Chapter 02
Vote dan jangan lupa baca series lainnya (:
.
.
.
.
.
Celine hampir saja melempar ponselnya ke lantai kalau ia tidak sayang. Pasalnya, pagi-pagi buta ibunya sudah menelepon menanyakan kabar skripsi dan lebih parahnya, menanyakan teman dekat. Ya, tipikal ibu-ibu. Gadis itu tentu saja hanya menjawab sekenanya meski hatinya sangat dongkol. Ditambah lagi, grup perpesanan yang semula ramai membahas hal lain, saat dirinya muncul malah keempat temannya ikut mengompori masalah skripsi.
"Belum juga bimbingan, gue udah kesel duluan!"
Saking kesalnya, Celine memilih menyimpan ponselnya di bawah bantal dan enggan melihatnya sama sekali. Persetan, jika ada telepon masuk atau teman-temannya meneror dengan banyak pesan. Ia segera bergegas ke kamar mandi sebelum lagi-lagi terlambat.
Setelah selesai memoleskan make up tipis ke wajahnya, Celine malah tidak punya gairah sama sekali untuk pergi ke kampus. Wajah kaku Joni tiba-tiba melintas dipikirannya dan membuatnya sangat muak.
"Bolos aja kali ya gue?"
Tanpa berpikir dua kali, Celine menyambar totebag kesayangannya dan mengunci pintu kamarnya. Tentu saja, ia takkan bilang pada Candy ataupun Reya. Juga ponsel. Gadis itu meninggalkannya juga. Ia benar-benar butuh waktu sendiri di mana tak ada siapa pun yang bisa merecokinya.
Sempat berpikir ingin mengunjungi Arkan di tempat kerjanya, tapi ia pasti akan mendapat lebih banyak masalah karena dibanding ketiga teman perempuannya, Arkan si lelaki satu-satunya ini lebih cerewet dan kerap membuatnya emosi.
Langkah tidak pasti Celine akhirnya membawa gadis itu menuju perpustakaan kota yang tidak terlalu ramai karena masih jam beraktivitas. Ia memilih tempat duduk paling pojok demi kenyamanan dirinya.
"Ah, damainya. Enak juga ternyata gak bawa HP. Gak ada yang ributin soal skripsi."
Celine mulai memilih buku yang akan ia baca kali ini. Lumayan. Selain menambah referensi, ia juga sudah lumayan lama tidak membaca.
Hari sudah mulai terik saat dirinya memutuskan keluar dari perpustakaan kota karena perutnya sudah meronta-ronta. Dan restoran cepat saji adalah pilihan terbaiknya.
"Tuh, kan? Enak banget gini gak ada yang ganggu." Lagi dan lagi, Celine bermonolog. Atau kali ini ia bicara pada burger, kentang goreng dan cola yang kini berada dihadapannya.
****
Pulang sepertinya tidak akan menimbulkan kecurigaan siapapun karena sekarang sudah lewat waktu bimbingannya. Celine juga sudah lumayan lelah menghilang dan sempat tak tahu arah.
"Segitu gak maunya bimbingan ya, Celine?" Suara tersebut membuat Celine menjatuhkan kunci yang dipegangnya.
"P-pak Joni? Ngapain Bapak di sini?"
"Kamu gak ada pertanyaan lain selain itu? Tentu saja, saya nyusulin kamu yang bolos bimbingan lagi hari ini dan ternyata kamu habis keluyuran."
Ucapan datar Joni membuat Celine diam. Namun, bukan berarti ia menyadari apa yang sudah diperbuatnya. Celine hanya malas berdebat. Itu saja.
"Saya masih punya toleransi buat kamu hari ini. Kita ke kampus dan mengganti waktu bimbingan kamu."
"Pak, ini udah mau sore. Besok aja deh. Saya janji." Celine tentu menolak. Ia sudah lelah dan ingin segera merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya. Mana bisa diganti jadi bimbingan?
"Saya tidak mau tau!" Joni menaikkan nada bicaranya.
"Makanya, Acel jangan suka bolos." Candy yang baru saja pulang langsung mengeluarkan jurus kompornya.
"Celine!"
"Ya udah. Gak usah bentak-bentak juga. Ayah saya aja gak pernah bentak-bentak."
Akhirnya, Celine mengikuti Joni dengan langkah malasnya.
Yang benar saja? Joni berjalan dari kampus menuju indekosnya. Meski dekat, Celine saja kadang malas dan meminta Arkan menjemputnya.
Gadis itu sempat kewalahan mengikuti langkah Joni yang terlalu cepat. Jujur saja, kakinya sudah pegal.
"Ngomong dong kalo kamu gak bisa jalan cepat." Celine hampir melonjak karena Joni menggenggam tangannya sepanjang jalan.
"Gak usah dituntun juga kali, Pak. Saya bukan anak kecil!" protes Celine.
"Kamu memang anak kecil. Kalo gak saya giniin, nanti kamu ilang lagi."
Celine terpaksa mengumpat di dalam hati karena walau bagaimanapun, Joni tetap lebih tua darinya.
****
"Tuh, kan? Selesai dengan cepat? Kalo dijalanin, gak bakal kerasa," ujar Joni.
Celine hanya bergumam malas. Kata siapa ini berjalan cepat? Ia bahkan sudah seperti setahun di ruangan ini.
"Tinggal bab tiga setelah itu sidang. Kerjakan cepat ya, Celine. Saya senang akhirnya kamu ada kemajuan."
Baru kali ini, Celine mendengar Joni memberikan pujian. Biasanya, pria tinggi itu mencecarnya dengan semua perintah-perintah memuakkan. Gadis itu menyunggingkan senyuman tipisnya.
"Ayo pulang."
Celine sempat heran kenapa Joni mengajaknya?
"Saya tau, kamu capek banget habis bolos. Makanya, saya antar kamu."
Joni tetaplah Joni. Celine menarik seluruh rasa terima kasihnya karena Joni sempat memujinya.
"Gak perlu, Pak. Kosan saya kan deket."
"Temenin saya makan dulu. Saya gak sempat makan siang karena tadi langsung ke kosan kamu."
Celine ingin berteriak kalau itu sama sekali bukan urusannya. Lagipula, tidak ada yang menyuruh Joni mencarinya apalagi menunggunya. Namun, semua itu tak terjadi lantaran Joni sudah menarik lengannya menuju parkiran.
****
"Kamu mau makan apa?" tanya Joni yang tengah sibuk membolak-balik buku menu.
"Gak usah, Pak. Saya udah makan tadi."
"Gapapa. Bungkus aja buat di kosan. Saya tau, kamu pasti malas terus masak mie instan. Gak baik buat perut kamu."
Joni ini sebenarnya dosen atau ayah Celine? Pria itu terlalu berisik mengenai hidup Celine. Seharusnya, urusan makan dan lain-lain tentu bukan pekerjaan dosen, kan?
"Ya udah," jawab Celine malas.
"Ya udah apa?"
"Makan di sini aja. Samain kayak Bapak. Saya mager baca buku menu. Kepala saya pusing baca materi tadi."
Joni hanya terkekeh mendengar jawaban Celine.
Keduanya memilih bungkam dan sibuk pada makanan masing-masing. Celine juga enggan mendengar perkataan apapun yang keluar dari mulut Joni karena itu terdengar sangat menyebalkan.
"Makasih, ya."
"Buat?" Celine mengernyitkan keningnya.
"Mau bimbingan hari ini sama nemenin saya makan."
"Ngebet banget saya lulus ya, Pak?"
"Celine, selain saya ingin kamu cepat lulus, saya juga gak mau nama saya jadi rusak karena ada mahasiswa saya yang susah lulus."
"Reputasi!" cibir Celine pelan.
"Celine, saya juga mau kamu lulus dan gak harus jadi mahasiswa abadi. Memangnya, kamu mau terus-terusan terjerat status sebagai mahasiswa?"
"Au ah!"
"Oke, saya minta maaf."
"Hm!"
"Tapi, jangan lupa bab tiga, ya?"
"Pak. Makanan saya belum juga masuk ke perut udah denger skripsi lagi. Mau muntah rasanya."
Joni mengacak puncak kepala Celine pelan. "Ikhlas dong. Kayak kamu bikin novel. Itu kan tebel banget. Buktinya kamu bisa, kan?"
Celine hanya terdiam karena telapak tangan Joni yang masih bertengger di kepalanya dan membuat jarak mereka cukup dekat.
"Kamu itu bikin saya kangen adik saya," bisik Joni.
"Ha?" Celine masih tidak mengeri kenapa Joni bisa berkata seperti itu.
"Saya kangen adik saya, tapi Tuhan lebih sayang dia." Raut wajah Joni berubah menjadi sendu.
Entah, keberanian dari mana yang membuat Celine mengusap lengan Joni dan menenangkan pria dihadapannya ini.
Gimana chapter ini?
#SalamKetjupBasyah 😘💦
#authorterjomlosedunia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top