🐻 - 𝕿𝖜𝖔 𝕭𝖎𝖗𝖉𝖘
Malam itu, sehari sebelum valentine hadir, sekali lagi, Sheriff menjelajahi memorinya tentang wanita yang paling ia cintai didunia. Seorang wanita yang berhasil mendapatkan tempat dihatinya.
—
Cars human AU!
Two Birds — Regina Spektor
Cars — Pixar
Two Birds On A Wire — Me (Rei Andini / tulisanrei)
—
Sheriff x OC (Irelda)
—
Two Birds On The Wire.
—
"Besok valentine."
Sebuah kalimat terucap dari bibir Lightning. Pembalap muda itu sibuk mengetikkan sesuatu di gawainya. Sheriff dan Doc yang duduk disebelah kanan dan kirinya saling berpandang sebelum mengintip dari samping.
"Sedang apa kau, Nak? Belajar mengetik kata-kata romantis untuk Sally besok?" Doc bertanya dengan serangai jahil diwajahnya. Lightning sontak meletakkan gawainya dengan posisi terbalik diatas meja cafe Flo. Wajahnya berubah menjadi kepiting rebus seketika.
Melihat reflek anak didiknya, tawa mantan pembalap berumur setengah abad itu pecah. Kacamata berbentuk persegi panjang perlahan bergeser kebawah, mengikuti gerakannya. Lightning tak mengeluarkan suara, sibuk mengontrol wajahnya yang bersemu, malu karena tertangkap basah sedang searching ribuan kalimat romantis untuk kekasihnya besok.
"Kenapa kau tidak belajar dari Sheriff secara langsung saja?"
Mata Sheriff melotot mendengar ucapan Mater. Tapi bukan Mater namanya kalau tidak punya sebuah kepekaan. Dengan santai, ia melanjutkan ucapannya, "Sheriff itu diam-diam pintar menyusun kata-kata romantis nan puitis lho!"
Lightning menoleh kearah Sheriff dengan mata berbinar. "Aku tidak menyangka kalau seorang Sheriff yang tegas seperti ini dulunya seorang pria biasa yang bisa mabuk cinta, romantis dan puitis dalam satu waktu!" Sheriff menghela napas mendengar ucapan Lightning.
"Kau— kalian percaya ucapan Mater begitu saja?"
"Mater mungkin konyol, tapi dia tidak bisa berbohong, Sheriff. Kau tahu wataknya." Sarge berucap sembari melipat tangan didepan dada, ia menyenderkan punggungnya dikursi. "Hei! Aku tidak konyol!" Dan protes Mater yang tidak didengarkan oleh siapapun.
"Kau tahu, Nak? Aku tidak yakin Sally memerlukan kata-kata romantis dan puitis seperti yang kau maksudkan."
Sheriff menatap Sally yang baru saja menginjakkan kakinya diarea cafe. "Ada apa?" tanya wanita itu heran saat hampir semua orang menatapnya. "Sally menerimamu saja itu sudah luar biasa." Sheriff mengedipkan sebelah matanya, membuat wajah Lightning semakin memerah.
"Hei, Stickers! Sedang asik mengobrol?"
"O-Oh! Sally! Em, aku berencana untuk mengajakmu makan malam besok. Y-Yah, kau tahu maksudku. Besok valentine tiba dan—" Belum selesai Lightning berbicara, Sally mencium pipinya. Wanita itu tersenyum lembut.
"Oh, Stickers. Kita tidak merayakan valentine, kau ingat? Setiap hari adalah hari kasih sayang. Setiap hari, cintaku bersemi untukmu." Sally terkekeh. "Dan ajakan makan malammu, aku menerimanya. Jemput aku pukul delapan besok! Aku akan membantu Flo memasak." Sally melambaikan tangannya pelan, meninggalkan Lightning yang mematung.
"Kau beruntung, Lightning."
Sheriff tersenyum masam, Doc memperhatikan. Pria itu menepuk bahu sang polisi pelan, memberi sebuah isyarat
"Ikut aku sebentar."
—
One said c'mon, and the other says "I'm tired."
—
"Sheriff, kau baik-baik saja?"
Sheriff menoleh kearah Doc. "Maksudmu? Aku baik-baik saja. Aku sehat, badanku masih bugar untuk menangkan sejumlah pembalap jalanan bandel itu." Doc menggeleng, duduk disebelahnya dengan sekaleng kopi.
"Jangan membodohiku, Sheriff. Aku tahu pikiranmu masih dipenuhi oleh 'dia'. Sheriff, aku, kau, dan 'dia' adalah trio paling kompak diseluruh alam semesta. Dan sudah rahasia umum Radiator Springs jika kau menaruh hati pada'nya'." Doc menghela napasnya. Matanya menyipit, alisnya menekuk, tangannya menggenggam kaleng kopi erat.
"Aku tahu kau masih tidak bisa menerima kasusnya dengan baik."
"Irelda mendapatkan hukuman mati atas kasus yang bahkan tidak ia ketahui! Aku berusaha memburu kasusnya, tapi semua jejak mereka tutupi dengan rapat. Aku yang anggota kepolisian saja tidak dapat menyentuhnya!" Sheriff mengepalkan tangannya.
"Irelda terlalu baik untuk mendapatkan hukuman itu. Irelda bukan wanita keji seperti yang mereka bicarakan. Aku tidak bisa—" Sheriff menutup matanya dengan sebelah tangan, kepala ia tundukkan, dan sebuah isakan kecil terdengar.
"Aku tahu, memang sulit bagimu. Bagiku, itu juga sulit karena Irelda sudah seperti kakakku sendiri. Aku ingat sekali, malam itu, tanggal 13 Februari, sebelum ia dituduh melakukan kasus bajingan itu, ia meminta tolong padaku."
Kepala Sheriff terangkat. "Apa?" tanyanya dengan suara serak. Doc tersenyum masam. "Ia meminta agar besok malam, tepat hari valentine, aku menyiapkan sebuah tempat direstoran tengah kota. Setelah aku cari tahu, restoran itu adalah restoran kesukaanmu sejak kita pertama kali bertemu. Ia berniat menyatakan perasaannya padamu." Mata Sheriff terbelalak lebar.
"Cintamu tidak bertepuk sebelah tangan, Sheriff. Kau hanya terlambat untuk menyampaikannya."
Sheriff menyeka air matanya, menarik napas panjang. Doc menepuk bahunya pelan. "Kau merindukannya?" tanya Sheriff sembari menatap langit malam dari pos tempatnya berjaga.
"Kita semua merindukannya."
—
The sky is overcast and I'm sorry.
—
Sheriff berlutut didepan sebuah batu nisan. "Aku mendengar semuanya dari Doc." Ia membuka suara. "Kau menyukaiku, ya? Sama, aku juga menyukaimu." Ia terkekeh pelan.
"14 Februari jadi hal yang sulit sekali. Karena malam sebelum hari penuh sukacita itu dimulai, kau justru mengalami hal yang sangat tidak mengenakkan. Dan, lihatlah sekarang. Justru aku dan Doc jadi lebih tua darimu, Irelda."
Sheriff meraih figura foto yang tersender dibatu nisan tersebut. Seorang wanita cantik rupawan dengan rambut hitam sebahu dan mata berwarna ungu yang begitu menawan hingga mampu membuat Sheriff terjerat dalam tatapannya.
Sheriff membelai figura itu dengan sayang. Tatapannya menyendu sebelum mencium figura itu lembut. "Aku mencintaimu, Irelda. Maaf karena aku tidak bisa menolongmu. Maaf karena aku tidak bisa membuka kasusmu. Maaf karena aku membiarkanmu mengalami semua hal ini sendirian." Sheriff memeluk figura itu erat-erat.
"Aku merindukanmu. Aku merindukan senyuman lembutmu. Aku merindukan semua gerakan kecilmu. Aku merindukan suaramu, tatapanmu, semua tentangmu."
Sheriff meletakkan figura itu kembali ketempat asalnya. "Aku mencintaimu. Sampai kapanpun, hal itu tidak akan pernah berubah." Sheriff tersenyum tipis, menyeka air matanya, sebelum ia berdiri.
"Aku akan datang kesini lagi besok. Ada banyak hal menarik yang bisa diceritakan besok malam."
—
One more or one less.
Nobody's worried.
—
end.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top