Chapter 11

Celine hanya rajin di bagian mengerjakan skripsi. Tetapi tidak dengan hal lain apalagi mandi. Ia terlalu malas mandi pagi. Jadi, ia hanya melakukannya saat akan pergi ke kampus.

Seperti pagi ini contohnya. Celine dengan kaos dan celana pendeknya menunggu penjual bubur yang lewat ke depan indekosnya. Ah, ada bagusnya juga gadis itu tidak telat bangun pagi karena alarm yang ia pasang sebelumnya selalu lupa dimatikan.

"Aduh, masa gue mesti berhenti di tengah jalan cuma gara-gara waktu itu?" Celine menggerutu pelan.

Gadis itu memikirkan kejadian malam setelah dirinya membeli nasi goreng. Jika tahu akan terjadi seperti itu, ia lebih baik memasak mie instan saja agar tidak harus bertemu dengan Joni. Tetapi, nasi memang sudah menjadi bubur. Namun, abang-abang penjualnya tidak kunjung lewat. Apa berasnya tidak sampai menjadi bubur? Pikiran Celine mulai melantur. Sampai, bunyi mangkuk yang diketuk berkali-kali itu membuat atensinya beralih.

"Ah, Bang Kumis akhirnya." Celine menaruh mangkuk yang dibawanya di gerobak sang penjual.

"Wih, Neng Celine tumben banget. Kayak udah bertahun-tahun Abang gak pernah kedatangan Neng cantik ini."

"Yeu. Bilang aja kalo saya emang selalu kesiangan."

Celine memang biasa bergurau dengan pedagang yang memang sudah tidak asing lagi baginya.

Setelah mendapatkannya, Celine membawa mangkuk berisi bubur di tangan kanannya dan sekantung kerupuk di tangan kirinya itu dengan wajah cerah. Tentanya, tak ada salahnya bangun pagi dan sarapan.

"Selamat pagi."

Celine yang tengah kerepotan membuka pintu kamarnya itu berhenti. Demi apapun, jangan Joni yang memanggilnya. Meski, ia sendiri tahu suara pria itu.

"Ya Tuhan, Celine yang manis ini cuma mau sarapan dengan tenang." Gadis itu merapalkan doa-doa seperti mengusir makhluk tak kasat mata.

Hal itu membuat pria yang memang benar Joni itu terkekeh gemas dan membantu Celine membuka pintu kamarnya.

"Pak Joni. Ngapain?" tanya gadis itu setelah pintu kamarnya terbuka.

"Saya mau ajak kamu sarapan. Eh, ternyata sudah beli bubur. Padahal, mami saya masak spesial."

Celine mendengus mendengar perkataan Joni. Maksudnya? Joni tidak tengah berkhayal, kan?

"Ngapain maminya Bapak bikinin sarapan buat saya?" tanyanya sewot. "Jangan cuma gara-gara kejadian nasi goreng, terus Bapak ngerasa kita jadi sedekat itu. Anggap aja Bapak khilaf dan saya gak ngelak. Udah!"

Celine menghentakan kakinya kesal. Pasalnya, Joni memang sudah sangat mengganggunya. Lebih dari dosen dan mahasiswa bimbingannya.

"Dah, mending Bapak pulang. Kita cukup ketemu di kampus aja bahas skripsi."

Benturan pintu yang kencang mengakhiri pembicaraan Celine dan membuat Joni yang berdiri di depannya itu sedikit terkejut.

Memang, bukan tanpa alasan Celine kesal dengan Joni. Ah, bahkan lebih dari pada itu. Kalau saja ia tidak sayang dengan kerja kerasnya selama ini, Celine pasti enggan kembali bertemu dengan Joni.

Ya, kejadiannya malam itu setelah Celine membeli nasi goreng dan entah disengaja oleh pria itu atau memang kebetulan dan membuatnya bertemu dengan Joni. Dan dosennya itu mengantarnya pulang sampai ke depan indekos.

"Bisa gak, kamu anggap saya bukan dosen pembimbing kamu kalau di luar kampus?" Pertanyaan Joni itu masih terekam jelas dipikiran Celine.

Ia juga hanya menggeleng karena tidak tahu harus mengatakan apa. Ia sendiri tidak mengerti mengapa Joni harus mengatakan hal itu.

"Saya Joni, dosen kamu di kampus. Tapi, di luar, anggap saya laki-laki biasa. Bisa?"

Celine memilih bungkam sampai benda kenyal dan hangat menempel tepat di atas bibirnya. Memberikan perasaan yang tidak pernah gadis itu rasakan sebelumnya.

"Celine..."

Panggilan Joni tidak di indahkannya. Ia memilih masuk dan mengunci pagar indekosnya meski ia tidak tahu siapa penghuni di sana yang belum pulang. Ia benci Joni. Menurutnya, ini pelecehan tentu saja.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top