12. PENGAKUAN

Hola guisss! Kalo aku kasih konflik berat udh siap? Wkwkwkwk

Hubungan mereka toxic, tapi ga bisa lepas satu sama lain :(

Kalian kalo punya pacar kayak Nagara, mending diputusin atau pertahanin?

Ada yang mudik gaa?

Happy reading!❤️

Di sisi lain, Nagara melangkah dari depan pintu kafe menuju meja Neron. Setelah melihat Neron, ia langsung ke sana. "Sorry, Bro. Gue lama ...." Namun, kedua retinanya sontak terbelalak melihat kehadiran Valerie. "Valerie?!"

Valerie tertunduk sesal, ia meremat ujung bajunya. "Sorry, Nagara ...."

Nagara mendaratkan bokong di kursi depan Valerie. Helaan napas dikeluarkan oleh cowok itu. "Lo ngapain ke sini?"

"Dia kangen sama lo," jawab Valerie.

"Oh my god ...." Nagara mengusak kasar wajahnya. Ia menarik napas, lalu embuskan. "Lo ke sini sama siapa?"

Valerie tak berani menatap kedua retina Nagara. "Naik Bagong Car."

"Sendiri?" tanya Nagara.

"Sama supir Bagong Car," sahut Valerie.

Nagara berdecak malas. "Lo harusnya istirahat di rumah, nanti dia kenapa-napa."

Cia dan Neron saling lirik, bingung apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Kedua sejoli itu merasa ada hal yang janggal di sini.

Cia mengerut kening. "Sebentar, katanya lo dianter sama pacar lo yang syuting deket sini?"

"Gue sebenernya bohong," ungkap Valerie.

"Terus, Xavier Ivander itu siapa?" Cia makin penasaran.

Valerie menggeleng. "Belum ada."

"Hah?" Otak Cia mendadak tak paham. Entah apa yang terjadi sebenarnya.

Nagara juga ikut kebingungan. Pasalnya, ia tak tahu kalau Valerie mempunyai teman bernama Xavier Ivander. "Lo, kok, bisa nanyain Xavier Ivander?" tanyanya pada Cia.

"Tadi dia ngasih undangan pernikahan, nama cowoknya di cover Xavier Ivander," balas Cia.

Nagara menggeleng heran. Menurutnya, Valerie sering bertingkah aneh, sehingga ia tak paham apa sebenarnya keinginan cewek itu. "Lo mau nikah sama anak lo sendiri, hah?"

"Ini gimana, sih, maksudnya?" Kini Neron bersuara. Dari tadi ia hanya menyimak tanpa mengerti situasi saat ini.

Nagara melirik Valerie sekilas. "Nanti gue jelasin, kalian habisin dulu makanannya."

"Gue udah kenyang, mau bungkus aja," ujar Valerie. Mungkin karena efek kehamilannya, makanya mood cewek itu sering berubah.

"Sama, gue juga. Gue lebih ke kepo, sih, masih kurang mudeng. Sebenernya gue ada beberapa spekulasi, tapi belum berani bilang," tutur Cia.

Nagara mengangguk. "Okelah kalo gitu."

"Mbak!" panggil Cia pada pelayan di sana.

Pelayan perempuan itu berjalan ke meja mereka. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Bisa minta tolong bungkusin semua makanan di sini?" tutur Cia diiringi nada halus.

"Boleh, Mbak," balasnya sembari mengangguk. Ia mengambil kedua piring itu untuk ia bawa ke dapur. "Tunggu sebentar, ya," ungkap sang pelayan.

Cia mengangguk sembari tersenyum ramah. "Iya, Mbak."

Sang pelayan berjalan ke dapur sembari membawa makanan itu untuk dibungkus, membuat Cia menatap punggung perempuan itu yang kian menjauh.

"Gue habisin minum dulu, ya, kasian kalo dibuang," ijin Cia pada mereka.

Nagara mengangguk. "Iya, santai."

Cia tampak terburu-buru meminum milkshake cokelatnya, membuat kedua retina Neron melirik cewek itu. Ia tersenyum tipis sembari mengelus bahu Cia. "Jangan cepet-cepet minumnya, nanti keselek."

Cia menaruh gelas minuman yang sudah ia habiskan. Di sudut bibir cewek itu terdapat milkshake cokelat karena tadi ia terburu-buru meminumnya. "Iya."

Neron menatap intens bibir Cia, ibu jari sang lelaki bergerak menghapus bekas minuman itu, lalu menempelkannya ke bibirnya. "Indirect kiss."

Cia hanya tersenyum tipis. Jantungnya berdebar, kupu-kupu seketika hinggap di perut gadis itu.

Valerie dan Nagara tersenyum melihat kemesraan mereka, seperti sedang menonton adegan romantis di drama.

Di sisi lain, sang pelayan datang membawa dua kotak makanan ke meja mereka. "Ini, Mbak, makanannya."

Cia tersenyum ramah. "Terima kasih, ya, Mbak."

Pelayan itu mengangguk. "Iya, sama-sama."

Nagata bangkit dari tempat duduk. "Gue bayar makanan kalian dulu."

"Nggak usah, Bro, biar gue aja," tawar Neron.

Nagara tertawa kecil. "Santai, anjir. Lo jangan nawarin diri, biar gue aja."

"Gue."

"Gue aja, Ron."

Valerie berdecak malas. "Lama." Ia beranjak ke depan kasir. "Berapa totalnya, Mbak?"

"Dua ratus ribu rupiah, ya, Mbak," ujar kasir tersebut.

Valerie menyodorkan kartu kredit pada kasir itu. "Pakai kartu aja."

"Iya, Mbak," ujarnya menerima kartu tersebut. Ia menyerahkan mesin kartu pada Valerie. Perempuan itu menekan pin kartu. Struk belanja keluar dari mesin. Sang kasir memberikan kertas itu ke Valerie. "Ini, ya."

"Terima kasih, Mbak," ujar Valerie, lalu balik ke mejanya.

"Makasih udah dibayarin," ucap Cia.

"Santai," balas Valerie tersenyum kecil.

"Kita nggak mungkin omongin ini di sini," ujar Nagara.

"Lo mau kita ngobrol di mana?" tanya Neron.

"Di rumah lo," jawab Nagara.

"Anjir, lo. Okelah, tapi masih ada kulit pisang di atas meja makan gue. Gapapa?" Neron malu kalau rumahnya ketahuan berantakan.

"Gapapa, anjir. Rumah gue lebih berantakan," tutur Nagara.

"Oke," balas Neron.

Nagara melirik Valerie. "Vale, lo naik mobil sama gue, jangan naik Bagong Car lagi."

Valerie mengangguk. "Iya."

"Ayo ke mobil masing-masing," ajak Neron.

"Iya," jawab Cia.

Mereka melangkah ke parkiran guna mencari mobil masing-masing. Sesampainya di depan mobil, Nagara mengeluarkan kunci otomatis, lalu menekan tombol guna membuka pintu. Kedua sejoli itu masuk ke dalam mobil, menutup pintu kembali, lalu memakai sabuk pengaman masing-masing.

Nagara menengok ke arah Valerie. "Lo ngapain ke sini naik Bagong Car?"

"Daripada sama Steven, nanti lo ngamuk lagi," ketus Valerie menatap malas cowok itu.

Nagara menghentikan gerakan sejenak. Ia berdecak malas, menatap Valerie dengan sebal. "Gue yang ke rumah lo, lo nggak usah nemuin gue, mana tadi sok sedih di depan mereka. Lo mau nyari simpati, hah?"

Bukannya gentar, Valerie malah tersenyum miring. Dari tatapan cewek itu terlihat kalau ia meremehkan Nagara. "Gue cuma pengin mereka tau kalo lo nggak sebaik yang mereka kira."

"Cuma gara-gara cinta satu malam sama lo, image gue jadi jelek gitu? Enggak, Vale! Mereka pasti bakal tetep percaya sama gue. Gue memang baik sama temen-temen karena mereka nggak pernah gatel kayak lo." Nagara sebenarnya lagi malas berantem, tapi Valerie saja yang memang suka buat keributan.

"Iya, iya, gue gatel." Valerie memilih mengalah. "Duh, nggak sabar ngasih tau mereka kalo lo bikin gue hamidun."

"Nggak usah lo yang ngasih tau, biar gue aja. Nanti lo lebih-lebihin bahasanya biar mereka simpati."

"Oke, terserah lo."

Tak terasa kedua mobil itu sudah sampai di rumah Neron. Cia turun dari mobil untuk membuka gerbang. Mobil Neron masuk ke garasi, sedangkan mobil Nagara parkir di halaman rumah cowok itu.

Setelah semua masuk rumah, ia menutup pagar rumah. Cia berjalan ke depan pintu rumah, membuka kunci bangunan tersebut.  "Silakan masuk."

Nagara mengangguk. "Makasih, Cia."

Mereka masuk ke dalam rumah, lalu Cia menutup pintu rumah. Ia berjalan ke ruang tamu, mendaratkan bokong ke sofa di samping Neron.

"Jadi, apa yang lo mau omongin?" tanya Neron.

"Sebenernya, gue yang bikin Valerie hamil," aku Nagara.

Neron dan Cia seketika terbelalak. "WHAT?"

Nagara tertunduk sesal. "Iya."

"Setau gue, lo pacaran aja biasanya jaga jarak. Ada apa sebenernya? Lo lagi ada masalah?" tanya Neron bertubi-tubi.

"Ada, tepatnya waktu mainan gue lagi jelek, terus hampir dicoret sama pelatih. Gue stress, akhirnya gue sendirian ke club malam deket rumah gue. Gue minum sampe mabuk, terus nggak sengaja ketemu Valerie di sana, dia juga lagi mabuk. Ya udah, akhirnya kita gitu."

"Kenapa lo nggak cerita sama gue kalo sampai se-stress itu?" Neron khawatir dengan Nagara.

"Gue nggak mau bebanin lo. Lagipula, waktu itu penampilan lo lagi bagus, apalagi lo kita baru deket gara-gara sekamar pas tanding di luar kota. Mana gue berani langsung terbuka, walaupun kita udah temen deket waktu itu," jelas Nagara.

Neron kini beralih pada Valerie. "Vale, kenapa lo buat undangan fiktif? Lo mau ngerjain Cia?"

"Sumpah, gue nggak bermaksud ngerjain Cia. Gue cuma curiga ada admin lambe borok ngikutin gue, makanya gue reflek ngasih Cia undangan."

Neron mengerut bingung. "Ngapain lo cetak undangan fiktif?"

"Gue dari dulu emang sering bawa undangan, biar nama gue dibicarain terus sama media. Cuma jadi selebgram gue bisa dapet duit banyak."

"Nama cowoknya di undangannya sama?" tanya Cia.

"Iya."

"Kenapa lo bisa kepikiran nama itu?" Cia bertanya lagi.

"Dia idola gue di cerita wattpad yang gue baca, ya udah gue jadiin nama," jawab Valerie.

Cia paling senang kalau menemukan teman sefrekuensi dengannya. Wajahnya seketika cerah. "Lo suka baca wattpad juga?"

"Iya, Cia," balas Valerie. "Lo suka baca juga?"

"Iya, tapi yang hehehe." Cia tersenyum penuh arti.

"Kadang gue juga, kok, tapi lebih sering yang mafia sama geng motor."

"Pantesan nama tokohnya Xavier Ivander, vibes-nya ala geng atau mafia banget."

Valerie tertawa kecil. "Iye, kan."

"Eh, btw, pada mau minum gak?" tawar Cia mengedarkan pandangan ke mereka.

"Boleh. Gue sama Valerie air putih, ya," ucap Nagara.

"Oke. Mau yang dingin atau engga?" tanya Cia.

"Gue yang dingin, Valerie yang nggak dingin," jawab Nagara.

Valerie menatap sinis cowok itu. Ia tak suka dengan orang munafik seperti Nagara, sok perhatian kepadanya di depan temannya, padahal kelakuan bikin setan insecure.

Cia bangkit dari sofa, lalu ke dapur guna mengambil gelas. "Siap."

"Terus, kalian mau gimana ke depannya?" tanya Neron pada mereka.

"Gue belum siap nikahin Valerie, tapi gue mau tanggung jawab," ungkap Nagara.

Neron tak habis pikir dengan pola pikir Nagara. "Lah, gimana jadinya kalo kayak gitu, anjir? Reputasi lo berdua bakal rusak di media kalo lo nggak nikahin Valerie, takutnya bakal ketahuan skandal kalian."

Nagara berdecak malas. "Lo pikir nikah segampang itu?"

Neron menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ya, kagak, sih."

"Nah, itu lo tau."

Cia datang membawa dua gelas minuman, ia memberikan air dingin pada Nagara dan air mineral biasa pada Valerie. Ia duduk di samping Neron, lalu bertanya pada mereka, "Kalian sekarang tinggal beda rumah?"

"Iya," jawab mereka serempak.

"Menurut gue, kalian harus mulai tinggal satu rumah, sih, soalnya takut Valerie nggak ada yang bantuin kalo dia kenapa-napa, apalagi kalo ibu hamil biasanya pengen nempel mulu sama suaminya," saran Cia.

"Tapi, kan, gue bukan suaminya," ungkap Nagara.

"Intinya si bayi pengen nemplok mulu kayak cicak sama bapaknya," jelas Cia agar cowok itu mengerti.

Nagara mengangguk paham. Sebenarnya ia belum siap punya anak, namun ia harus bertanggung jawab dengan perbuatannya. "Iya juga, ya. Gue bakal nikahin Valerie kalo gitu, tapi tertutup. Nanti pas anaknya udah lahir, baru gue umumin kalo gue selama ini udah nikah. Gimana?"

Neron tertawa mendengar ucapan Nagara. "Buset, kayak drama banget, tapi sabi, sih."

"Lo beneran mau nikahin gue? Gue gak mau kita sampai cerai. Bagi gue, nikah sekali seumur hidup, apalagi di agama kita nggak boleh nikah lebih dari sekali," ujar Valerie.

"Semoga aja bisa, ya. Besok kita ke gereja buat tanya-tanya ke pendeta."

"Iya, Gara."

***

"Lo pikir gue mau ke Gereja sama lo buat konsultasi?"

——

Di part selanjutnya masih ringan kok, aku naikin tempo konfliknya pelan2 ajaa wkwkwwk

Yukk promoin cerita ini ke tiktok, dll biar banyak yg diajak buat hujat Gara🤣

Spam "Nagara" for next chapter

Spam "Valerie" for next chapter

Spam "Nana Cantik" for next chapter

2k komen aku up yaa

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top