Chapter 20
Seperti janjinya, Joni menjemput Celine pagi-pagi sekali. Dan bodohnya, Celine yang masih marah. Bahkan, sangat marah itu tetap menurutinya dan bersiap-siap.
"Cantik." Entah itu pujian atau sekedar panggilan. Celine hanya memutar bola matanya malas.
Harus ia akui, Joni sangat tampan saat mengenakan kemeja pink dengan lengan yang digulung sampai siku dipadukan dengan celana jeans berwarna navy. Ia sempat terpana sampai Joni menepuk bahunya lembut.
"Ganteng banget, ya?"
"Iya." Celine berbicara spontan. "Eh, nggak. Apaan?" elaknya setelah sadar kalau sempat mengatakan hal itu.
"Kangen banget. Mau peluk tapi masa pinggir jalan gini."
"Mesum mulu otaknya Joni heran deh!" Celine memasuki mobil terlebih dahulu. Menghindari obrolan yang tidak-tidak dengan Joni.
"Peluk dulu!" Joni merentangkan tangannya sebelum memasang seatbeltnya.
"Jalan cepet! Mau ke mana, sih?"
"Gak mau. Peluk dulu!" Joni merengek seperti anak kecil.
Mau tidak mau, Celine memeluknya meski sambil menggerutu.
"Maaf, ya. Aku gak bermaksud jauhin kamu, bikin kamu sedih sampai nangis-nangis." Joni mulai membuka topik mengenai kejadian yang telah lalu.
"Kata siapa aku nangis?" elak Celine. Seperti biasa.
"Oh, nggak nangis, ya? Terus, yang di ruangan aku air matanya jatuh deras banget siapa?"
Celine hanya diam. Ia ingat pernah menangis di ruangan Joni yang bisa dipastikan terdapat CCTV di sana.
"Coba tebak siapa yang bucin tapi gak mau ngaku?"
"Joni diem!" Celine memukul punggung Joni pelan yang membuat Joni malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Gemes banget, sih." Pria itu mencuri sebuah kecupan singkat di pipi Celine.
Keduanya terdiam. Menikmati melodi detak jantung masing-masing yang tak kalah menggila. Memang, perasaan tidak pernah bisa disangka datangnya. Tidak pernah terduga kehadirnya. Terkadang, kita sendiri merasa perubahannya begitu cepat sampai lupa kapan dimulainya.
"Ayo jalan. Udah peluk-peluknya. Nanti, situ ngantuk lagi!" Celine menepuk bahu Joni. Memang, tidak aneh lagi kalau Joni merasa mengantuk setiap kali bersandar di bahu Celine.
"Sayang, aku minta maaf ya soal kemarin. Sumpah. Aku gak ada niat cuekin atau menghilang dari kamu. Cuma, aku ngerasa capek sendiri aja. Apalagi, pas papi tiba-tiba bikin keputusan sendiri. Padahal, dulu kita sepakat buat nentuin pilihan masing-masing aja. Tapi, papi akhirnya begitu."
"Mungkin, itu yang terbaik kali. Emang gak baik sih bohong terus. Sampe gak ngasih tau di profil kalo kamu berprofesi sebagai dosen." Celine menyampaikan sindirannya.
"Maaf, dong. Aku kan cuma mau jadi Joni yang akhirnya kamu kenal sampai sekarang. Bukan Jonathan yang bikin orang ngiler doang gara-gara tampan dan mapan."
"Cih pede banget!"
Joni tertawa dan meraih telapak tangan Celine yang sepertinya menjadi kebiasaan barunya saat berkendara. Yaitu, menggenggam tangan sang kekasih.
"Kenapa sih bohong? Atau, jangan-jangan aslinya kamu udah punya istri sama anak, kan? Terus pura-pura bujangan? Jahat banget! Aku gak mau ya jadi pelakor!"
Ucapan Celine sontak membuat Joni tertawa. Bagaimana bisa gadis itu memiliki pikiran semacam itu?
"Aku mana berani? Tau sendiri mami juga suka sama kamu, kan?"
"I-iya sih. Tapi, nanti kamu dijodohin sama papi kamu gimana? Kan, biasanya gitu. Demi bisnis."
"Hey, kamu ini punya pikiran kayak gini dari mana, sih? Ya ampun. Papi emang nentuin aku harus jadi apa. Tapi, buat pasangan, ya bebas aja. Masa, aku nikahin orang gak aku cinta?"
"Ya, kan di novel-novel suka gitu!"
"Ya Tuhan! Harusnya aku gak aneh sih sama kelakuan kamu," kekeh Joni sambil mengecup punggung tangan Celine.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top