Tak Terduga
Memang bukan takdir Tuhan, hanya kebetulan yang aneh.
.
.
Handaru berjalan menuju mobilnya, dia akan kembali ke Jakarta hari ini. Satu malam di Jogja, membuatnya sangat tak nyaman. Ibunya yang sangat menjunjung tinggi kasta itu, sangat meresahkan kehidupannya. Dia ingin bertemu dengan Candy walau hanya sebentar, tetapi ibunya selalu melarang dan berusaha mengalihkan perhatiannya. Lebih baik kembali ke Jakarta untuk meraih cinta Candy sebebas-bebasnya tanpa hambatan.
Mobilnya melaju ke arah jalan Kaliurang, dia melihat perempuan yang familiar, sedang berdiri di tepi jalan. Dia berhenti dan keluar dari mobilnya.
"Candy?"
"Eh, Bapak." Candy memandang ke kanan dan kiri.
"Kamu cari apa?" Candy menggeleng, "Ayo, ikut saya kembali ke Jakarta."
Candy bergegas naik ke mobil Handaru, dia memasang seat belt tanpa diperintah. Handaru melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan yang lenggang pagi ini. Baru jam enam pagi, tapi cuaca di kota ini masih terasa sejuk. Handaru melirik Candy yang sibuk dengan ponselnya.
"Kamu nonton apaan?" Candy menatap Handaru bingung. "Kamu lagi nonton apa di handphone kamu?"
"Oh, teknik latte art terbaru, Pak." Handaru kembali berdiam, dia memandang Candy sekali lagi.
"Bisa nggak, nama saya jangan ada embel-embel pak? Kamu panggilan Aidan aja Bang, kenapa saya Pak?"
"Bang Aiden memang dari dulu dekat sama saya sih, Pak. Kalau Bapak kan ... gitu deh."
"Gitu gimana?"
"Ya pokoknya gitu Pak. Dah, ah, jangan dibahas lagi."
Mobil Handaru berhenti di pinggir jalan. Dia turun lebih dulu dan membuka pintu untuk Candy. "Turun!"
"Pak, gitu aja ngambek sih, saya ...."
"Saya mau sarapan dulu, ayo turun!"
Candy tersenyum malu, akhirnya dia mengikuti Handaru yang berjalan ke kedai soto dan bubur ayam.
***
Handaru sesekali memandang Candy yang masih terlelap. Perjalanan menuju Jakarta masih setengah jalan. Pandangan Handaru tidak fokus melihat jalanan, dia lebih menyukai memandang Candy yang masih terlelap di sampingnya. Handaru menuju tempat rest area, tangannya semakin gemetar saat memandang wajah Candy yang terlihat polos seperti anak kecil saat tidur seperti ini.
Berhenti sejenak, dia mengatur napasnya yang memburu, melawan kuat agar tidak menyentuh Candy. Dia memejamkan matanya erat, tangannya terkepal kuat menahan hasrat untuk mencium bibir Candy. Candy membuka matanya perlahan, bulu mata lentik itu naik turun, berkedip menyesuaikan cahaya yang masuk. Dia memandang Handaru yang hanya diam.
"Pak," sapanya.
Handaru berbalik badan, dia mendorong tubuh Candy kembali bersandar di kursi. Napas Handaru memburu, dia membelai wajah Candy yang selalu polos tanpa make-up.
"Maaf," ucapnya pelan. Candy merasa bingung. "Tapi aku tidak bisa berhenti setelah ini."
Handaru mencium bibir Candy sekilas, kembali menempelkan bibirnya ke bibir Candy, hatinya terus berontak untuk meminta lebih. Tangannya menahan kepala Candy agar terus dekat dengannya. Melumat kecil bibir Candy yang berwarna merah muda alami. Tidak ada penolakan dari Candy, dia diam. Antara bingung dan menikmati sengatan listrik yang menjalar dalam tubuhnya. Lumatan itu semakin intens dan memojokkan Candy di antara kursi dan Handaru. Tangan Candy meremas bahu Handaru, dia sedikit mendorong bahu Handaru menjauh ketika ciuman itu tidak akan berhenti. Napas Candy memburu, saat ciuman itu terlepas. Dia membuka sedikit mulutnya untuk meraup segala oksigen hanya untuk dirinya.
"Saya bisa meninggoy kalau Bapak cium terus." Candy mengigit lidahnya kala menyadari apa yang dia ucapkan. Handaru mencium dirinya, astaga Tuhan.
"Kamu, jadi pacar saya. Saya akan berjuang untuk mendapatkan restu ke keluarga saya." Candy hanya tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban, meskipun rasa gundah itu ada.
***
Candy duduk memandang aneka bahan masakan yang dia beli pagi ini dari penjual sayur. Matanya terpejam erat, dia bahkan tidak yakin untuk membuat menu masakan ini. Ada tahu, kacang, tepung, daun bawang, kulit pangsit, cabe merah dan cabe rawit.
"Ah, gilak emang gue. Ngapain coba mau ngerayu si duda pakai masakan segala macam, gue nggak bisa masak." Candy mengacak rambutnya frustasi.
Dia menyambar ponselnya dan mencari icon YouTube untuk belajar masak batagor. Tangannya bergerak lincah mengikuti arahan sesuai tutorial. Hingga menggoreng pun, matanya tak beralih dari layar ponselnya.
"Kok divideo gorengnya cepet sih, di gue kenapa lama coba?" Candy berdecak, menunggu masakannya matang.
Ponselnya berdenting, tanda pesan masuk. Tertera nama Arka di sana yang mengatakan akan mampir untuk numpang makan. Candy tersenyum penuh bahagia.
"Sip, lo bakalan jadi kelinci percobaan gue, Ka," ucapnya penuh tawa.
Candy semakin bersemangat memasak batagornya. Masih ada waktu untuk membuat yang lain sebelum Arka datang. Tadi saat dia berbelanja bersama para ibu-ibu, dia tak sengaja mendengar ada seorang ibu mengatakan membuat jamu galian putri malu, agar dirinya terlihat awet muda. Candy menimpali perkataan yang mengatakan bahwa ibu itu memang cantik dan awet muda. Alhasil, dia diberi dua botol besar jamu putri malu oleh ibu itu.
Batagor telah matang, dia sudah menghiasnya sedemikian rupa agar Arka mau memakannya. Dia juga menyediakan jamu itu di gelas dan diberi hiasan agar terlihat cantik. Selesai sudah, dia menatanya di meja kecil yang biasa dia buat makan bersama Celline. Pintu terbuka menampilkan Arka bersama Celline yang terlihat kepanasan.
"Lo berdua? Kok bisa barengan? Ciye jodoh ciye," ejek Candy
"Amit-amit jabang baby deh Can!" rutuk Celline. Candy tertawa dan mengajak mereka berdua untuk duduk.
"Bau apaan nih? Gue jadi laper Can," ucap Arka tak tahu malu.
"Kebetulan nih, gue lagi masak batagor nih, cobain deh, enak kok!" Arka dan Celline saling pandang dan mengikuti Candy duduk di depan televisi.
Arka memandang batagor yang telah dihias cantik oleh Candy, membuatnya penasaran dan memakannya sesuap. Memejamkan mata untuk menikmati rasa masakan Candy, akhirnya dia muntahkan kembali dalam tisu. Dia menyambar minuman tanpa melihat isinya lebih dulu.
"Huek!" Arka berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan segalanya. "Lo gila Can, lo mau ngeracun gue?"
"Kenapa sih Ka?" tanya Celline.
"Lo coba aja deh, Cel, baru lo tahu rasanya gimana!" Celline menyuapkan batagor dan mengunyah sekilas, dia memuntahkannya kembali, beralih ke minuman yang telah disulap jadi cantik oleh Candy. Dia mencium baunya lebih dulu.
"Ini apaan Can?"
"Itu ... jamu dari nenek moyangnya," ucapnya meragu.
"Nenek moyangnya sapa?" Arka kembali duduk dan meminum satu gelas air putih.
"Jadi pas gue belanja tadi, gue muji si ibu tadi kalau dia awet muda dan cantik, trus gue dikasih itu jamu dua botol. Gue belum coba dan kebetulan banget lo datang Ka, ya udah sekalian lo yang rasain." Arka melotot ke arah Candy. "Arka, Ka, jangan marah dong!"
"Bodo! Lo mau racuni gue. Jamunya nggak berkelas lagi, apa nama jamunya?"
"Jamu putri malu." Candy tersenyum manis.
"Wajah lo! Jangan pasang wajah begitu di depan cowok lain. Bahaya!"
"Eh, betewe nih, si Meera ke mana ya?" tanya Candy.
"Tunggu si Reya aja, dia bakalan cerita detail kehidupan Meera." Mereka mengangguk.
Reya datang dan melihat bagaimana wajah-wajah sahabatnya itu yang sedang menanti. Dia memandang gelas cantik dan menyambarnya, tapi Arka dan Celline mampu menghalangi.
"Jangan, entar lo bisa mati karena Candy," ucap Arka yang diangguki Celline.
"Kenapa?"
"Udah deh, gue bilang jangan ya jangan! Can, buang!" Candy mengangguk dan menaruh segalanya di tempat cucian piring kotor.
Mereka mendengarkan segala hal tentang Meera. Mulai dari Meera yang tiba-tiba menikah dengan salah satu kerabat kerajaan. Mereka bahkan berdrcak kagum saat Reya menceritakan prosesi pernikahan yang berlangsung di Fortania.
"Dia beruntung banget sih, kapan gitu gue kayak Meera?" iri Candy.
"Lo aja nggak pernah mandi, gimana mau dapat pacar?" ejek Celline.
"Eh, gue kemarin pulang bareng si duda."
"Trus?" tanya mereka kompak.
"Ada yang terjadi sama lo?" tanya Arka.
"Ada dong, si duda bilang mau pacaran sama gue." Candy mengigit bibir bawahnya.
"Sebelumnya?"
"Gue ... ciuman."
"APA?!"
***
Yuk sayangkuh, ikutan Peoh si duda dan Candy. Kuy sayangkuh!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top