14. STAY THE NIGHT
Yeyyy akhirnya aku update. Aku tuh baru pulang dari pagi, di jalan macet bgt xixiixi. Mumpung libur panjang kan yaa
Btw, selamat hari raya idul fitri bagi yang merayakan!❤️
Pada dapet THR gaa?
Apa yang membuat kalian yakin kalau Valerie dan Nagara berhak bersama?
Apakah definisi happy ending kedua tokoh dalam suatu cerita harus bersatu?
Happy reading!❤️🤟
"Saya pernah hamil di luar nikah kayak kamu."
Seketika Valerie merasa bersalah telah membuka luka lama. Ia tak tahu kalau Asri pernah mengalami hal yang sama. Cewek itu tertunduk sesal. "Maaf, Valerie nggak bermaksud buat Mama keinget."
Asri tersenyum tipis mengingat kejadian dua puluh tiga tahun yang lalu saat pacaran dulu. Waktu itu mereka hanya berdua di kosan Fandi sembari menunggu hujan reda, para penghuni di sana juga pada ke kampung halaman karena libur panjang. Awalnya Fandi hanya mengecup kilat bibir Asri, tapi lama-lama menjurus ke kubungan kenikmatan.
Saat Asri mengandung Nagara, sempat mendapat penolakan dari kedua orang tua mereka. Keluarga Fandi malu anaknya melakukan perbuatan tercela karena pria itu berasal dari keluarga legenda sepak bola Indonesia yang terkenal saat itu, sedangkan Asri adalah gadis desa yang merantau ke kota untuk berkuliah. Kesenjangan ekonomi di antara keduanya membuat keluarga Fandi sempat menolak, walaupun akhirnya luluh karena kasihan melihat Asri mengandung sampai merintih kesakitan.
Ketika Nagara pertama kali memijakkan kaki di dunia, orang tua Fandi terharu melihat bayi tampan itu lahir dengan kondisi sehat. Lambat laun, Asri mulai dekat dengan orang tua Fandi, bahkan sampai sekarang masih sering berkomunikasi, apalagi rumah mereka hanya beda komplek.
"Gapapa, kok. Mau gimana lagi? Semuanya udah terjadi. Mama dan Papa bisa hadapi semua ini karena udah pernah ngalamin sebelumnya, makanya nggak sampe ngusir kamu dari rumah karena marah," jelas Asri.
"Nagara tau tentang ini?" Valerie khawatir kalau Nagara pernah mengalami hari yang berat karena dianggap sebagai anak haram.
"Kayaknya tau, soalnya ada aja dulu yang bilang dia anak haram." Asri tak pernah memberitahu hal ini kepada Nagara, takutnya cowok itu tak siap mental.
Di sosial media, kehidupan cowok itu terlihat mewah dan bahagia. Namun, siapa sangka di balik sosok pesepakbola terkenal di Indonesia ternyata memiliki masa kelam. Pantas saja cowok itu sedikit dingin dan ketus kepadanya. "Aku nggak setuju Nagara dibilang anak haram, semua anak punya kebebasan untuk hidup dan mendapatkan hak yang sama."
"Harusnya begitu, tapi kebanyakan orang nggak paham. Sekalinya anak haram, ya tetap haram." Rekaman kejadian saat anaknya dijauhi oleh teman-temannya di sekolah sampai cowok itu sering menyendiri. Sejak saat itu, Nagara jadi trust issue dengan orang yang memang punya niat baik sama dia seperti Neron dan Steven. Padahal, mereka tidak akan menghakimi Nagara jika Nagara berbuat salah, tapi cowok itu sudah takut duluan kalau menceritakan keluh kesahnya kepada mereka.
Valerie berdecak malas. "Dikira Nagara babi apa, ya, bisa-bisanya dikatain haram?"
Asri mendelik. "Heh, kamu itu, ya!"
"Maaf, Ma, Valerie nggak bermaksud buat ngejek Nagara." Inilah Valerie Adaire, sosok wanita dengan sifat ceplas-ceplosnya. Kadang hal ini yang membuat orang-orang yang haus akan pujian jadi malas untuk berteman dengan Valerie.
"Santai, Mama juga bercanda, kok. Nggak usah canggung sama Mama." Asri tertawa kecil.
Valerie mengangguk pelan. "Iya, Ma."
Asri menaruh dagu di atas tangan, memperhatikan Valerie di depannya. "Ngomong-ngomong, menurut kamu Nagara itu kayak gimana?"
"Maaf sebelumnya, boleh aku jawab jujur?" Valerie sebenarnya tak enak hati kalau Asri tahu bagaimana sifat asli cowok itu, namun menurutnya beliau harus tahu agar anaknya bisa introspeksi diri dan kapok untuk membuatnya kesal.
"Tentu, dong." Asri mengangguk mantap.
"Nagara itu sebenarnya baik, cuma dia suka emosi kalo Steven nge-chat aku. Dulu aku memang pernah deket sama Steven, tapi nggak sampai pacaran, sih. Dia nggak pernah ngaku cemburu, tapi aku terus dikatain cewek murahan. Mungkin di sini aku juga salah nanggapin Steven, tapi aku yakin Steven nggak bermaksud kayak gitu." Valerie berusaha menjelaskan dengan bahasa yang baik tanpa memojokkan Nagara. Ia tahu hati seorang ibu pasti akan terluka kalau tahu anaknya berbuat jahat.
"Steven temennya Nagara?" tanya Asri.
"Iya," sergah Valerie.
Asri tahu bagaimana sifat Steven. Setiap Nagara punya teman, pasti Asri akan mencari tahu sifatnya kayak apa supaya cowok itu tidak dirundung seperti dulu. "Anak itu pasti sengaja pengin buat Nagara sadar kalau dia sayang sama kamu."
Valerie mengedikkan bahu. Persepsinya tentang perasaan Nagara ke dirinya rada mengambang. Dua puluh persen ia yakin kalau sebenarnya cowok itu ada perasaan kepadanya, sisanya ragu. "Entahlah, aku juga nggak ngerti, Ma."
"Biar Mama tebak, pasti kamu sering debat sama Nagara, ya?" tebak Asri tepat sasaran.
"Iya, Ma. Habisnya dia nyebelin, dikit-dikit ngatain aku mulu. Aku juga sakit hati dikatain sama dia, tapi aku ngelawan aja selagi bisa dilawan," terang Valerie.
"Kayaknya kamu sama dia harus deep talk, deh. Luangin waktu sehari di rumah, habisin waktu berdua aja sama Nagara. Jangan lupa panggil dia Gara, jangan Nagara, soalnya dia suka nyebut dirinya Gara ke Mama dan Papa."
"Oke, Ma. Aku usahain, ya." Amanat dari Asri harus ia laksanakan, apalagi dirinya sangat dihargai oleh sang calon mertua layaknya anak sendiri.
Asri mengangguk. "Btw, kapan kamu mau nikah sama Gara? Cepat atau lambat, pasti media bakal tau kalau kalian ada insiden."
"Kapan pun Gara ngajak aku nikah, aku pasti mau," jawab Valerie mengangguk mantap.
"Bagus, Valerie. Biar karir kalian nggak hancur juga karena ketahuan," ujar Asri.
"Iya."
"Tolong akur sama Gara, ya? Mama yakin lama-lama dia nggak bakal ngatain kamu, kok. Nanti Mama bantu nasehatin dia supaya kamu nggak dikatain."
"Nggak usah, Ma. Biar aku aja yang berusaha sendiri," tolak Valerie. Sudah cukup ia membuat Asri sakit hati dengan kedatangannya mengandung anak dari Nagara, ia tak mau membebani wanita paruh baya itu lagi dengan membiarkan Asri mengurus Nagara.
"Oke. Nanti kalo ada apa-apa cerita aja, ya, sama Mama. Mama berusaha buat cari jalan tengah dalam masalah kalian. Mama nggak bakal ngomong langsung ke Gara supaya kesannya nggak ikut campur rumah tangga anak sendiri," tutur Asri.
"Baik, Ma."
***
Sang surya mulai tenggelam, pertanda hari sudah malam. Kedua sejoli yang hendak menikah ini sedang diam di dalam satu kamar. Tadinya Nagara menolak ditempatkan di kamar yang sama oleh orang tuanya, namun keputusan mereka tak bisa diganggu gugat dengan alasan takut Valerie kenapa-napa kalau dia tidur sendiri mengingat cewek itu tengah mengandung.
"Anjir, kenapa kita malah disuruh tidur sekamar? Kita belum nikah." Nagara dari tadi marah-marah, tak terima dirinya harus disatukan dengan cewek itu.
"Coba aja tanyain ke Mama atau Papa," jawab Valerie sembari mengikat asal rambutnya menggunakan jedai.
Nagara sempat meneguk ludah melihat lehwr kuning langsat cewek itu terpampang jelas di depan mata, apalagi gerakan mengikat rambut itu membuat dirinya betah menatap Valerie. Ia menggeleng cepat, menyadarkan diri agar tak tenggelam dalam pesona cewek itu.
Cowok itu tertawa sinis, melihat kedua tangan di depan dada. "Mama Papa? Wow, udah langsung manggil pake Mama Papa. Gila, mereka bukan orang tua lo, harusnya lo panggil orang tua lo aja pake sebutan itu."
"Sialan, lo lupa orang tua gue udah meninggal?" kesal Valerie.
"Maaf, nggak sengaja." Sungguh, Nagara seringkali lupa bahwa orang tua Valerie telah meninggal.
"Nggak lucu," ketus Valerie.
"Lo harusnya sadar posisi lo di sini cuma sebagai calon istri karena insiden. Apaan lo sok-sokan nganggap orang tua gue sebagai orang tua lo juga? Nggak sudi."
"Mama lo yang nyuruh, anjir. Tanya sendiri kalo nggak percaya." Valerie aslinya sudah kesal, tapi dia berusaha menghadapi Nagara setenang mungkin agar dirinya tak terlihat terintimidasi.
"Lo pake pelet apaan bisa bikin Mama gitu? Dulu mantan gue nggak pernah disuruh manggil pake Mama Papa."
"Pelet kepala lo peyang!" seru Valerie.
Nagara mengangkat sebelah alisnya. "Apa? Sayang?"
Valerie menatap malas cowok itu. "Budeg!"
"Ya udah, deh, kalo kita memang terpaksa sekamar, gue tidur di bawah aja, nggak sudi tidur seranjang sama lo." Nagara aslinya khawatir dengan Valerie kalau cewek itu harus tidur di bawah, tapi itulah caranya dia perhatian ke Valerie. Dia tidak bisa all out dalam menyalurkan kasih sayang kepada cewek itu, takut ketahuan kalau sesungguhnya benih-benih cinta mulai tumbuh di lubuk hati Nagara.
"Oke, gapapa. Asalkan lo nggak kedinginan tidur di sana." Valerie menunjuk teras.
"Nggak usah sok khawatir, gue udah biasa rendeman pake air isi es batu pas latihan sama Timnas. Gini doang, mah, kecil," tutur Nagara.
Valerie memutar malas bola matanya. "Iya, iya."
Nagara berdeham. "Steven masih suka nge-chat lo nggak?" Ia terpaksa menurunkan sedikit egonya karena kepo. Pasalnya, sejak kemarin memutuskan untuk ke sini, Valerie tak pernah terlihat bicara dengan Steven, baik itu bertemu langsung ataupun lewat sosial media.
Valerie mengerut kening. "Kenapa tiba-tiba nanya gitu?"
"Gue cuma nggak mau dia deketin cewek yang salah. Modelan kayak lo nggak pantes sama Steven." Lagi-lagi Nagara selalu melontarkan hujatan kepada Valerie.
"Kenapa gue nggak pantes sama dia? Dulu banyak yang shipper-in gue sama dia," ucap Valerie.
"Mereka nggak tau gimana busuknya lo, cuma tau lo di media," kilah Nagara.
"Image gue lebih jelek di media ketimbang aslinya," balas Valerie.
Nagara tertawa sinis. Di dalam hati, ia kesal Valerie tak pernah kalah dalam perdebatan di antara mereka, harusnya cewek itu lebih baik ikut lomba debat ketimbang adu mulut bersamanya agar ada manfaatnya sebagai manusia. "Oh, ya? Sebaik itu sifat asli lo? Gue rasa sifat obral sana sini udah mendarah daging di diri lo, ya."
"Iya, gue memang murahan, kok. Makanya, jangan pernah cegah gue buat deket sama Steven. Lumayan kalo gue pacaran sama dia, udah tajir, baik, ganteng, nggak pernah ngatain gue murahan." Valerie malah makin semangat untuk membuat Nagara marah. Ia tak gentar dengan amarah cowok itu.
"Sadar diri, anjing. Lo udah mau nikah sama gue, jangan deketin dia." Kilatan amarah perlahan mencuat di kedua netra Nagara, kedua tangan mengepal, menahan letusan emosi yang kian membuncah.
"Memangnya kapan lo mau nikahin gue?" Valerie tetap menghadapi Nagara dengan santai.
"Secepatnya," jawab Nagara.
"Kenapa cepat-cepat? Apa karena gue hamil makanya lo nikahin gue?" tanya Valerie bertubi-tubi.
"Iyalah! Selain itu, gue mau orang-orang anggap lo hamil karena nikah sama gue, bukan hamil di luar nikah," jelas Nagara.
"Sebenernya status kita cuma di atas kertas, nggak ada libatin perasaan sama sekali. Harusnya lo nggak berhak larang gue deket sama siapa pun," ujar Valerie.
Nagara mulai berjalan ke depan Valerie diiringi tatapan intimidasi, membuat cewek itu melangkah mundur hingga menubruk tembok. Nagara menumpukan tangan kanan di dinding, mengurung cewek itu di sana. "Lo mau mancing emosi gue, hm?"
Valerie memang sengaja berjalan mundur hingga menabrak tembok, ia ingin bermain-main sedikit dalam drama yang diciptakan Nagara. "Tanpa dipancing, lo memang suka ngatain gue, Gara."
Nagara menaruh kedua tangan di bahu Valerie, mengunci kedua retina Valerie dengan indera penglihatannya. "Denger, gue calon suami lo, gue berhak ngatur apa pun tentang lo. Kalo lo berani deket sama cowok lain, gue nggak bakal ngamuk ke dia, tapi lo yang harus nanggung semuanya. Gue cuma nggak mau image gue jelek. Nggak lucu gue dikatain sebagai korban perselingkuhan kalo seandainya lo jadi mau deketin cowok lain."
"Ikutin aja kata hati lo, Gara. Lo sendiri bakal nyadar apa yang buat lo suka marah ke gue. Gue yakin lo orang baik, tapi karena insiden dan lo masih nggak bisa terima kalau gue orang yang harus lo nikahin, lo jadi lampiasin semuanya ke gue," jawab Valerie. Ia tersenyum tipis. "Tenang aja, bakal ada masanya di mana gue nggak tahan sama lo. Lo pasti bakal seneng kalo gue bakal pergi dari lo."
"Nggak usah sok baik." Nagara tak rela jika suatu saat Valerie harus pergi darinya. Ia sudah mulai nyaman dengan keberadaan Valerie.
"Gue cuma memberi pendapat berdasarkan pandangan gue." Valerie mendorong pelan dada Nagara, merebahkan diri ke lautan kapuk. "Udahlah, gue mau tidur."
"Ya udah, sana tidur, kalo perlu tidur selamanya," ketus Nagara.
"Gue bakal mati kalo lo memang pengin gue mati," ujarnya.
"Kalo perlu tidur selamanya sama gue."
"Apaan, sih?" Valerie seketika salah tingkah, mengulum senyum dirayu secara tidak langsung oleh Nagara. Damage rayuan cowok dingin memang tak main-main.
Senyuman Valerie membuat kupu-kupu di perut Nagara menggelenyar. Sial, efek jedag-jedug tiktok telah merasuki jiwanya! Ia berdeham, kembali bicara dengan nada ketus, "Katanya mau tidur? Sana tidur."
"Iya."
***
"Gara, gue pengin kebab."
"Syukur ngidamnya nggak aneh-aneh."
"Tapi, kebabnya isi alang-alang."
"Hah? Malam-malam gini?"
——
Spam "Nagara" for next chapter
Spam "Valerie" for next chapter
Spam "Nana Cantik" for next chapter
2k komen + 300 vote aku up yaaa
Ramein yukkkk xixixi
Kuy follow ig-ku
@ay.riana
@cinderianaxx (ig khusus wp)
Tbc❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top