Lari

Tidak seharusnya memaksa hati jika tidak saling mencintai. Pergi adalah jalan yang terbaik.
.
.
.

Pulang adalah hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Rumah adalah tempat ternyman bagi seseorang. Layaknya burung yang terbang, dia tak lupa arah untuk selalu pulang.

"Nduk," sapaan itu membuat Candy bergegas berlari menuju dapur.

Ibunya telah siap dengan pakaian sederhana yang akan dia pakai untuk terjun ke sawah. Membawa capil dan kain untuk mengelap keringatnya nanti.

"Ibu sudah masak, nanti kamu bersih-bersih rumah ya, Nduk. Ibu ndak sempat." Candy mengangguk.

Dia menyalami ibunya yang berlalu pergi. Tak ingin berlama-lama, dia segera membersihkan rumah sesuai instruksi sang ibu. Dia melihat tudung saji, di sana tersedia nasi dan lauk-pauk. Dia meringis malu, biasanya di ibu kota, dirinya hanya makan mi instan bersama Celline dan juga Arka. Ah, tapi itu saja sudah bahagia.

Candy berjalan menuju dapur, dia butuh tempat makan untuk membawa ini semua pada ibunya. Setelah tertata rapi nasi dan lauk-pauknya, dia membersihkan diri untuk membantu ibunya ke sawah.

"Gue pakai baju seperti apa?" Candy terlihat berpikir keras saat membuka ranselnya. Akhirnya dia melangkahkan kakinya menuju lemari pakaian. Deretan baju rumah yang dapat dia pakai. Celana pendek selutut warna navy dan kaos lengan pendek warna biru. Mencepol rambutnya seperti biasa, dia keluar dari kamar dan menyambar tempat makan untuk ibunya.

Berjalan menyusuri gang dan menyapa beberapa orang yang dia kenal, membuatnya teringat masa kanak-kanaknya dulu. Dia akan berlari bersama Sandi mengejar layangan, atau ingin membantu mendiang bapaknya panen padi di sawah.

"Nduk, ngopo we rene?" tanya ibunya.

"Makan dulu Bu." Candy menenteng tempat makan itu mendekati ibunya yang sedang membasuh tangannya.

"Loh, iki Candy kui to Yu?" Ibunya mengangguk. "Ya Allah Nduk, awake wes gede yo, malah ayu."

Candy hanya tersenyum dan menata tikar untuk alas makan mereka. Duduk di samping pohon mangga.

"Nduk, isih eling po karo Sandi kae?" Candy mengangguk. "Iki ibue Sandi, koncomu ndek bingen kae."

Candy tersenyum, dia ingat sekali dengan teman main dan paling akrab. Ah, rasanya rindu dengan Sandi.

"Sandi ke mana, Bu?" Ibu Sandi terlihat murung, dia tersenyum kecut.

"Baru pulang tadi malam, ada di rumah sekarang, Nduk. Ayo, sama ibu," ajaknya.

Candy mengangguk dan berjalan bersama ibu Sandi. Melewati pematang sawah dan menyapa beberapa petani yang sedang menyiangi rumput dan menabur pupuk. Dia teringat akan wejangan yang diberikan oleh mendiang bapaknya.

Dadi menungso sing pekerja keras, kowe iso metik hasile. Yen Gusti Allah berkehendak lain, kui artine Nduk, kowe dikongkon golek dalan liyane, sing penting usaha lan berdoa. Yakin karo pititur bapak iki.

Tak terasa perjalanannya telah sampai di rumah bercat merah muda itu. Dia merindukan teman sepermainnya itu. Lelaki pertama yang pernah mengajarinya cara menjaga diri setelah kepergian bapaknya.

"Sandi!" teriak ibunya.

Muncullah seseorang memakai kaos bunga-bunga dengan rambut panjang dan jalannya meliuk-liuk bak ikan belut. Candy menatap ibu Sandi dengan penuh tanda tanya.

"Kae Sandi, Nduk. Sak iki yo kui, dadi wadon." Candy merasa pasokan oksigennya berkurang. Dia berpegangan pada pintu dan duduk dengan asal di lantai.

"Arghhh, Gendukku. Eike rindu Cyn. Kenapose yeiy pindah ke Jakarta."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top