1. CLUB MALAM
Tolong dibaca pas buka puasa aja yaa, sengaja aku up jam segini biar aman❤️
Halo guisss, long time no see!!!🤩
Akhirnya aku upload cerita Valerie-Nagara
Akunku udah hilang yang di tiktok, tolong promoin yaa cerita ini hehehe❤️
Siap untuk bertemu dengan kisah kelam mereka?
Apakah pantas mereka happy ending?
Happy reading❤️
"Di awal menjerit nikmat, di akhir menjerit kesakitan."
***
Aroma rumput hijau tercium kuat, teriknya matahari membuat kulit para pemain Timnas tersengat. Walaupun begitu, mereka tetap semangat latihan di hari terakhir. Kini para pemain berbaris rapi, sedangkan sang pelatih dan asisten pelatih berdiri di depan mereka untuk evaluasi.
Kemarin adalah pertandingan uji coba antara Indonesia vs Laos untuk persiapan Piala AFF. Mereka memang menang 3-0, namun penampilan Nagara menuai banyak kritikan dan hujatan dari masyarakat Indonesia. Tak dipungkiri ada saja yang menyuruh Nagara keluar dari Timnas karena dianggap tak pantas.
Coach Made menatap Nagara dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Nagara, performa kamu makin menurun, terutama di friendly match lawan Laos kamu sering sekali blunder, hampir saja kita kebobolan."
Nagara tertunduk sesal. "Maaf, Coach Made."
"Kamu juga gampang sekali terpancing emosi saat lawan berusaha memprovokasi, saya tidak suka dengan pemain emosional."
Nagara masih menyimak apa yang selanjutkan akan dikatakan oleh Coach Made. Ia tahu ini resikonya kalau ia bermain jelek, apalagi mereka dibiayai oleh negara, tak mungkin ia mau mengecewakan supporter Tim Nasional Indonesia.
Coach Made menghela napas. "Kalau kamu terus seperti ini, maaf saya bakal coret nama kamu dari skuad Tim Nasional."
"Siap, Coach," sahut Nagara.
Coach Made sangat menyayangkan performa Nagara kian menurun. Menurutnya, pria itu potensial dan berbakat, harusnya bisa bermain lebih baik dari saat ini. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh pemain Tim Nasional. "Sekian sesi latihan kali ini. Tetap semangat, jangan makan makanan sembarangan, harus fokus dalam latihan. Saya tidak akan segan mencoret pemain yang performanya menurun atau melanggar aturan. Paham?"
"Paham, Coach!" seru mereka serempak.
"Baik, kalau begitu kalian boleh meninggalkan lapangan. Hari ini latihan terakhir bersama Timnas, dua bulan lagi saya akan panggil kalian apabila menurut saya kalian masih layak dipertahankan. Ajang AFF diperkirakan akan diselenggarakan lima bulan lagi, kita harus bersiap lebih awal agar semuanya matang. Selamat kembali ke club masing-masing."
"Terima kasih, Coach!"
Mereka membubarkan diri ke kamar hotel masing-masing. Lapangan latihan memang dekat letaknya dengan hotel. Neron—teman satu Tim Nasional sekaligus satu club di Nabiru FC menepuk bahu Nagara, membuat cowok itu seketika sadar dari lamunannya.
"Semangat, Bro!" Neron peka terhadap perasaan Nagara. Ia pernah berada di posisi itu. Sebanyak apa pun kalimat motivasi yang diberikan, tak akan ampuh kalau tidak ada kemauan berubah dari diri sendiri.
Nagara mengangguk. Ia tersenyum tipis. "Makasih, Neron."
***
Dentuman suara musik terasa sampai dada, sinar lampu warna-warni memenuhi kelab malam. Lautan manusia meliuk-liukkan badan sesuai alunan musik. Nagara sempat merasa asing dengan keadaan yang ia hadapi untuk pertama kalinya, namun ia butuh ketenangan dari masa terpuruknya.
Satu botol whisky dan satu sloki berada di atas meja. Ia rela booking meja senilai satu juta rupiah demi melupakan masalah. Tak peduli ia sendiri ke sini, yang penting besok ia sudah lupa akan masalahnya.
Pening mendera kepala sang pria, kesadarannya mulai menurun. Ia tak terima kali ini Dewi Fortuna tak berpihak kepadanya. "Anjing! Kenapa skill gue makin menurun? Padahal, gue udah berusaha sekeras mungkin biar main bagus."
Walaupun musik menginvasi seluruh ruangan, Valerie—selebgram papan atas penuh sensasi bisa mendengar amukan Nagara dari meja sebelah. Pasalnya, ia juga sendiri ke sini, tak ada teman yang bisa ia ajak.
Hati nuraninya terketuk, menggerakan kakinya ke meja Nagara, lalu duduk di samping cowok itu tanpa permisi. Tak lupa ia membawa sebotol whisky dan slokinya ke sana.
Ia tahu Nagara adalah pemain bola papan atas, walaupun di media massa banyak yang menggiring opini seolah cowok itu tak berusaha demi mengharumkan nama bangsa.
"Oh my god ... what happened with you, Bro?" tanya Valerie menatap khawatir sang pria. Ia tahu bahwa Nagara cupu dalam hal minum minuman keras, terlihat dari wajahnya sudah mulai mabuk.
Dengan setengah sadar, Nagara bertanya pada Valerie, "Lo siapa?"
"Valerie, selebgram centang biru, followers 1M." Wanita itu menghela napas, menatap prihatin Nagara. "Gue tau lo pemain bola, walaupun masih lebih terkenal si Neron. Bukannya lo nggak boleh minum-minum kayak gini?"
Nagara menatap tak suka cewek itu. "Jangan ngurus gue, kita nggak kenal."
Valerie berdecak malas. "Gue cuma nanya, bukan ngurus." Tangan kanannya menuang whisky ke sloki yang ia bawa, meneguk cairan beralkohol tersebut hingga tandas.
Kesadaran Nagara kian berkurang. Melihat Valerie minum dengan menaikkan satu kaki ke atas lutut, sehingga pahanya semakin terekspos membuat sang pria meneguk ludah. "Lo bisa pergi."
"Gue nggak ada temen buat minum," alibi Valerie. Padahal, ia tak tega melihat pemula seperti Nagara mabuk sendiri. Kalau dirinya mabuk tanpa ada yang menemani, ia tak masalah, soalnya sudah pro.
Nagara menggeleng cepat, berusaha menghilangkan pikiran kotor dari otaknya. "Terserah."
Valerie menaruh sloki itu di atas meja. Kini ia beralih mengambil rokok dan korek gas di dalam saku celana pendek. Ia menyodorkannya pada Nagara. "Mau ngerokok?"
Nagara menggeleng. "Enggak usah, makasih."
Valerie memutar malas matanya. Sebatang rokok ia apit dengan bibir, pemantik tersebut ia nyalakan hingga batang tembakau itu mengepulkan asap. Ia mengembuskan asap rokok ke udara. "Ketus banget."
"Sana pergi!" seru Nagara.
"Gak denger," jawab Valerie, tetap menghisap tembakau tersebut penuh nikmat.
Nagara tak mau berdebat, ia ke sini untuk mencari ketenangan. Sebotol whisky ia teguk langsung hingga tersisa setengah, membuat Valerie seketika panik melihatnya.
"Jangan banyak minum, orang cupu kayak lo minum sebotol aja bisa mabuk." Valerie merebut paksa botol itu dari Nagara, namun tenaganya kalah kuat.
Amarah mulai menguasai perasaan Nagara, sehingga tak bisa berpikir jernih. "Jangan ikut campur!"
"Taruh minuman lo, lo nggak pro minum begini," peringat Valerie.
Nagara memang menuruti perintah Valerie, tapi minumannya ia sudah habiskan, makanya ia taruh. Ia menatap cewek itu dengan wajah teler. "Gue cuma butuh temen buat cerita, tapi nggak enak curhat ke sahabat gue ...."
Valerie tertawa kecil. Ia juga sudah mulai pusing karena minum setengah botol whisky. Rokoknya ia matikan di atas asbak, ia tahu kalau orang putus asa seperti Nagara ingin didengarkan. "Wih! Mabuknya sambil curhat, ya?"
"Gue takut nggak bisa banggain orang tua. Gue nggak ada prestasi apa pun selain di sepakbola, otak gue nggak pinter buat nyerap pelajaran. Kalo gue dicoret dari Tim Nasional, gue nggak tau harus gimana lagi ...." Nagara mengacak frustasi surainya.
"Memangnya harus berprestasi untuk membanggakan orang tua? Duit lo udah banyak." Valerie berusaha menenangkan Nagara.
"Bukan masalah duit, prestasi bakal bikin orang nggak ngeremehin gue. Duit memang penting, tapi kalo diiringi prestasi pasti bakal lebih bagus," jelas Nagara. Tubuhnya mulai tak bisa tegak saat duduk, seolah tak ada tulang untuk menyangga.
Valerie menatap was-was Nagara, takut tubuhnya tumbang. "Terus, mau lo apa?" Ia berusaha terlihat tenang.
Kepalanya sebentar lagi akan membentur meja karena tak kuat menopang tubuh, namun Valerie sigap menangkap tubuh Nagara, menyandarkannya ke kepala kursi. "Mau nggak dicoret dari Timnas ...."
"Lo minum kayak gini udah pasti nggak dicoret?" Valerie dongkol. Serius, Nagara menurutnya bodoh, tak seharusnya menghancurkan diri sendiri dengan cara ke club malam. Dirinya memang bukan orang baik, namun dirinya sudah terlatih terlibat dalam dunia malam.
Kilatan amarah tampak jelas dari kedua netra Nagara. "Argh! Gue nggak butuh nasehat lo!"
Valerie menghela napas. "Ya udah, gue pergi dulu, kayaknya lo butuh waktu sendiri."
Cewek itu hendak berdiri, namun Nagara menariknya hingga Valerie duduk di pangkuannya. "Temani gue di sini."
Valerie terkejut akan perlakuan Nagara, namun ia tak menampik bahwa jantungnya berdegup kencang. Belum pernah ada pria yang membuatnya segugup ini.
Cewek itu sebenarnya senang duduk di pangkuan Nagara, namun ia merasa tak pantas, apalagi baru pertama ketemu setelah sering melihat cowok itu melalui sosial media. "Damn!" umpat Valerie.
Nagara memeluk pinggang Valerie. Selama cewek itu tak protes, ia berani merengkuh pinggangnya. Ia menaruh dagu di ceruk leher Valerie. "Jangan tinggalin gue, gue butuh temen curhat," bisiknya, membuat bulu kuduk cewek itu meremang. Suara deep itu seolah perintah yang tak bisa dibantah.
"Kita baru kenal, lo juga kayaknya kesel sama gue. Jangan gampang percaya sama orang," ujar Valerie.
Nagara menatap dalam netra Valerie. "Gue percaya sama lo."
Valerie berusaha mengumpulkan kesadaran, tak mau mengambil kesempatan dalam kesempitan. "Minggir, Gara. Gue mau lanjut minum."
Dengan tak ikhlas, ia melepas pinggang Valerie. Tatapannya tak lepas dari cewek itu. Dalam keadaan mabuk, ia sangat mengagumi lekuk tubuhnya seperti gitar Spanyol. "O-oke."
Valerie kembali duduk di samping Nagara, meneguk setengah botol whisky hingga tandas.
Nagara memeluk Valerie dari samping. "Valerie, body lo bagus banget ...."
Valerie tak kuasa menahan gejolak. Ia juga mengagumi Nagara. Tangan kanannya mengeksplorasi sekujur wajah cowok itu. "Damn, you are so hot ...." Ia meraba jakun Nagara, menyebabkan sang pria memejamkan maga menikmati elusan dari Valerie. "Kalo lo bukan cowok baik-baik, udah gue deketin dari dulu. Gue nggak pantes deket sama cowok kayak lo ...."
Nagara tersenyum tipis, meraba benda kenyal milik Valerie. "Can I kiss you?" Ia menatap cewek itu penuh harap.
Valerie mengangguk. "Sure."
Nagara membawa Valerie ke pangkuannya, merengkuh lembut pinggang cewek itu. Valerie juga mengalungkan tangan di leher Nagara, bersiap menerima lumatan dari sang pria. Perlahan, kedua bibir itu mulai menyatu, saling mengeksplorasi milik keduanya penuh kelembutan.
Nagara melepas tautannya. Ia menatap kagum Valerie. "Damn, good girl ...." Ia mendekatkan bibir pada telinga sang puan. "You want more?"
Valerie sudah setengah sadar, pikirannya tak bisa sejernih tadi. Ia mengusap jakun Nagara dengan sensual. "I want more ...."
"Jangan lanjut di sini, lanjut di hotel deket sini."
***
Sinar matahari menelusup melalui celah jendela, pertanda hari sudah pagi. Valerie terbangun dari tidurnya. Melihat ke sampingnya, Nagara sudah tak ada di sini. Pecahan puzzle mengenai kejadian tadi malam membuat Valerie teringat apa yang ia lakukan dengan Nagara.
Memang mereka melakukannya tanpa ada paksaan dan saling mau, hanya saja mereka melakukannya dalam keadaan setengah sadar. Beginilah jadinya kalau mengutamakan nafsu dibanding logika, resiko jangka panjangnya tak ia pikirkan.
Valerie hendak ke kamar mandi, namun terasa perih, sehingga membuatnya terduduk kembali di ranjang. "Shit!"
Matanya tak sengaja menangkap surat, segelas air putih, dan seporsi nasi goreng di atas nakas. Oleh karena itu, ia segera mengambil surat yang menarik perhatiannya.
Valerie, tolong lupain kejadian malam itu. Kita memang sama-sama mau, tapi dalam keadaan mabuk. Gue nggak mau karir gue hancur gara-gara satu malam. Oh, iya, gue udah pesenin nasi goreng, anggap aja sebagai permintaan maaf gue.
Nagara.
"Lo pikir harga diri gue seharga nasi goreng?" Valerie menatap miris surat itu, membentuknya hingga bulat dan kusut, membuangnya ke sembarang arah. "Gue takut hamil ...."
Ia tertunduk, air mata mulai meluncur dari kedua retina. Dicampakkan seperti ini membuatnya menyesal telah menemani Nagara tadi malam. Niatnya baik, tapi malah terjerumus dalam kubangan kenikmatan.
"Gue memang suka main ke club malam, bukan berarti gue mau ngasih virgin gue sampai hamil ...." Valerie menghela napas, menjambak pelan rambutnya untuk melampiaskan kekesalan. "Nagara nyuruh lupain, berarti dia nggak mau tanggung jawab, kan?"
"Ya Tuhan, gue capek ... udah nggak punya orang tua, sekarang malah bikin khawatir Tante ...."
Orang tua Valerie sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat saat dirinya berusia lima tahun. Semenjak itu, hanya Tantenya yang mau merawatnya penuh kasih sayang, walaupun beliau sibuk karena mengajar di sekolah dan les privat sampai malam. Beliau tak menikah hingga kini, trust issue kepada lelaki karena dulu sang ayah sering memukuli ibunda.
Suara telepon berdering di atas meja, memperlihatkan nama 'Tante Lina' di layar. Oleh karena itu, Valerie mengangkatnya.
"Halo, Valerie."
Valerie menetralkan suaranya. "Halo, Tante."
"Tante tiba-tiba punya firasat buruk. Kamu nggak apa-apa?" Terdengar nada khawatir dari suara Lina.
"Nggak apa-apa, kok, Tante."
"Syukurlah firasat Tante salah. Tolong jaga diri baik-baik, ya? Cuma kamu yang Tante punya."
"Iya, Tante. Tante pagi ini nggak ngajar?" Valerie mengalihkan pembicaraan.
"Ngajar, kok. Tante udah di sekolah, nih."
"Oh, oke. Nanti kita telponan lagi, ya."
"Oke, Valerie. Kalo ada apa-apa, tolong telpon Tante, ya?"
"Baik, Tante," jawab Valerie.
Valerie menutup sambungan telepon, lalu kembali tertunduk, mengeluarkan air mata yang sudah ingin menerobos keluar. "Maaf, Valerie udah ngecewain Tante. Valerie memang nggak pernah bisa bikin Tante bangga, dikasih duit juga nggak pernah mau selain dari gaji jadi manajer Valerie ...."
"Valerie cuma bisa jadi selebgram penuh sensasi, maaf nggak punya prestasi lain ...."
Valerie mengusap perutnya. "Baru aja Valerie pengin lanjut kuliah, tapi nggak tega minum pil kontrasepsi, kasian anak nggak tau apa-apa gue bunuh ...," ujarnya. "Ini salah gue, gue harus tanggung jawab. Kalopun gue harus besarin anak ini sendirian, gue harus bisa."
***
"Masalah Coach Made?"
——
Gimana part 1-nya guiss? Yuk spam komen
Spam "Valerie" for next chapter
Spam "Nagara" for next chapter
Sebenernya cover-nya belum jadi, tapi aku udh gatel publish wkwkwk
Lebih suka cerita sad ending atau happy ending?
Kalo aku buat cerita ini sad ending gapapa?❤️🤩🥰😘💋
400 komen aku update yaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top