tangan meremas bokong Valerie, membuat perempuan itu melenguh.

Nagara sadar dirinya sudah kelewatan. Ia menghentikan aksinya. "S-sorry, tangan gue refleks."

Valerie membelai kepala Nagara. "Gapapa, lanjutin aja." Ia sudah terlanjur masuk ke dalam permainan yang dirancang Nagara.

Mereka kembali tenggelam dalam lautan asmara, melanjutkan kegiatan yang sempat terputus. Kamar bernuansa putih menjadi saksi bisu kedua sejoli saling melumat tanpa rasa malu.

Bibir Nagara kini turun ke leher, membubuhkan cap resmi sebagai tanda kepemilikan. Terpaan napas sang lelaki membuat Valerie semakin menginginkan sesuatu dari Nagara, sampai mengerang.

"Gara...." Valerie menyalurkan rasa tak bisa dideskripsikan melalui kata-kata dengan meremat rambut lelaki itu.

Nagara menghentikan aksinya. "Gue boleh minta lebih?" Napas terengah mengiringi ucapannya.

Valerie menetralkan napas sejenak. "Boleh...."

Nagara tersenyum penuh arti. Dengan tidak sabaran, ia langsung merobek baju tidur khusus ibu hamil milik Valerie hingga kancing-kancing terpental. Kini hanya tersisa bra dan celana panjang yang Valerie gunakan.

Nagara menatap kagum tubuh Valerie, meneguk ludah, badannya masih seksi walaupun sudah mengandung. Padahal, ia sudah pernah melihat wanita itu memakai bikini, namun reaksinya seperti baru melihat aset Valerie. "Wow...."

"Baju gue!" protes Valerie.

"Nanti gue beliin yang baru," ujar Nagara. "Lo yang di atas, Valerie."

***

Valerie hari ini benar-benar kewalahan menghadapi Nagara. Naluri ganas seorang lelaki seketika keluar saat beraksi tadi. Badan perempuan itu rasanya ingin remuk, tapi terbayarkan semuanya dengan kenikmatan tiada tara.

"Valerie, you are mine."

Kalimat itu selalu dirapalkan berulang kali oleh Nagara, bagai peringatan untuk Valerie agar tak berpaling darinya. Tanpa lelaki itu peringati, Valerie juga tahu kalau ia harus berada di sisi Nagara selama ia kuat terhadap amarah Nagara.

Mereka kini tengah terbalut oleh selimut tebal berwarna putih, sudah memakai pakaian lengkap agar tidak kedinginan mengingat AC terus menyala.

"Sial, ternyata lo ganas juga, Gara. Gue capek."

Nagara tertawa kecil mendengar keluhan Valerie. Ia memeluk wanitanya, saling berhadapan, menatap mata satu sama lain. "Gue nggak pernah sebelumnya ngelakuin itu, kecuali yang pertama kali di hotel deket club malam. Jujur, pas lo hamil, gue cari di internet apa yang boleh dan enggak dilakuin. Ternyata, begituan boleh, asalkan udah lewat dari dua bulan."

"Lo udah ngerencanain ini?" tanya Valerie.

"Enggak. Gue tadi terbawa suasana, nggak mau kehilangan lo. Gue mau klaim lo seutuhnya kalo lo cuma milik gue selamanya," jujur Nagara.

"Lo katanya nggak cinta sama gue, tapi lo bisa ngelakuin itu tanpa rasa cinta."

Nagara beringsut, menyembunyikan wajah di dada Valerie. "Udah gue bilang, gue nyaman sama lo. Kalo nggak nyaman, gue nggak bakal ngelakuin itu."

"Setelah dipikir-pikir, kejadiannya sama yang di mimpi gue hampir sama, bedanya cuma kita sama-sama mau."

"Bagus kalo sama-sama mau, gue juga nggak mau begituan tanpa consent, namanya pemerkosaan." Nagara masih betah diam di sana, rasanya benar-benar nyaman.

"Syukur lo paham, Gara."

Nagara mendongak, menatap Valerie. "Sorry, itu lo masih sakit?"

"Lumayan, gue kayaknya agak susah buat jalan."

"Sorry, Valerie. Harusnya gue nggak nyakitin lo." Nagara merasa bersalah telah 'menyakiti' Valerie, namun ia menikmati kegiatan tadi.

"Nyakitin gimana, sih? Kita sama-sama mau, kok."

"Selama ini gue udah jahat sama lo, tapi lo masih mau bertahan. Gue cuma nggak mau lo pergi, di luar sana banyak yang ngincer seorang Valerie Adaire."

Valerie membiarkan Nagara menyembunyikan wajah di dadanya. Ia mengelus surai lelaki itu. "Lo tau, kan, kalo gue cuma sayang sama lo?"

"Tau."

"Ya udah, harusnya lo pake logika. Gue nggak bakal pergi kalo lo memperlakukan gue dengan baik, tapi kalo marah-marah sampe ngatain gue karena lo nggak mau kehilangan gue, justru lo salah."

Nagara mendongak kembali. "Salah kenapa? Gue cuma mau mempertahankan apa yang gue punya."

"Gue nggak suka dibentak, cewek di luar sana pasti sama kayak gue." Helaan napas dikeluarkan oleh Valerie. "Lo bisa, kan, bilang secara baik-baik kalo lo nggak suka gue deket sama cowok lain?"

"Gue udah sering bilangin lo, tapi lo nggak mau denger," balas Nagara.

Valerie mendorong pelan kepala Nagara agar menghindar dari dadanya. Ia mau menjauh sebentar, kemudian kembali mendekatkan wajahnya pada dada Valerie. "Oke, gue di sini juga salah karena tetep mancing emosi lo. Padahal, gue nggak beneran deket sama cowok lain. Lo udah ambil semua yang gue punya, kurang bukti apa lagi kalo gue nggak bakal berpaling ke cowok lain?"

"Gue pegang ucapan lo."

"Silakan."

"Makasih udah mau nemenin gue tadi."

"Sama-sama, Gara. Jujur, gue masih kaget aja ternyata lo pro ma—"

"Ah, udah. Jangan dibahas lagi!" Nagara malu.

"Inget, ganti baju gue."

Nagara mengangguk. "Iya."

"Ngapain, sih, harus robek baju segala? Kan, bisa buka biasa aja."

"Gue pengin cepet-cepet buat lo jadi milik gue."

"Anjir, kayak dikejar anjing aja."

"Takutnya lo berubah pikiran." Nagara berkata serius.

"Takut banget kehilangan gue."

"Lihat aja DM Instagram lo, kayak asrama cowok," cibir Nagara.

"Kan, gue nggak respon."

Nagara menatap Valerie. "Bisa aja sifat mereka lebih baik dan lebih kaya dari gue, jelas gue ketar-ketir."

"Makanya, perbaiki diri, dijamin gue nggak bakal berpaling."

"Listen to me, Valerie. Gue bakal ngelakuin apa pun supaya lo makin terikat sama gue. Cowok-cowok di luar sana nggak bakal bisa ngerebut lo dari gue. Gue nggak segan bakal celakain mereka, orang nggak bakal percaya kalo gue bisa berbuat senekat itu demi cewek."

"Kalo Steven yang deketin gue, apa lo masih mau nekat?"

"Gue celakain siapa pun yang deketin lo tanpa pandang bulu." Nagara tak yakin akan ucapannya, ia tak setega itu. 

Valerie berusaha mendorong Nagara yang tengah memeluknya, namun tenaganya kalah kuat. "Jangan modus di dada gue mulu, Gara."

"Lo ada di bawah kuasa gue, Valerie. Jangan pernah ngebantah."

"Nggak jelas." Valerie tak mau memperpanjang perdebatan.

"Awalnya, gue shock dan nggak terima udah ngambil mahkota lo sampe hamil, tapi lama-lama gue mulai ikhlas. Gue yang pertama buat lo, begitu juga sebaliknya. Gue bangga bisa ngalahin banyak cowok di luar sana."

"What the fuck?" Valerie memang mulai mencintai Nagara. Akan tetapi, ia tak menyangka cowok itu sangat terobsesi kepadanya. Padahal, setiap hari mereka berdebat, apa daya tariknya yang membuat Nagara sangat menginginkannya.

Nagara mengambil ponsel di atas nakas, mencari kamera di sana, mengaktifkan mode kamera depan, mengarahkannya pada Valerie. Ia mensejajarkan posisinya dengan wanita itu. Ia memperlihatkan leher Valerie di kamera itu.
"Lihat tanda di leher lo, cuma gue yang bisa giniin lo."

Tenang, Nagara tidak mengabadikan tanda itu di kamera, ia tahu jejak digital begitu kejam.

"Lo kenapa jadi ngeri gini, Gara?"

"Kenapa? Lo nggak ikhlas kita main tadi?"

"Gue ikhlas, bahkan menikmati. Tapi... kok, lo jadi agresif gini? Gue jadi takut...."

"Gue nggak pernah setakut ini kehilangan cewek, cuma lo yang buat gue kayak gini."

Valerie berdecih. "Bullshit."

"Sumpah, Valerie." Nagara menaruh dagu di ceruk leher Valerie. "Setiap lo ngancem mau cari cowok lain, gue takut banget, nggak terima kalo lo pergi. Gue nggak sanggup, Valerie...." Lelaki itu terisak, meneteskan air mata hingga membasahi bahu Valerie.

"Lo kenapa jadi cengeng? Gue tau laki-laki juga punya perasaan, tapi nggak biasanya lo kayak gini."

Nagara mengusap air mata, menangkup kedua pipi Valerie. "I've fallen for you, Valerie."

Ini bukan mimpi, kan?

———

Karena aku mau PKL bulan depan, aku mau cepetin cerita ini biar lega. Sekarang aja masih nyari perusahaan buat PKL, masih pusing sama persiapannya

Ini udah panjang bgt yaaa, bisa dijadiin dua chapter wkwkkw

Yukkk lakukan tradisi readers cinderianaxx dengan cara:

Spam "Nagara" for next chapter

Spam "Valerie" for next chapter

Spam "Nana Cantik" for next chapter

6,8k komen + 450 vote aku up yaaa

Tbc luv❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top