Chapter 04

Celine memikirkan apa yang dikatakan ibu Joni saat ia berada di rumah sang dosen. Layar laptop yang menyala sekitar dua puluh menit yang lalu itu pun sudah mati. Bukannya ia baper atau semacamnya. Namun, kenapa wanita paruh baya itu mudah sekali menganggap perempuan yang baru saja putranya bawa ke rumah itu dianggap sebagai calonnya?

Gadis itu mengacak rambutnya frustasi dan menyentuh track pad laptopnya agar layarnya kembali menyala. Namun, saat ia melihat layar yang menampilkan bab selanjutnya, ia malah tidak bisa melanjutkannya. Ia jadi mengingat kalau esok hari ia harus menjemput sahabatnya, Meera yang akan tiba di tanah air setelah sekian lama merantau di negeri orang.

"Hah! Gue tidur aja apa, ya? Besok juga gak ada jadwal, kan? Pak Joni juga gak mungkin nagih-nagih. Kecuali, kalo dia emang kurang kerjaan." Celine bermonolog.

Kenyataan memang tak selalu sesuai dengan rencana. Karena, Celine malah membuka sosial medianya yang membawa jarinya mencari nama sang dosen pembimbingnya. Entah, sengaja atau tidak. Ia terus mencari nama Joni di akun berbagi gambar. Namun, sayangnya ia tidak menemukannya. Apa mungkin, orang semuda Joni tidak memiliki sosial media? Akhirnya, ia memilih mencari nama Jonathan Indrapraja dia kolom pencarian dari aplikasi ternama yang selalu ia andalkan. Dan alangkah terkejutnya ia saat nama yang dicarinya muncul.

Selama ini, ia memang tidak mengenal sang dosen dengan sangat. Namun, kenyataan ini sungguh sangat membuatnya terkejut. Sampai, ia sendiri tertidur tanpa mematikan data selularnya.

***

"Si lelet kebiasaan!" cibir Arkan ketika Celine baru saja sampai dengan terengah-engah.

"Lelet apaan? Gue tau kalian baru nungguin gue lima menit," balas Celine karena merasa keberatan dengan apa yang Arkan katakan.

"Lima menit juga berharga."

"Udah jangan berantem. Kebiasaan deh kalian. Nanti, telat, lagi." Candy melerai kedua sahabatnya yang terbiasa bertengkar seperti ini.

Arkan berdecak dan mengambil alih kemudi. Sedangkan, Celine melayangkan tinjuan ke udara karena masih merasa kesal.

Celine dan ketiga sahabatnya masih setia menunggu Meera yang katanya akan tiba lima belas menit yang lalu itu tapi sampai sekarang mereka masih menunggu kedatangan sang sahabat yang yang belum terlihat batang hidungnya.

"Hallo!"

Keempat orang yang menunggu di sana cukup terkejut dengan sapaan yang tiba-tiba itu. Bukan hanya mereka sebenarnya, tapi Meera juga. Karena sebelumnya ia hanya meminta Reya yang menjemput.

"Lo kok kurusan, Meer?" tanya Arkan.

"Ah masa?"

Percakapan mereka memang cukup tak ada faedahnya meski sudah lama tidak bertemu sampai Meera meminta mereka mengantarnya menemui seseorang.

"Ya udah kita anter Meera. Abis itu, gimana kalo kita party? Sekalian merayakan kepulangan Meera juga." usul Arkan.

"Boleh tuh!" timpal Celine yang kali ini entah angin apa yang membawanya sepakat dengan usulan Arkan.

"Eh! Nggak, nggak. Meera gak boleh capek-capek." Reya langsung menepis saran sahabatnya itu.

"Lho, kenapa?" tanya Celine.

"Karena, Meera lagi hamil."

"APA?"

"WHAT?"

"GIMANA CERITANYA?"

Semua orang heboh karena perkataan yang Reya lontarkan. Sedangkan, Meera hanya terdiam dan memejamkan matanya sejenak. Toh, nasi sudah menjadi bubur. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menjelaskan kepada sahabat-sahabatnya.

"Oke nanti gue jelasin," putusnya.

***

Sesampai di kosannya, Celine merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur tanpa membersihkan tubuhnya terlebuh dahulu. Rasanya, Celine semakin pusing setelah mendengar cerita Meera tentang bagaimana sahabatnya itu bisa hamil. Ia masih tak habis pikir kenapa orang seperti Meera bisa mengikuti kencan buta? Ia masih tidak percaya. Tetapi, itu sudah menjadi kenyataannya.

"Kan bener, segala yang menyangkut sebuah hubungan itu selalu ribet. Haduh bisa-bisanya gue kebawa pusing begini. Ah, Meera. Ada-aja sih!" Celine malah terlihat lebih frustasi dibanding saat mengerjakan skripsi.

Ah, omong-omong masalah skripsi, esok ia ada jadwal bimbingan dan ia malah belum mengerjakan apapun. Siap-siap saja besok ia akan mendapat kultum lagi dari Joni. Namun, jujur saja untuk sekarang, Celine tidak bisa memikirkan itu. Ia tidak akan bolos besok tapi ia ingin meminta kemurahan hati sang dosen.

Tunggu, sejak kapan Celine jadi seperti ini?

***

"Selamat siang, Pak." Celine memberikan senyum terbaiknya saat ia memasuki ruangan sang dosen.

"Wah, sepertinya perasaan kamu sedang baik. Apa bab ini sudah kamu kerjakan dengan baik?" tanya Joni.

"Em, justru itu, Pak." Celine mengucapkannya dengan ragu.

"Duduk saja dulu." Joni mempersilakan Celine untuk duduk terlebih dahulu.

Celine menarik napasnya dalam. Ia tidak tahu apa yang ingin ia jelaskan kepada Joni. Karena, sebenarnya ini urusan pribadi. Namun, ia sendiri tidak bisa berkonsentrasi dan percuma saja jika ia bolos karena Joni pasti akan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Yaitu, menjemputnya ke kosan dan membuatnya malu.

"Pak, kalo hamil tapi belum nikah dan gak punya calonnya mesti gimana?" tanya Celine spontan.

Joni yang mendengar hal tersebut tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Lelaki itu sampai tersedak ludahnya sendiri. Ia berdeham beberapa kali sebelum akhirnya berbicara.

"Celine, saya tahu kalau kamu frustasi dengan skripsimu yang tidak kunjung selesai. Tapi, saya masih optimis kalau kamu masih punya masa depan yang bagus. Bukan akan berakhir seperti ini."

Celine mengernyitkan keningnya. Ia memang salah di awal pembicaraan. Seharusnya, ia tidak mengatakan hal tersebut kepada Joni. Karena, dosennya itu pasti berpikir demikian. Namun, ini sudah terjadi. Ia hanya tinggal memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk berkilah.

"Celine, kamu mau berhenti kuliah?" tanya Joni.

"Eh, Bapak Joni. Aduh. Saya nanya bukan berarti itu saya. Gini lho, saya kepikiran itu sampe saya gak bisa ngerjain bab selanjutnya. Gitu. Ih suka banget nuduh-nuduh, ya."

"Jadi, bukan kamu?" tanya Joni lantang sampai berdiri.

"Bukan, lah. Ini, Bapak bisa biasa aja, gak? Saya kaget. Jadi, saya gak ngerjain apa-apa. Udah gitu aja, Pak."

Joni mencerna setiap perkataan yang Celine ucapkan dan ia baru sadar kalau Celine sedang mencari pembelaan dari kelakuannya yang melalaikan tugasnya.

"Oh, jadi kamu mau bohongin saya? Cari-cari alasan ini itu dan ternyata kamu gak ngerjain bab selanjutnya? Kamu sebenarnya mau lulus atau tidak?"

"Em, ya kan saya gak bisa konsen, Pak."

"Kalau bukan masalah kamu, kenapa kamu kepikiran? Aneh!"

"Ya kan ini ada hubungannya juga sama saya. Mana bisa gak kepikiran? Orang masalahnya terjadi sama sahabat saya!" Celine yang mendapat ucapan ketus dari sang dosen itu tak mau kalah.

Namun, di detik selanjutnya, Celine menutup mulutnya karena sudah terlalu lancar mengeluarkan kata-kata.

"Anggap angin lalu aja, Pak omongan saya barusan."

"Bagaimana saya anggap angin lalu kalau ini menyangkut skripsi kamu?"

Celine hanya bisa menyandarkan punggungnya ke bantalan kursi yang empuk. Semoga saja, perkataannya barusan tidak membuat masalah Meera semakin rumit. Dalam hati, ia merapalkan kata maaf berkali-kali.








Barangkali belum tap vote, monggo 🤭
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top